Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Purwakarta dan Kabupaten Purwakarta

26 Mei 2021   11:11 Diperbarui: 20 Juli 2024   07:22 3929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut keterangan keturunan-keturunannya, bahwa R.A.A. Soeriawinata atau Dalem Shalawat kelebihannya di dalam mengamalkan Shalawat Rasulullah s.a.w. tiada hentinya sehingga mendapatkan julukan itu. Gambaran lain dalam hal ini dalam menghadapi segala sesuatu yang akan dilaksanakan, selalu bermunajat, tafakur atau istikharah memohon agar selalu mendapatkan petunjuk, bimbingan serta ridla Allah s.w.t. dan dalam waktu yang baik saat memperingati hari-hari besar Islam. Selaku bupati, merasa kurang cocok pusat pemerintahan berada di Wanayasa atau istilahnya jolok. Ikhtiar mengatasinya, beliau lebih dahulu bermunajat dan tafakur, yang seolah-olah tergetar dan terusik hatinya untuk memindahkan pusat pemerintahan Kabupaten di dalam bulan Mulud (Rabiul 'Awwal) dengan mencarikan harinya pada hari Senin, ke arah Barat, Utara atau Barat Laut.

Pandangan bulan Mulud dan hari Senin ini adalah suatu keyakinan yang dijadikan titik tolak terbaik dengan dihubungkan pada hari dan tanggal kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. tanggal 12 Rabi'ul 'Awwal tahun Fiil ke-1 atau disebut tahun Gajah. Jadi diselaraskan dengan wangsit, layaknya perhitungan ini adalah jatuh pada hari Senin tanggal 12 Rabi'ul Awwal 1246 Hijriyah atau tanggal 20 Agustus 1830 Masehi. Kelayakan lain jika dikaitkan dengan mitos (bijgeloof) berdasarkan Pawukon, maka akan didapati serangkaian kepercayaan, bahwa : bulan Muharam, Sapar dan Mulud harus berjalan ke Barat atau ke Utara, artinya Selamat atau Rahayu. Sekali-kali tidak boleh ke Timur atau ke Selatan (Sunda : mapag kala). Kalau kita selaraskan kepribadian Dalem Shalawat di dalam mengembangkan ajaran agama Islam, kita tautkan dengan Candrasangkala: 1830. "Gedening (0) kawruh (3) kersaning (8) Guru (1)", yang maksudnya : Berkembangnya ilmu pengetahuan karena bimbingan guru.

Tahun 1830-1832 Masehi, kepindahan dari Wanayasa ke Sindangkasih tidak mungkin sekaligus karena di tempat baru di distrik Sindangkasih tak mungkin dapat menampung sekaligus sarana bagi keperluan pusat pemerintahan Kabupaten  sebagai kenyataan di dalam tahun 1830 di distrik Sindangkasih itu masih memerlukan perluasan dengan harus membuka hutan belukar (Sunda : ngabukbak leuweung) sampai tahun 1832 yang tertunda karena kedatangan Cina Makao yang mengacaukan dan melakukan penggarongan. Dalam tahun 1835 baru reda dan dapat tertumpas sehingga di distrik Sindangkasih pada awal tahun 1836 setelah aman dari perusuh Cina Makao dimulainya pembangunan untuk pusat pemerintahan Kabupaten  sebagaimana dikemukakan di atas.

Menurut beberapa kalangan, tanggal ini yang dianggap sebagai hari jadi Purwakarta didasarkan pada ceritera tokoh masyarakat tempo dulu. Akan tetapi ceritera itu tidak jelas sumbernya. Versi inipun sulit dapat diterima. Ceritera turun temurun tanpa ditunjang oleh fakta dari sumber yang jelas dan kuat adalah informasi yang lemah bagi suatu peristiwa sejarah karena sejarah bukan dongeng dan bukan pula mitos. Menanggapi komentar kalangan tersebut, Ahmad Said Widodo sangat setuju.

Menurut Ahmad Said Widodo, bahwa sejarah kepindahan ibukota Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke Sindangkasih yang kemudian hari berganti nama menjadi Purwakarta oleh Bupati Raden Adipati Aria (R.A.A.) Soeriawinata (Dalem Shalawat), secara de facto terjadi pada tanggal 09 Januari 1830 Masehi. Hal ini berdasarkan beberapa sumber data sebagai sumber sekunder dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda (Nederlansche Indische), yaitu Java Bode. Sayangnya penulis belum menemukan sumber primernya.

Ahmad Said Widodo, dalam bukunya "Sumber-sumber Asli Sejarah Purwakarta", 2001-2021 yang versi temuannya didasarkan pada buku karya F. de Haan yang berjudul "Priangan: De Preanger-Regentschappen onder het Nederlandsch Bestuur Tot 1811", Batavia, 1912 yang merujuk tanggal 20 Juli 1831 berdasarkan Besluit 20 Juli 1831 No. 2 yang ditulis di Sindangkasih oleh Assistent Resident Krawang G. de Seriere yang arsipnya telah diketemukan oleh Ahmad Said Widodo di Arsip Nasional Republik Indonesia -- Jakarta pada hari Rabu Pon tanggal 07 Januari 2004 Masehi (14 Dzul-qa'dah 1424 Hijriyah) pada pukul 12.00-16.00 WIB dengan disaksikan oleh beberapa orang staf Sub Direktorat Pelayanan Arsip -- Arsip Nasional Republik Indonesia -- Jakarta setelah melalui serangkaian penelitian dan penelusuran sejarah Purwakarta yang cukup lama saat itu ( 2 tahun 4 bulan lamanya).

Jadi sesungguhnya hari jadi Purwakarta itu secara de jure adalah pada tanggal 20 Juli 1832. Berikut ini adalah catatan Penulis tentang persamaan kalendernya:

  • Tanggal Masehi: 20 Juli 1831, Rabu Budha
  • Tanggal Jawa: 09 Sapar 1759, Rebo Kliwon
  • Tanggal Hijriah: 09 Shafar 1247, Arba'a
  • Dina, Pasaran: Rebo, Kliwon
  • Windu, Lambang: Sangara, Kulawu
  • Warsa: Dal
  • Wuku: Galungan
  • Mangsa: Kasa-Kartika (22/06 s/d 01/08)
  • Candrasangkala: 1831 (Tunggal-Nala-Mangesti-Jagat)

Menurut Ahmad Said Widodo, hendaknya dicarikan atau diusahakan historis zakelijkheid dan juridis rechtzekerheid yang sebenar-benarnya dan yang sejujur-jujurnya agar terdapat Sejarah Purwakarta yang dapat dipercaya (credible).

Pertimbangan dalam menentukan tanggal untuk ditetapkan sebagai hari jadi, harus memperhatikan dan memenuhi ketentuan penulisan sejarah. Tanggal yang ditetapkan harus berasal dari sumber yang akurat, yaitu sumber yang memuat data atau menyampaikan informasi yang dapat dipercaya (credible). Penetapan tanggal harus melalui interpretasi, dalam melakukan interpretasi itu ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu: memperhatikan konteks permasalahannya dan interpretasi itu dilandasi oleh sikap objektif-rasional, bukan subjektif-emosional. Ketentuan tersebut berlandaskan metode sejarah, khususnya kritik sumber dan interpretasi data. Oleh karena itu dalam memilih tanggal hari jadi, ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat tersebut harus dipenuhi agar tanggal yang dipilih merupakan fakta sejarah yang kuat (hard fact). Dengan demikian, penetapan tanggal hari jadi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Besluit atau surat keputusan adalah sumber otentik dan mengandung makna yuridis formal. Secara metodologis, informasi dari sumber otentik, keakuratan dan keabsahannya dapat dipercaya. Oleh karena itu tanggal 23 Agustus 1830 yang sementara ini dianggap sebagai hari jadi Purwakarta menjadi gugur karena diketemukan fakta baru yang lebih kuat, yaitu tanggal 20 Juli 1831. Tanggal yang disebut terakhir bukan lagi merupakan data melainkan fakta sejarah yang kuat tentang peresmian kota bernama Purwakarta. Dengan kata lain, tanggal 20 Juli 1831 adalah tanggal berdirinya Purwakarta sebagai ibukota baru Kabupaten Karawang. Sejak tanggal 20 Juli 1831 itulah di wilayah Kabupaten Karawang terdapat kota bernama Purwakarta dengan status sebagai ibukota Kabupaten. Sudah menjadi kelaziman, tanggal peresmian suatu tempat atau bangunan dijadikan tanggal hari jadi tempat atau bangunan yang bersangkutan.

Sejarah Singkat Administratif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun