Buddha sendiri digambarkan terdiri dari Sammasambuddha, Pacceka Buddha dan Savaka Buddha. Sementara Dhamma sendiri digambarkan terdiri dari Pariyati Dhamma, Patipatti Dhamma dan Pativedha Dhamma. Sedangkan Sangha sendiri digambarkan terdiri dari Sammuti Sangha dan Ariya Sangha.
Persembahyangan kepada Kong Hu Cu
Ada ritual ibadah yang biasanya dilakukan oleh umat Kong Hu Cu, yaitu membakar hio sambil berdoa kepada patung-patung yang dipercayai ada 'nyawa-nya'. Sehingga apa-apa yang mereka doa akan tersampaikan kepada dewa yang dimaksud.
Di dalam vihara-vihara lainnya, umat Kong Hu Cu biasanya melakukan ibadah di Ruang Ibadah atau Litang. Litang adalah nama tempat ibadah agama Khonghucu yang banyak terdapat di Indonesia biasanya dilakukan pada setiap tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek. Namun ada pula yang melaksanakannya pada hari Minggu dan hari lain, hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.
Tiga batang hio itu bagi umat Konghucu adalah sebagai simbol dari Tian, Kong Co dan Pribadi. Peralatan untuk ibadah juga tidak repot, hanya sejumlah hio yang sudah disediakan oleh pengurus vihara. Setiap satu tempat colokan hio digunakan 3 batang hio, jadi kalau di dalam vihara itu ada 8 buah colokan, berarti jumlah hio yang diambil adalah 24 batang hio.
Kemudian, ada kertas uang yang menurut kepercayaan kertas uang ini nantinya saat dibakar akan berwujud uang untuk di dunia lain. Kertas uang bakar inipun ada nominalnya, mulai dari Rp 1.000,00 dan seterusnya. Selanjutnya ada sepasang lilin berwarna merah, gula-gula atau permen dan minyak sayur yang digunakan apabila ingin menambah minyak di lampu lentera. Penambahan minyak sayur ini diyakini sebagai penambahan rejeki atau keberuntungan bagi si pemberi.
Selesai melakukan pembakaran hio kepada masing-masing patung dewa, ada satu lagi ritual bagi orang yang ingin bertanya langsung kepada 'dewa'. Cara ini dinamakan ciam si atau tiam si, yaitu mengocok sumpit atau batang bambu yang telah diberi nomor pada salah satu permukaannya. Jumlah batang bambu bisa mencapai 100 bilah. Selain itu, ada dua bilah kayu berbentuk bulan setengah dan berwarna merah yang disebut siao poe. Ucapkan nama lengkap, umur, alamat dan apa yang akan ditanyakan.
Nantinya, si pengocok ini terlebih dahulu menanyakan apa yang ingin ia ketahui, mulai dari jodoh, rezeki, keuangan, cita-cita sampai masa depan. Setelah memohon, batang bambu (siao poe) boleh dikocok hingga terlontar 2 siao poe yang bertuliskan nomor. Ambil siao poe, tanyakan kembali apakah betul nomor tersebut adalah jawaban dari permohonan atau pertanyaan yang diajukan.
Kemudian lempar 2 bilah siao poe tersebut, jika keduanya tertelungkup, berarti kocokan bambu harus diulang. Jika keduanya terlentang, artinya bisa benar bisa tidak. Jika yang satu tertelungkup dan yang satu terbuka, artinya jawaban tersebut sah. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mencari lembaran kartu dengan nomor yang tertera pada batang bambu.
Ketika hasil kocokan keluar, maka ia tinggal mencari arti dari siao poe tersebut pada lembaran kartu yang terbuat dari kertas karton berwarna putih yang cukup tebal dengan syair, uraian nasehat atau ramalan yang berbahasa Mandarin pada salah satu sisinya dan yang berbahasa Indonesia pada salah satu sisi lainnya. Kartu tersebut berisi syair yang menggambarkan jawaban atas pertanyaan yang diucapkan saat mengocok bambu. Artinya bisa ditanyakan kepada tetua yang ada di vihara. Kartu-kartu ini disimpan dalam lemari kaca, yang terdiri dari 10 baris rak bertingkat dan masing-masing terdiri dari 10 kolom yang berisi masing-masing syair, nasehat atau ramalan tersebut.
Terakhir, jika semuanya sudah beres, maka sekarang melakukan pembakaran uang kertas di tempat yang telah disediakan. Tempat ini seperti pagoda. Ada suatu kepercayaan juga sewaktu membakar uang kertas ini, yaitu logo yang ada di uang kertas jangan dibalik saat sedang dibakar lalu uang kertas itu dibiarkan dibakar secara alami, tidak boleh ditusuk atau dirusak karena diyakini nantinya di dunia lain uang tersebut akan rusak atau sobek.