Suatu hari penulis berada di salah satu puskesmas yang ada di Kota Metro Lampung, tepatnya Puskesmas Margorejo kecamatan Metro Selatan. Pada awalnya penulis ingin bertemu dengan salah satu tenaga kesehatan (Nakes) disitu, mbak Mauliyah namanya, untuk sebuah urusan pekerjaan. Akan tetapi, penulis sempat tertegun saat masuk pintu depan puskesmas Margorejo melihat sebuah wawancara seseorang pembuat konten video dengan penyandang disabilitas. Â "Nama saya Yulianingsih, warga Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro Lampung. Usia saya 35 tahun, sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Saya penyandang disabilitas, memiliki satu orang anak. Suami saya bekerja sebagai tukang bangunan". Demikian mbak Yulia mperkenalkan diri dalam segmen wawancara pembuatan video yang dipandu oleh seseorang, yg belakangan penulis kenali sebagai seorang pegiat WASH in HCF sebuah organisasi non pemerintah yakni Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) dari Bandar Lampung.
"WASH in HCF (Water, Sanitation and Hygiene in Healthcare Facility) merupakan program yg digagas oleh YKWS bekerjsama dengan SNV-Simavi Belanda untuk peningkatan layanan fasilitas Air, Sanitasi dan Kebersihan di puskesmas menuju pelayanan puskesmas yang inklusif. Program ini menyasar 4 puskesmas di Kota Metro sebagai pilot project, salah satunya puskesmas Margorejo ini". Demikian penjelasan lirih salah seorang kru pembuatan video, Andre, kepada saya dg berbisik, sebab khawatir menganggu proses shooting. "Itu yang memandu mbak Yulia adalah ibu direktur YKWS namanya bu Febri", kata Andre.
"Dulu setiap saya ke puskesmas pasti kesulitan untuk mendapatkan akses pelayanan, mulai dari tidak adanya kursi roda, tidak ada bidang miring, apalagi kalo masuk toilet, toiletnya jongkok, sudah gitu kotor. Toiletnya sempit tidak bisa untuk masuk kursi roda. Padahal saya orang yg memiliki keterbatasan fisik, tidak bisa memggunakan fasilitas itu". Begitu kata Yulia dalam salah satu adegan pernyataannya.Â
Kemudian Yulia melanjutkan, ".. Beruntung saya bisa ketemu dengan mas Anggi, seorang Fasilitator Program WASH Kota Metro, yang mengajak saya untuk diskusi tentang peningkatan layanan fasilitas Air, Sanitasi dan Kebersihan dipuskesmas. Â Ketertarikan saya pada awalnya adalah pernyataan sang Fisilitator dalam pembukaan diskusinya. Katanya, bahwa sudah seharus pelayanan fasilitas Air, Sanitasi dan Kebersihan di puskesmas itu ramah terhadap disabilitas. Karena penyandang disabilitas juga punya hak yg sama, sebagaimana manusia normal lainnya. Dari situ saya menjadi bersemangat mengikuti kegiatan ini. Tujuannya agar saya bisa mewakili teman-teman penyandang disabilitas untuk memperjuangkan pelayanan fasilitas puskesmas yg bisa diakses untuk semua, termasuk disabilitas, kelompok lansia dan juga anak"..Â
Pernyataan mbak Yulia yg saya dengar tanpa sengaja itu, "MAK JLEB" langsung menusuk perasaan penulis, betapa masih ada, disaat orang lain sdh berfikir tentang dirinya sendiri, namun sosok Yulia yg disabel ini masih mau memikirkan orang lain. Sontak penulis berhenti dan duduk dideretan para kru pembuat video, pengin ngobrol lebih jauh dengan mbak Yulia salah satu pemeran dalam video tersebut pasca shooting. Cukup lama penulis menunggu, sebab untuk pengambilan gambar dan narasi khusus mbak Yulia ini membutuhkan kesabaran tersendiri bagi kru pembuat video sebab berkali-kali harus "cut" dan roll on camera kembali.
Akhirnya penulis berkesempatan ngobrol sebentar dengan mbak Yulia usai shoting pengambilan gambar untuk  video pembelajaran WASH in HCF. Penulis bertanya, apa motivasi mbak Yulia ikut kegiatan di Pokja WASH Metro Selatan ini? Yulia menjawab, saya ini penyandang disabilitas mas, saya merasa senang dilibatkan disini, ini sesuatu penghargaan yg luar biasa bagi saya. Sebab jarang sekali orang mau ngajak saya untuk diskusi dan melakukan sesuatu untuk kepentingan saya disabilitas dan teman2 yg seperti saya ini. Jadi saya bersamangat karena bisa berbuat kebaikan kepada orang lain. Meskipun dengan segala keterbataaan saya ya mas.
Penulis melanjutkan bertanya. Apakah pemerintah peduli dengan orang-orang seperti mbak Yulia? Jawaban Yulia, saya tidak tau mas, seperti apa bentuk kepeduliannya. Tetapi kalo dipuskesmas ini memang semenjak saya mulai aktif di Pokja WASH Metro Selatan, sudah ada perubahan jauh. Sekarang fasilitas puskesmas Margorejo ini sudah ada kursi roda, ada bidang miring untuk dilalui kursi roda, ada toilet duduknya, kursi roda sudah bisa masuk kedalam kamar mandi. Disediakan fasilitas MKM (Menejemen Kesehatan Menstruasi) fisalah satu toiletnya. Pokoknya sudah banyaklah perubahannya.
Bagaimana dengan kantor-kantor pemerintah yang lain, tanya penulis selanjutnya. Saya nggak tahu mas, wong saya gak pernah ke kantor-kantor yang lain. Cuma kalo di kantor kelurahan tempat saya sih belum ada fasilitas untuk disabel seperti ini. Padahal jumlah kami ini di Metro banyak lo mas, kata Yulia.
Satu lagi mbak pertanyaan saya, apa harapan mbak Yulia kepada pemerintah dan masyarakat umumnya terhadap penyandang disabilitas? Jawab Yulia, kepada pemerintah, berikan kami fasilitas dan pelayanan yg memudahkan kami bisa mengakses semua hal. Lengkapi sarana-sarana untuk penyandang disabilitas dikantor-kantor pemerintah, seperti kursi roda, adanya bidang miring dan lainnya. Harapan lain kepada pemerintah dan masyarakat umumnya jangan menganggap kami ini mahluk yg perlu "dikasihani" tetapi kami perlu dihargai sebagaimana manusia lainnya. Kami bisa kok. Kami penyandang disabilitas ini juga punya hak untuk hidup layak sebagaimana lainnya, hanya ukuran layak kami berbeda dengan layaknya manusia normal. Pokoknya berikan kepada kami fasilitas yang memungkinkan kami berkembang. Kami punya keahlian masing-masing, pemerintah sudah saatnya membantu kami para penyandang disabilitas. Jika perlu berikan kami permodalan usaha. Kalaupun tidak hibah, pinjami kami modal tanpa bunga. Selanjutnya agar usaha kami berkembang dampingi kami, ajari kami pembukuan, ajari  pemasaran dan lain-lainnya. Insyallah kami  jalan. Itu saja sudah cukup bagi kami.
Sampai disini penulis berkaca-kaca dan tak terasa subutir air mata menetes tak terasa.
Apa itu Penyandang Disabilitas?
Sebagai pemahaman bersama penulis sedikit akan mengurai UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pada pasal 1 ayat 1 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa "Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak".Â
Berdasarkan pasal tersebut diatas, penulis berkesimpulan, sesungguhnya penyandang disabilitas itu bukan semata karena faktor bawaan lahir, akan tetapi bisa karena kecelakaan, dan bahkan karena faktor lain yg bisa menyebabkan terjadinya keterbatasan fisik dalam jangka waktu lama yang mengakibatkan adanya hambatan dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Sebagai contoh, dahulu mata kita sehat tanpa gangguan apapun untuk melihat dan membaca. Tetapi seiring pertambahan usia, banyak orang yg tidak bisa membaca atau melihat tanpa alat bantu yg berupa kacamata. Artinya, bahwa bisa saja kita akan mengalami hal serupa dg yg dialami oleh penyandang disabilitas jika tanpa menggunakan alat bantu.
Oleh karena itu, perlu kita semua menyadari betapa pentingnya kita peduli terhadap penyandang disabilitas. Jangan pernah membedakan hak sebagai warga masyarakat. Berikan kesempatan kepadanya dan jangan pernah lakukan diskriminasi terhadapnya.
Ayat 2 pasal 1 UU 8/2016 mengatakan, "Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat". Sementara di ayat 3 dijelaskan "Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas".
Penulis juga melihat pada pasal 5 terdapat hak-hak Penyandang Disabilitas meliputi hak untuk :
a. hidup;
b. bebas dari stigma;
c. privasi;
d. keadilan dan perlindungan hukum;
e. pendidikan;
f. pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi;
g. kesehatan;
h. politik;
i. keagamaan;
j. keolahragaan;
k. kebudayaan dan pariwisata;
l. kesejahteraan sosial;
m. Aksesibilitas;
n. Pelayanan Publik;
o. Pelindungan dari bencana;
p. habilitasi dan rehabilitasi;
q. Konsesi;
r. pendataan;
s. hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat;
t. berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi;
u. berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan
v. bebas dari tindakan Diskriminasi, penelantaran,
penyiksaan, dan eksploitasi.Â
Jelaslah, bahwa hak-hak disabilitas jiga sama dengan hak manusia normal lainnya. Pertanyaannya siapa yg bisa menjamin memenuhi hak-hak tersebut.
Peran Negara.
Pada suatu kesempatan Plt. Asisten Deputi Bidang Disabilitas dan Lansia Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Ade Rustama menjelaskan, saat ini pemerintah telah berupaya memenuhi hak-hak penyandang disabilitas untuk menciptakan Indonesia yang inklusif.
Berbagai regulasi yang ada yakni UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan menetapkan PP No 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, nampaknya cukup menjadi modalitas yang kuat. Tinggal kita bersama-sama mengawal memastikan bahwa regulasi ini betul-betul bisa terimplementasi dengan baik. Terutama untuk penghormatan perlindungan hak-hak disabilitas.
Masih menurut Ade, selain menggunakan landasan regulasi tersebut, pemerintah bersama bersama organisasi non pemerintah (Jaringan Pegiat dan Organisasi Disabilitas Indonesia -JPODI) juga memperkuatnya dengan membuat Indikator Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas atau Disability Rights Indicators (DRI) sejak April 2021. Indikator ini berisi berbagai indikator pemenuhan hak disabilitas, yaitu dalam berbagai sektor kehidupan, pengembangan potensi pada penyandang disabilitas, dan pemantauan hak disabilitas.
Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana upaya Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di daerah kabupaten/kita dan propinsi? Apakah kemudian ide-ide baik seperti yg disampaikan Ade Rustama dari Kemenko PMK diatas bisa ditindaklanjuti? Sebab hingga saat ini ketika penulis menggeladak informasi ke pememerintahan di dareah di propinsi Lampung, tidak ada daya tekan yang kuat dengan regulasi-regulasi yg disebut diatas.Â
Seperti di Kota Metro Lampung, ada Perda No. 13 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas, akan tetapi bagaimana pelaksanaannya. Sejauh yang penulis tahu, belum ada perjalanan yg signifikan pemenuhan hak-hak disabilitas, kecuali program charity yg diberikan oleh Dinas Sosial Kota Metro. Seandainya kantor-kantor resmi pemerintah Kota Metro sudah membangun akses pelayanan yg ramah disabel, tentu mabk Yulia diatas tidak akan menjerit. Begitu juga dengan Yulia-yulia yang lain di kota kecil ini..Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H