Kehidupan empat saudara tersebut bagaikan anjing -- anjing jalanan yang tidak punya tempat tinggal, makananya sisa -- sisa dari seorang pejabat, minumannya air kencing dari seorang pengusaha. Bagaimana tidak sungai yang dulu saat kecil di jadikan tempat untuk minum sekarang sebagai aliran limbah dari pabrik -- pabrik yang tidak tahu diri, sunggu rakyat jelata Langlang bersedih melihat lelucon yang ada.
"andaikan ibu melihat ini, apa ya yang akan ibu lakukan?" Tanya Buana kepada adek -- adeknya
"Mungkin ibu akan demo?" saut Langlang
"Atau ibu akan bergabung dengan  partai - partai ikut peran mengatur Negara?" saut lagi Bara. Melihat percakapan tersebut Gundawa hanya geleng -- geleng sambil ngelus dada. Gundawa hanya bisa pakai bahasa  insyarat yang hanya bisa di pahami oleh Buana.
"Yang kalian katakan itu bukan sifat seorang ibu, saya yakin ibu kita sabar, ibu kita pasrah, meski yang lain pada menari -- nari di atas penderitaan rakyat seperti kita salah satu jalan keluarnya hanyalahTuhan. Bukan ini itu apa lagi sampai keluar umpatan kebencian yang membuat dendam" Gundawa mengangguk -- ngangguk mendengar perkataannya yang di sangka sepemikiran.
Kehidupan yang penuh persaingan ini kadang juga mencekik leher pemuda jalanan seperti mereka. Terlantar, di anggap bodoh, tidak punya masa depan, bahkan sudah di anggap angin yang lewat tidak pernah ada perhatian. Padahalnya mereka hidup bagaikan anjing -- anjing jalanan karena tidak punya keluaga, bukan factor kemiskinan, bukan faktor pendidikan yang padahal cita- cita masih bisa kita nikmati yang kadang itu juga selalu terhambat. Seperti halnya Gundawa memiliki cita -- cita sebagai polisi, tapi sayang telinganya tuli, mulutnya bisu siapa yang mau membiayainya? Kok yang cacat orang sehat saja kadang nggak di terima karena kalah dengan orang yang punya dana. Sungguh rakyat jelat
Tapi bagi mereka anjing sebutan paling cocok buatnya, meski banyak orang yang menganggap najis, jijik, tidak tahu diri tapi sebenarnya anjing tidak mau melukai manusia tanpa perintah dan didikan majikannya.
Beda sama bajing meskipun dia pintar loncat sana sini memilah milah makanan mana yang enak dan tidak, sekali mengambil tanpa bilang siapapun itu juga tetap maling. Begitulah perjalanan anak jalanan yang sangat butuh perhatian.
---------------------------
Bacar cerita selanjutnya : https://www.kompasiana.com/ahmad11/5c30293312ae941399398243/puing-puing-debat-anti-cenil-vs-anti-getuk?page=2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H