Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Situs Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya Eyang Dalem Gandasoli

18 November 2021   10:00 Diperbarui: 30 Oktober 2022   17:15 2185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah Singkat Wilayah Gandasoli

Sejarah wilayah Gandasoli awalnya adalah sebuah wilayah distrik di Kabupaten Bandung yang sejak tahun 1863 kemudian digabungkan dengan Kabupaten Karawang. Secara admisnistratif statusnya berubah-ubah pada setiap masa.

Kabupaten Bandung sendiri lahir melalui Piagam Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Kesultanan Mataram Islam, yaitu pada tanggal 9 bulan Muharram tahun Alif atau sama dengan hari sabtu tanggal 20 April 1641 Masehi. Bupati pertamanya adalah Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 M). Dari bukti sejarah tersebut ditetapkan bahwa 20 April sebagai Hari Jadi Kabupaten Bandung.

Kabupaten Karawang sendiri sebagai suatu daerah berpemerintahan sendiri dimulai semenjak Karawang diduduki oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dari Sumedang Larang tahun 1632. Kesuksesannya menempatkannya sebagai wedana pertama dengan gelar Adipati Kertabumi III. Selanjutnya, Karawang menjadi kabupaten dengan bupati pertama Raden Adipati Aria Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV yang dilantik pada tanggal 14 September 1633. Tanggal ini dinobatkan menjapada hari jadi Kabupaten Karawang.

Artinya wilayah Gandasoli sudah mulai menjadi wilayah Kabupaten Bandung sejak masa itu, kemudian digantikan sebagai wilayah Kabupaten Karawang.

Perubahan Wilayah di Kabupaten Karawang Tahun 1884/dokpri
Perubahan Wilayah di Kabupaten Karawang Tahun 1884/dokpri

Perubahan Wilayah di Kabupaten Karawang Tahun 1901-1930/dokpri
Perubahan Wilayah di Kabupaten Karawang Tahun 1901-1930/dokpri

Asal-usul Eyang Dalem Gandasoli

Eyang Dalem Gandasoli berasal dari Cirebon, Jawa Barat yang merupakan seorang santri pada masa para wali di Tanah Jawa, seperti Sunan Gunung Jati. Beliau datang ke wilayah Gandasoli atas perintah dari ibu kandungnya, beliau sempat singgah di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai Nangkabeurit, Sagalaherang, Subang, Jawa Barat Kemungkinan besar beliau bertemu dengan Raden Aria Wangsagoparana (Eyang Wangsagoparana), salah seorang tokoh penyebar Islam yang berasal dari Talaga, Majalengka. Setelah itu beliau kembali lagi ke Gandasoli bersama isteri tercintanya yang bernama Nyi Mas Gandasari, dimana beliau kemudian menetap yang diikuti oleh para santrinya yang kemudian dikenal sebagai: Eyang Kuncen, Ki Patih Sasengko, Eyang Jaksa, Eyang Camat, Eyang Penghulu Agung, Eyang Jambrong dan lain-lain.

Belum diketahui secara pasti apa dan bagaimana perjuangan pernyebaran agama Islam yang dilakukan Eyang Dalem Gandasoli bersama para santrinya di wilayah Gandasoli dan sekitarnya. Makam beliau, isterinya dan para santrinya terletak pada sebuah kompleks pemakaman di Kampung Lembur Kolot, Desa Mekarasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat, dengan 7 (tujuh) orang juru kunci (kuncen). Pada bagian luar area makam ini terdapat area parkir kendaraan roda 2 dan roda 4, saung peristirahatan, mushalla (yang dibangun tahun 2020), tempat wudhu dan kamar kecil. 

Pada bagian dalam makam ini terdapat banyak sekali pepohonan yang berdiameter batang cukup besar, tinggi dan berdaun sangat lebat, sehingga terlihat sangat rindang dan berhawa sejuk. Di sana terdapat pohon terap atau benda, beringin, jati, enau dan lain-lain. Pada bagian makam-makam hanya dikelilingi dengan batu-batu belah atau batu kali serta batu nisan yang terbuat dari batu andesit, tidak ada satupun makam yang nisannya bertuliskan nama, tempat dan tanggal lahir, maupun tempat dan tanggal wafat seperti pada umummya.

Tak seberapa jauh dari lokasi makam Eyang Dalem Gandasoli terdapat pula Makam Eyang Balung Tunggal Gandasoli dan Curug Ki Obek yang merupakan bagian dari Sungai Gandasoli.

Sumur Peninggalan Eyang Dalem Gandasoli

Tak jauh dari area makam kurang lebih antara 200-300 meter terdapat sebuah mata air yang berair jernih dengan kedalaman sekitar 60 cm-100 cm sehingga masyarakat dengan sangat mudah menggunakan gayung untuk mengambilnya, sehingga biasa disebut sebagai sumur siuk. Sumur ini menurut keterangan salah seorang petugas kebersihan yang bernama Abah Lili sering digunakan oleh Eyang Dalem Gandasoli, isterinya dan para santrinya untuk berwudlu. Barangkali sumur ini jika boleh diberikan nama, barangkali nama yang tepat adalah Sumur Karamah Eyang Dalem Gandasoli atau Sumur Karamah Gandasoli saja. Sumur ini tetap berarir banyak dan jernih meskipun pada musim kemarau panjang.

Benda Peninggalan Sejarah Warisan Eyang Dalem Gandasoli

Adapun rumah kediaman ahli waris Eyang Dalem Gandasoli terletak di Kampung Cipeucang, Desa Gandasoli, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Rumahnya dapat dijangkau melalui sebuah gang kecil berukuran antara 120-200 cm. Para ahli waris diantaranya adalah Emak Ani dan Ustadz Arif, yang keduanya biasa menerima kunjungan atau kedatangan para tamu mulai tanggal 12 Rabbiul 'Awwal -- 30 Rabbiul 'Awwal tahun Hijriyah setiap tahun, yang pada tahun ini bertepatan dengan tanggal 20 Oktober 2021 -- 08 November 2021. Di dalam rumah ini terdapat banyak sekali barang-barang atau benda-benda peninggalan Eyang Dalem Gandasoli, antara lain 2 buah sorban, 1 helai jubah, 3 helai kain sarung tenun kebat, 1 buah tasbih, 1 buah naskah kuno Nitisastra, 4 buah keris kuno (2 buah diantaranya bertangguh Cirebon dan 2 buah lagi bertangguh Mataram), 1 bentuk cincin bermata batu merah, 9 keping uang logam gulden berangka tahun 1738, 1811, 1813, 1814, 1816, 1817, 1824, 1825 dan 1830, beberapa guci mini porselen dan beberapa cepuk porselen bermacam-macam ukuran yang dari ornamen kemungkinan besar berasal dari negeri China, entah dari dinasti apa, kemungkinan besar berasal dari Dinasti Ming (1368--1644) dan Dinasti Qing (1644--1911).

Benda Cagar Budaya Warisan Eyang Dalem Gandasoli/dokpri
Benda Cagar Budaya Warisan Eyang Dalem Gandasoli/dokpri

Benda Cagar Budaya Warisan Eyang Dalem Gandasoli/dokpri
Benda Cagar Budaya Warisan Eyang Dalem Gandasoli/dokpri

Keris Kuno Warisan Eyang Dalem Gandsoli/dokpri
Keris Kuno Warisan Eyang Dalem Gandsoli/dokpri

Naskah Kuno Nitisastra/dokpri
Naskah Kuno Nitisastra/dokpri
Menurut juru bicara ahli waris, Ustadz Arif, dikatakan, bahwa garis keturunan Eyang Dalem Gandasoli berturut-turut ke bawah adalah sebagai berikut: Eyang Dalem Gandasoli, Eyang Haji Abdullah, Eyang Ojid, Eyang Upit, Eyang Amsari, Emak Ani dan Ustadz Arif serta beberapa nama lain yang terlalu panjang jika disebutkan satu per satu.

Rekomendasi Untuk Bahan Penelitian

Bagi sebagian orang tentu yang menarik adalah:

  1. Koleksi naskah Nitisastra yang ditulis dalam aksara Hanacaraka dengan bahasa Jawa Cirebon (dan kemungkinan Jawa Kawi). Isinya antara lain adalah ilmu pemerintahan dan tata negara yang baik yang berdasarkan ajaran agama Islam, filsafat Jawa dan filsafat Sunda. Tentu saja untuk membacanya diperlukan bantuan seorang ahli filologi yang mampu membaca aksara dan bahasa ini, menuliskannya (menyalinnya) kembali, mengalihaksarakan dalam bahasa aslinya dan menuliskan terjemahan dalam bahasa Sunda dan/atau bahasa Indonesia. Naskah ini dapat menjadi bagian dari Koleksi Naskah Nusantara.
  2. Koleksi keris dengan beberapa istilah: wilah (bilah keris), ganja (penopang), hulu (pegangan keris), dhapur (bentuk), luk (kelokan), ricikan (ornamen), pamor (pola), pasikutan (roman), tangguh (periodisasi sejarah, geografis dan empu pembuatnya), warangka (sarung keris), logam-logam yang dipakai sehingga diketahui nama asli keris. Tentu saja untuk mengetahuinya diperlukan bantuan seorang ahli perkerisan atau ahli metalurgi. Keris-keris ini dapat menjadi bagian dari Koleksi Keris Nusantara.
  3. Koleksi cincin: bahan logam utama dan jenis batu cincin, mungkin diperlukan seorang ahli minerologi atau gemologi, sehingga dapat diketahui dengan pasti jenis batuan dan tingkat kekerasan (Mohs).
  4. Koleksi koin, terdiri dari bahan logam (perak, tembaga, kuningan dan nikel, diperlukan seorang ahli metalurgi. Koin-koin ini dapat menjadi bagian dari Koleksi Numismatik Nusantara.
  5. Koleksi guci dan cepuk porselen, diperlukan seorang kurator museum. Keramik-keramik ini dapat menjadi bagian dari Koleksi Keramik Nusantara.

Demikian sepintas kilas sejarah yang berkaitan erat dengan Eyang Dalem Gandasoli, masih banyak pekerjaan kita untuk mengungkap misteri yang sebenarnya dari beliau dan para santrinya. Semoga seiring berjalannya waktu semua objek peninggalan sejarah dapat menjadi tujuan wisata sejarah dan sekaligus menjadi tujuan wisata ziarah.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun