Pembangunan infrastruktur dan gedung yang mengabaikan aspek lingkungan sering kali mengakibatkan peningkatan permukaan kedap air, seperti beton, aspal, atau material padat lainnya. Permukaan kedap air ini menghalangi proses resapan air hujan ke dalam tanah. Dalam kondisi normal, air hujan akan diserap oleh tanah, melalui infiltrasi, yang berfungsi sebagai mekanisme alami untuk menampung dan mengalirkan air ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam. Namun, ketika permukaan tanah tertutup material keras seperti beton atau aspal, kemampuan tanah untuk menyerap air secara signifikan berkurang.
Akibatnya, air hujan yang tidak dapat diserap akan mengalir ke saluran drainase. Drainase yang seringkali tidak dirancang atau tidak memadai untuk menampung volume air yang besar, terutama saat curah hujan tinggi, tidak mampu mengalirkan air secara efektif. Saluran drainase yang tersumbat atau kapasitasnya terbatas akan menyebabkan air meluap ke permukaan, membanjiri jalanan, dan menggenangi kawasan pemukiman atau area lainnya.
Selain itu, pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan sering kali tidak memperhitungkan perlunya sistem drainase yang optimal, area resapan air, atau ruang terbuka hijau yang cukup untuk menampung air hujan. Ketika permukaan kedap air semakin luas, sistem drainase yang ada menjadi tidak efektif, memperburuk potensi banjir. Oleh karena itu, pembangunan yang mengabaikan aspek lingkungan berkontribusi besar terhadap peningkatan frekuensi dan intensitas banjir di daerah perkotaan.
4. Kerusakan Ekosistem
Deforestasi dan penebangan liar telah memberikan dampak besar terhadap keseimbangan hidrologis di banyak wilayah, termasuk di Indonesia. Hutan memiliki peran penting dalam menjaga siklus air dengan cara menyerap dan menahan air hujan. Akar pohon yang kuat membantu menahan air hujan agar tidak langsung mengalir ke permukaan tanah, serta memperlambat aliran air ke sungai atau saluran drainase. Selain itu, vegetasi di hutan juga berfungsi untuk meningkatkan proses infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mencegah genangan dan memperkecil potensi banjir.
Namun, ketika kegiatan deforestasi dan penebangan liar terjadi, terutama di hutan hujan tropis, fungsi-fungsi tersebut terganggu. Penebangan pohon mengurangi jumlah vegetasi yang dapat menyerap air hujan. Tanah yang sebelumnya terlindungi oleh lapisan tanaman menjadi lebih rentan terhadap erosi dan kehilangan kemampuannya untuk menahan air. Tanpa pohon-pohon yang berfungsi sebagai penahan air, air hujan langsung mengalir di permukaan tanah, membawa serta sedimen, lumpur, dan material lainnya, yang dapat menyumbat saluran air dan memperburuk kondisi banjir.
Selain itu, hilangnya hutan juga mengurangi kemampuan ekosistem untuk mengatur siklus air, yang berarti aliran air lebih cepat dan tidak terkendali. Air yang seharusnya meresap ke dalam tanah atau mengalir perlahan melalui akar pohon, kini lebih cepat menuju permukaan, meningkatkan volume air yang mengalir ke sungai atau drainase. Akibatnya, banjir menjadi lebih parah dan lebih sering terjadi, terutama di daerah yang sebelumnya memiliki hutan lebat yang berfungsi sebagai penahan air.
5. Kondisi Topografi
Bentuk permukaan bumi atau topografi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap risiko terjadinya banjir, terutama di daerah dengan topografi curam. Pada daerah dengan kemiringan tanah yang tinggi, aliran air hujan cenderung bergerak dengan kecepatan lebih cepat. Ketika hujan turun, air tidak memiliki banyak waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehingga mengalir langsung ke bawah dengan laju yang lebih cepat, membawa serta material seperti tanah, bebatuan, dan sampah.
Di daerah dengan topografi curam, air hujan yang mengalir dengan cepat bisa menyebabkan terjadinya banjir bandang. Banjir bandang adalah jenis banjir yang terjadi dalam waktu singkat dengan volume air yang besar, yang disertai oleh lumpur dan material lain yang terbawa oleh aliran air. Material-material ini dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan sekitar, merusak tanaman, infrastruktur, dan bahkan membahayakan keselamatan manusia.
Selain itu, daerah dengan topografi curam seringkali lebih rawan terhadap erosi. Ketika tanah tidak dapat menahan air dengan baik, lapisan tanah atas dapat terkikis dan terbawa oleh aliran air, memperburuk kondisi dan mempercepat terjadinya banjir. Kehilangan vegetasi atau penutupan permukaan tanah yang lebih padat (seperti pembangunan) juga memperburuk kondisi ini, karena tidak ada lagi penghalang alami yang dapat memperlambat aliran air.