Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Rumah Sakit Bayu Asih Purwakarta

18 April 2019   17:05 Diperbarui: 30 Oktober 2022   17:33 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beliau beristerikan Rd. Wijarsih Prawiradilaga yang dilahirkan di Garut pada tanggal 19 April 1908 serta dikaruniai 5 orang anak; 2 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Catatan lainnya adalah, bahwa gaji yang diterimanya sebelum tanggal 01 Maret 1942 sebesar Nf 478 dan setelah 01 Maret 1942 sebesar Nf 314. Beliau memimpin rumah sakit ini hampir bersamaan waktunya dengan penyerangan Jepang atas Amerika Serikat di Pearl Harbour pada tanggal 7 Desember 1941. 

Dan selama pendudukan bala tentara Jepang di Indonesia beliau banyak berjasa bagi masyarakat Purwakarta. Bahkan beliau pernah sangat akrab bergaul dengan seseorang pasiennya yang pernah menolongnya untuk mendapatkan barang milik pribadi beliau yang telah dirampas oleh bala tentara pendudukan Jepang. Orang itu tak lain adalah Rd. Pardjan Partodihardjo Singoyudho bin Rd. Singoprawiro, seorang tokoh pejuang sipil dalam masa kemerdekaan di Purwakarta, yang melalui jasa baik seseorang lainnya yang bernama Gatot - yang diyakini cukup lancar berbahasa Jepang - mampu meminta kembali barang pribadi milik dr. Johannes Leimena-san.

Kelak di kemudian hari beliau (dr. Johannes Leimena) kita kenal sebagai salah seorang tokoh nasional yang cukup penting, antara lain pernah menjabat sebagai seorang menteri, yaitu Menteri Kesehatan (membawahi Kementerian / Departemen Kesehatan), yaitu antara lain dalam : Kabinet Mr. Amir Sjarifuddin I (03-07-1947 sd 11-11-1947); Kabinet Mr. Amir Sjarifuddin II (11-11-1947 sd 29-01-1948); Kabinet Drs. Mohammad Hatta I (29-01-1948 sd 04-08-1949); Kabinet Republik Indonesia Serikat (20-12-1949 sd 06-09-1950); Kabinet Mohammad Natsir (06-09-1950 sd 27-04-1951); Kabinet Dr. Soekiman Wirjosandjojo - Soewirjo (27-04-1951 sd 03-04-1952); Kabinet Mr. Wilopo (03-04-1952 sd 30-07-1953); Kabinet Mr. Ali Sastroamidjojo I (30-07-1953 sd 12-08-1955). Dan beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Sosial (yang membawahi Kementerian / Departemen Sosial) dalam Kabinet Karya (09-04-1957 sd 10-07-1959). Dan juga kemudian Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II di jaman Presiden RI I Ir. Soekarno, bersama-sama dengan dr. Soebandrio sebagai Waperdam I dan dr. Chaerul Saleh sebagai Waperdam III.

Sosok Leimena, yang akrab dipanggil Oom Jo, yang lahir di Desa Emma, Kecamatan Leitimur Selatan (Leitisel), Kota Ambon, pada 6 Maret 1905 dan meninggal dunia dalam usia 72 tahun di Jakarta pada 29 Maret 1977.

Ia adalah salah satu tokoh politik yang paling sering menjabat sebagai menteri kabinet Indonesia dan satu-satunya orang yang menjabat menteri selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus dalam 18 kabinet berbeda.

Semasa hidupnya, Oom Jo yang menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ini dikenal sebagai tokoh yang ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia II, tanggal 28 Oktober 1928, yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Ia juga aktif pada gerakan Oikumene dan dikenal sebagai salah satu pendiri GMKI, serta turut berperan dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI) pada 1950. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai ketua umum Partai Kristen Indonesia (Parkindo) mulai tahun 1950 hingga 1957.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, Oom Jo mengundurkan diri dari tugasnya sebagai menteri, tetapi ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) hingga 1973.

Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh asal Maluku, Dr Johannes Leimena, pada peringatan Hari Pahlawan, di Jakarta.

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Leimena tidak terlepas dari usulan yang dicetuskan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) yang didukung oleh Walikota Ambon, Drs. M.J. Papilaja, MS dan anggota DPRD Kota Ambon, sejak bulan April 2010 lalu.

Pada jaman pendudukan balatentara Jepang, selain Johannes Leimena, Kepala RS Zending "Bayu Asih", Purwakarta; menurut catatan yang Penulis temukan di Arsip Nasional RI dalam Arsip Daftar Nama Orang Indonesia Jang Terkemoeka Di Poelaoe Djawa, yang menjadi dokter dan bertugas di kabupaten Karawang yang beribukota di Purwakarta antara lain : Moetiono, dr. Dokter Kabupaten Karawang di Subang; Sadikoen Kepala Jawatan Kesehatan Kabupaten Karawang di Purwakarta; Soegeng Wirjodipoero, R. Wakil Penjabatan Kesehatan Rakyat Daerah Karawang di Purwakarta; Soeratman Sastrowardojo, drh. R. Dokter Hewan, Purwakarta. Sampai terjadinya perang kemerdekaan pertama (21 Juli 1947) yang sering kita sebut sebagai Agresi Militer Belanda I atau yang oleh kalangan militer Belanda disebut sebagai "Politionele Actie I (Eerste)", di rumah sakit ini tidak terjadi kesibukan-kesibukan yang luar biasa.

Penderita sakit dan para korban perang termasuk para pemuda pejuang yang terluka di front-front sekitar Purwakarta yang keadaannya agak berat diteruskan ke rumah sakit di Subang (pimpinan dr. Soekono) atau ke Rumah Sakit Bayu Asih di Purwakarta. Rumah Sakit Bayu Asih di Purwakarta yang sudah disebut di atas, pada saat itu merupakan "basic hospital" bagi front Jakarta Timur. Rumah sakit yang cukup besar dan mempunyai fasilitas dan perlengkapan yang lumayan itu, dipimpin oleh dr. Soehardi Hardjoloekito. Pula dr. Soegiri (Ahli Kesehatan Anak) dan dr. Poedjono merupakan tenaga tetap, sedang dr. Admiral di situ sebagai dokter pengungsi dari Bandung. Fungsi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta dijabat oleh dr. Soegeng. Selama beliau mendapat cuti sakit, pekerjaan dilaksanakan oleh dr. Admiral. Dokter lain yang berada di Purwakarta tetapi meninggalkan profesinya dan memilih bidang kelaskaran dalam menunjang perjuangan, ialah dr. Sadikoen, yang bermarkas di Gunung Putri, tidak jauh dari batas kota Purwakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun