Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Pendidikan, Peneliti, Pengabdian Kepada Masyarakat-Pendiri Pembina Yayasan Pendidikan Al-Misbah Cipadung Bandung- Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca dan Menulis Dengan Moto Belajar dan Mengabdi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menghindari Persaingan Destruktif dalam Persahabatan

29 Mei 2024   10:48 Diperbarui: 31 Mei 2024   13:31 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia akan segera memasuki era bonus demografi pada tahun 2030, di mana jumlah penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya. Potensi ini dapat menjadi peluang emas untuk kemajuan bangsa jika dimanfaatkan dengan baik. 

Namun, untuk memastikan generasi muda siap menghadapi tantangan ini, penting bagi mereka untuk berada dalam lingkungan yang mendukung pertumbuhan pribadi dan profesional mereka. 

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah hubungan persahabatan, terutama menghindari toxic friendship yang dapat merusak semangat dan produktivitas. 

Artikel ini akan membahas ciri pertama dari toxic friendship menurut Susan Heitler, PhD, yaitu menganggap "persaingan" sebagai ancaman, dan bagaimana hal ini bisa mempengaruhi talenta muda di Indonesia. Mari kita breakdown, satu-persatu: 

Pertama: Persaingan yang Sehat vs. Destruktif Dalam persahabatan yang sehat, persaingan bisa menjadi motivasi positif yang mendorong individu untuk mencapai potensi maksimal mereka. 

Persaingan semacam ini dapat meningkatkan kreativitas, inovasi, dan semangat kerja sama. Namun, dalam toxic friendship, persaingan berubah menjadi destruktif. 

Teman yang selalu berusaha mengalahkan atau menjatuhkan Anda tidak hanya menguras energi tetapi juga mempengaruhi mental dan emosional Anda. 

Talenta muda yang terjebak dalam hubungan seperti ini mungkin merasa tertekan dan kehilangan fokus untuk berkembang secara produktif.

Kedua: Dampak Negatif pada Pengembangan Diri Dalam konteks bonus demografi, di mana Indonesia membutuhkan generasi muda yang siap bersaing secara global, dampak negatif dari toxic friendship dapat sangat merugikan. 

Persaingan destruktif dalam persahabatan dapat mengalihkan perhatian dari tujuan utama, yaitu pengembangan diri dan profesional. 

Alih-alih berfokus pada peningkatan keterampilan dan pencapaian pribadi, talenta muda mungkin terjebak dalam siklus negatif yang menghambat kemajuan mereka. 

Ini bisa berakibat pada kurangnya kepercayaan diri, menurunnya produktivitas, dan bahkan kesehatan mental yang terganggu.

Ketga: Strategi Menghindari Toxic Friendship Untuk mempersiapkan diri menghadapi era bonus demografi, talenta muda harus mampu mengidentifikasi dan menghindari toxic friendship. 

Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain: 

1) Membangun Jaringan yang Positif: Cari teman yang mendukung dan mendorong Anda untuk berkembang. Lingkungan yang positif akan membantu Anda tetap termotivasi dan fokus pada tujuan. 

2) Mengembangkan Keterampilan Emosional: Tingkatkan kemampuan untuk mengelola emosi dan situasi sosial. Dengan memahami diri sendiri dan orang lain, Anda bisa lebih mudah mengenali tanda-tanda toxic friendship. 

3) Berani Mengambil Keputusan: Jika persahabatan mulai merugikan, berani untuk mengambil langkah tegas. Memutuskan hubungan yang tidak sehat bisa menjadi langkah awal untuk meraih kehidupan yang lebih baik dan produktif.

Singkatnya, memahami dan menghindari toxic friendship, terutama yang melibatkan persaingan destruktif, sangat penting bagi talenta muda Indonesia. 

Dalam menyongsong era bonus demografi 2030, generasi muda perlu berada dalam lingkungan yang mendukung dan memotivasi untuk mencapai potensi maksimal mereka. 

Maka, dengan membangun jaringan pertemanan yang positif dan mengembangkan keterampilan emosional, mereka dapat menghadapi tantangan dengan lebih baik dan berkontribusi secara signifikan bagi kemajuan bangsa. Wallahu A'lam Bishowab.

Oleh: Ahmad Rusdiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun