Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengapa Islam Mengharamkan Daging Babi? Pemahaman Mendalam dari Segi Kesehatan, Spiritual, dan Hukum

1 Desember 2024   09:31 Diperbarui: 1 Desember 2024   09:47 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/officialdetikcom 

Daging babi telah menjadi salah satu jenis pangan yang sering menjadi topik diskusi dalam berbagai aspek, baik dari sudut pandang agama, budaya, maupun kesehatan. Dalam Islam, larangan mengonsumsi daging babi ditegaskan secara eksplisit dalam Al-Qur'an dan menjadi bagian penting dari prinsip keimanan umat Muslim. Larangan ini tidak hanya sekadar aturan agama, tetapi juga mengandung nilai-nilai mendalam yang mencakup aspek kesehatan, kebersihan, serta dampak spiritual bagi pemeluknya.

Memahami alasan di balik pengharaman ini menjadi penting, terutama dalam konteks modern, di mana umat Muslim hidup berdampingan dengan komunitas yang memiliki kebiasaan konsumsi berbeda. Artikel ini akan mengupas berbagai hikmah dari perspektif Islam mengenai pengharaman daging babi, termasuk kaitannya dengan kesehatan, spiritualitas, dan implikasi sosial dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Dengan memahami hal ini, diharapkan dapat memperkuat keyakinan dan memberikan wawasan yang mendalam tentang harmoni antara ajaran agama dan kehidupan manusia.

Alasan Pengharaman Daging Babi

1. Dalil Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT secara tegas melarang konsumsi daging babi melalui beberapa ayat yang menjadi pedoman bagi umat Muslim. Salah satu ayat yang terkenal adalah Surah Al-Baqarah (2:173):

"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih atas nama selain Allah..."

Ayat ini menunjukkan bahwa daging babi termasuk dalam kategori makanan yang diharamkan secara mutlak, tanpa kecuali, kecuali dalam keadaan darurat untuk menjaga kelangsungan hidup. Selain itu, larangan ini juga ditegaskan dalam Surah Al-Ma'idah (5:3) dan Surah Al-An'am (6:145), yang mengulang pesan serupa, sehingga memperkuat ketentuan ini sebagai perintah langsung dari Allah SWT.

Hikmah dari Larangan

a. Ilmu Allah SWT Meliputi Segala Sesuatu

Allah SWT, sebagai Sang Pencipta, mengetahui segala sesuatu yang terbaik untuk hamba-Nya, termasuk makanan yang baik dan buruk untuk dikonsumsi. Larangan mengonsumsi daging babi didasarkan pada hikmah yang sering kali tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh manusia, baik secara medis maupun spiritual. Hal ini mengajarkan umat Muslim untuk tunduk dan patuh kepada aturan Allah SWT sebagai bentuk keimanan dan ketaatan.

b. Aspek Kesehatan

Daging babi diketahui dapat menjadi sumber penyakit, seperti trichinosis yang disebabkan oleh cacing Trichinella spiralis. Selain itu, struktur lemak pada daging babi berbeda dengan hewan lain, yang dianggap kurang sehat dan dapat memicu berbagai masalah kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan. Hikmah ini semakin relevan dengan perkembangan ilmu kesehatan modern.

c. Pembersihan Spiritual

Larangan daging babi juga memiliki dimensi spiritual. Dengan menghindari makanan yang diharamkan, seorang Muslim melatih dirinya untuk menjaga kesucian batin dan fisik, sehingga lebih mudah mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dengan memahami hikmah di balik larangan ini, umat Muslim diajak untuk menyadari bahwa setiap perintah Allah SWT memiliki tujuan yang baik dan mendalam, baik untuk kehidupan di dunia maupun akhirat. Hal ini juga mencerminkan kasih sayang Allah SWT yang senantiasa memelihara umat-Nya melalui panduan hidup yang sempurna.

2. Status Najis

Dalam Islam, babi dikategorikan sebagai hewan yang najis mughallazhah atau najis berat. Status ini tidak hanya berlaku pada kotorannya, melainkan meliputi seluruh bagian tubuhnya, termasuk daging, lemak, kulit, bahkan air liurnya. Ketetapan ini berdasarkan pemahaman ulama terhadap dalil-dalil syar'i dan sifat-sifat babi yang dianggap tidak sesuai dengan standar kesucian dalam Islam.

a. Konsep Najis dalam Islam

Dalam ajaran Islam, najis mengacu pada sesuatu yang dianggap tidak suci secara syar'i dan dapat mempengaruhi kebersihan seorang Muslim, baik secara fisik maupun spiritual. Najis mughallazhah adalah tingkat najis yang paling berat, yang mensyaratkan cara tertentu untuk menyucikannya, seperti mencuci dengan air sebanyak tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah (berdasarkan hadis Nabi SAW mengenai najis anjing, yang juga berlaku untuk babi).

b. Seluruh Tubuh Babi Termasuk Najis

Ulama sepakat bahwa najis babi mencakup seluruh bagian tubuhnya, baik dalam keadaan hidup maupun setelah disembelih. Dalil tentang najisnya babi secara keseluruhan dijelaskan dalam Surah Al-An'am (6:145):

"Katakanlah: Tidak aku temukan dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan untuk dimakan oleh orang yang ingin memakannya selain bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya itu adalah najis..."

Kata rijsun (kotor) dalam ayat ini menunjukkan bahwa babi dianggap sebagai makhluk yang tidak suci, sehingga tidak layak untuk dimanfaatkan dalam bentuk apapun yang melibatkan konsumsi langsung.

c. Implikasi Najisnya Babi

  • Larangan Konsumsi: Karena seluruh tubuh babi termasuk najis, daging babi tidak boleh dikonsumsi dalam kondisi apapun kecuali dalam keadaan darurat yang membahayakan nyawa.
  • Ketidaksucian dalam Penggunaan Lain: Penggunaan kulit babi untuk barang-barang seperti pakaian atau alas juga dihindari dalam Islam, meskipun telah melalui proses penyamakan.
  • Kebersihan Spiritual: Status najis ini tidak hanya berfungsi sebagai aturan kebersihan fisik, tetapi juga sebagai peringatan agar umat Muslim menjaga kesucian jiwa dan tidak mengonsumsi sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah SWT.

d. Hikmah di Balik Ketentuan Ini

Ketidaksucian babi juga mengandung pesan moral dan spiritual. Islam mengajarkan pentingnya menjaga diri dari sesuatu yang secara fisik atau simbolis dapat mencemari jiwa. Larangan ini juga memperkuat kesadaran umat Muslim untuk selalu menjaga kebersihan, baik jasmani maupun rohani.

Dengan memahami najisnya babi sebagai aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT, umat Muslim dapat semakin memahami nilai-nilai kebersihan dan ketaatan dalam ajaran Islam, yang bertujuan melindungi manusia dari segala hal yang merugikan, baik di dunia maupun di akhirat.

3. Risiko Kesehatan

Penelitian ilmiah telah mengungkapkan berbagai risiko kesehatan yang terkait dengan konsumsi daging babi. Risiko ini terutama disebabkan oleh kandungan parasit, bakteri, dan sifat biologis daging babi yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Berikut adalah penjelasan mengenai penyakit yang dapat ditimbulkan oleh konsumsi daging babi:

a. Infeksi Parasit

Daging babi dapat menjadi media bagi beberapa jenis parasit yang berbahaya, di antaranya:

1) Cacing Pita (Taenia solium)

Cacing pita yang berasal dari daging babi dapat menyebabkan infeksi serius, yaitu taeniasis dan cysticercosis.

  • Taeniasis terjadi ketika manusia mengonsumsi daging babi yang tidak dimasak dengan sempurna, mengakibatkan cacing pita berkembang dalam saluran pencernaan.
  • Cysticercosis terjadi ketika larva cacing pita menyebar ke otot, jaringan tubuh, atau bahkan otak, menyebabkan gejala neurologis seperti kejang.

2) Trichinella spiralis

Parasit ini menyebabkan penyakit trichinosis, yang gejalanya meliputi diare, nyeri otot, demam tinggi, dan dalam kasus berat, komplikasi pada jantung atau sistem saraf. Larva Trichinella dapat bertahan hidup dalam otot manusia setelah konsumsi daging babi yang terkontaminasi.

b. Infeksi Bakteri

Daging babi juga dapat menjadi sumber bakteri patogen, terutama jika tidak ditangani atau dimasak dengan benar.

1) Salmonella

Infeksi bakteri ini dapat menyebabkan gejala seperti diare, demam, dan nyeri perut. Dalam kasus tertentu, Salmonella dapat menyebar ke aliran darah, menyebabkan komplikasi serius.

2) Yersinia enterocolitica

Bakteri ini sering ditemukan dalam daging babi mentah. Infeksinya dapat menyebabkan gejala mirip dengan usus buntu, seperti demam, nyeri perut, dan diare berdarah.

c. Penyakit Degeneratif

Konsumsi daging babi juga dikaitkan dengan penyakit degeneratif, terutama ketika daging tersebut dikonsumsi secara berlebihan:

1) Kolesterol Tinggi dan Penyakit Kardiovaskular

Daging babi, terutama bagian yang mengandung lemak tinggi, dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL). Hal ini meningkatkan risiko aterosklerosis, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.

Kanker:Konsumsi daging olahan dari babi, seperti bacon dan sosis, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker usus besar. Proses pengolahan seperti pengasapan dan penggaraman menghasilkan senyawa karsinogenik yang dapat merusak DNA.

d. Penyebab Kontaminasi Alami

Selain parasit dan bakteri, babi dikenal memiliki metabolisme yang cepat, sehingga racun yang masuk ke tubuhnya tidak sepenuhnya dikeluarkan. Akibatnya, racun ini dapat tersimpan dalam jaringan tubuh babi dan berpotensi membahayakan manusia yang mengonsumsinya.

e. Pencegahan dalam Islam

Larangan konsumsi daging babi dalam Islam mengandung hikmah yang besar, salah satunya melindungi manusia dari berbagai penyakit ini. Prinsip ini juga selaras dengan temuan ilmiah yang menguatkan bahwa daging babi memiliki risiko tinggi bagi kesehatan.

Dengan memahami bukti ilmiah ini, umat Muslim dapat melihat bahwa aturan agama tidak hanya bersifat spiritual tetapi juga praktis untuk menjaga kesehatan dan kualitas hidup. Larangan ini adalah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya, yang memberikan panduan untuk hidup lebih sehat dan terhindar dari bahaya.

4. Kebiasaan Makan Babi

Babi dikenal sebagai hewan dengan kebiasaan makan yang tidak bersih, yang sering kali mencakup mengonsumsi kotoran, sisa makanan busuk, dan benda-benda najis lainnya. Kebiasaan ini bukan hanya mencerminkan pola makan babi yang tidak sehat tetapi juga memiliki implikasi serius terhadap kesehatan manusia jika daging babi dikonsumsi. Berikut adalah penjelasan mengenai hubungan kebiasaan makan babi dengan kandungan kuman penyakit yang berbahaya:

a. Kebiasaan Makan Babi yang Tidak Bersih

Babi adalah hewan omnivora yang tidak selektif dalam makanannya. Mereka sering kali mengonsumsi:

  • Kotoran hewan lain, termasuk kotoran mereka sendiri.
  • Sampah, termasuk makanan busuk dan bahan-bahan yang sudah terkontaminasi.
  • Benda-benda najis seperti sisa-sisa bangkai hewan.

Kebiasaan makan ini membuat tubuh babi menjadi tempat berkembang biak bagi berbagai mikroorganisme berbahaya, termasuk bakteri, virus, dan parasit yang dapat berpindah ke manusia melalui konsumsi dagingnya.

b. Akumulasi Racun dan Patogen

Karena metabolisme babi yang cepat, racun dan patogen dari makanan yang mereka konsumsi tidak dikeluarkan sepenuhnya dari tubuh. Hal ini menyebabkan akumulasi racun dan mikroorganisme di jaringan tubuh, termasuk daging dan lemaknya. Akibatnya, daging babi sering kali mengandung:

  • Bakteri patogen, seperti Salmonella dan Yersinia enterocolitica.
  • Virus, seperti Hepatitis E, yang diketahui dapat menyebar melalui konsumsi daging babi yang terkontaminasi.
  • Parasit, seperti cacing pita (Taenia solium) dan Trichinella spiralis, yang dapat menyebabkan penyakit serius pada manusia.

c. Dampak Kesehatan pada Manusia

Konsumsi daging babi yang berasal dari hewan dengan pola makan tidak bersih ini dapat menyebabkan berbagai penyakit:

  • Infeksi saluran pencernaan: Disebabkan oleh bakteri patogen yang masuk ke tubuh manusia melalui daging babi yang tidak dimasak sempurna.
  • Penyakit parasit: Larva parasit yang terdapat dalam daging babi dapat menyerang jaringan tubuh manusia, termasuk otot dan otak.
  • Keracunan makanan: Racun yang terakumulasi dalam tubuh babi dapat mengkontaminasi manusia, menyebabkan gejala seperti mual, muntah, dan diare.

d. Perspektif Islam dan Larangan Konsumsi

Islam melarang konsumsi daging babi karena kebiasaan makan hewan ini bertentangan dengan konsep kebersihan dan kesucian yang diajarkan dalam agama. Dalam Surah Al-Baqarah (2:173), daging babi disebut sebagai sesuatu yang rijs (kotor) secara fisik dan spiritual. Larangan ini tidak hanya bertujuan untuk menjaga kebersihan fisik tetapi juga melindungi kesehatan umat Muslim dari bahaya penyakit yang ditimbulkan.

e. Hikmah Larangan dalam Konteks Kesehatan Modern

Ilmu pengetahuan modern mendukung hikmah larangan ini, menunjukkan bahwa konsumsi daging babi dapat membahayakan kesehatan manusia. Dengan menghindari daging babi, umat Muslim tidak hanya mengikuti perintah Allah SWT tetapi juga melindungi diri mereka dari risiko kesehatan yang serius.

Kebiasaan makan babi yang tidak bersih adalah salah satu faktor utama yang menjadikannya sebagai hewan yang tidak layak untuk dikonsumsi, baik dari sudut pandang agama maupun kesehatan. Larangan ini mencerminkan perhatian Allah SWT terhadap kesejahteraan hamba-Nya, baik secara spiritual maupun fisik.

5. Dampak Spiritual dan Moral

Dalam Islam, makanan yang dikonsumsi bukan hanya memengaruhi kondisi fisik, tetapi juga berdampak pada spiritualitas dan moral seseorang. Konsumsi daging babi, yang secara tegas diharamkan dalam ajaran Islam, dipandang dapat membawa dampak negatif terhadap kehidupan spiritual dan karakter moral individu. Beberapa ulama berpendapat bahwa larangan ini bukan sekadar tentang kesehatan fisik, tetapi juga memiliki hikmah dalam menjaga kesucian jiwa dan kepribadian.

a. Dampak Spiritual dari Makanan Haram

Dalam pandangan Islam, makanan yang haram diyakini dapat memengaruhi hubungan seorang hamba dengan Allah SWT. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa kesucian batin seseorang sangat bergantung pada apa yang dikonsumsinya. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul..." (HR. Muslim)

Daging babi yang haram dikategorikan sebagai sesuatu yang tidak baik, sehingga konsumsinya dapat menghalangi seseorang dari keberkahan doa, amal, dan ketaatan.

b. Hubungan dengan Akhlak dan Moralitas

Beberapa ulama mengaitkan sifat dan kebiasaan hewan dengan dampaknya terhadap manusia yang mengonsumsinya. Babi, sebagai hewan yang dikenal memiliki sifat rakus, tidak selektif dalam makan, dan sering kali tidak menjaga kebersihan, dianggap dapat "mentransfer" sifat-sifat tersebut kepada manusia yang mengonsumsinya. Dalam konteks ini:

  • Sifat Dengki dan Iri Hati: Ulama berpendapat bahwa makanan haram, termasuk daging babi, dapat mengeraskan hati dan memicu sifat-sifat negatif seperti dengki dan iri hati. Ini disebabkan karena makanan haram dianggap sebagai penghalang terhadap masuknya cahaya ilahi ke dalam hati.
  • Penurunan Martabat: Dalam perspektif spiritual, konsumsi daging babi dipandang sebagai bentuk ketidaktaatan terhadap Allah SWT. Ketidaktaatan ini dapat menurunkan martabat seseorang di hadapan Allah dan masyarakat, karena tidak mematuhi prinsip-prinsip keimanan.

c. Pandangan Al-Qur'an dan Hadis

Al-Qur'an menekankan pentingnya mengonsumsi makanan yang halal dan baik (halalan thayyiban). Dalam Surah Al-Baqarah (2:168), Allah berfirman:
"Hai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu."

Konsumsi daging babi, yang diharamkan, dianggap sebagai langkah mengikuti godaan setan, yang bertujuan merusak moral dan spiritual manusia.

d. Hikmah Larangan

Islam tidak hanya mengatur tentang apa yang boleh dan tidak boleh dimakan, tetapi juga mengajarkan hikmah di balik aturan tersebut. Larangan konsumsi daging babi bertujuan untuk:

  • Menjaga kesucian jiwa dari pengaruh negatif yang dapat merusak hubungan seseorang dengan Allah SWT.
  • Membentuk karakter moral yang mulia, jauh dari sifat-sifat negatif yang bertentangan dengan akhlak seorang Muslim.
  • Meningkatkan kesadaran untuk senantiasa patuh terhadap perintah Allah sebagai bentuk penghambaan sejati.

Larangan konsumsi daging babi dalam Islam bukan hanya soal kebersihan fisik, tetapi juga bertujuan untuk melindungi kesucian spiritual dan moralitas umat Muslim. Dengan menjauhi apa yang diharamkan, seorang Muslim menjaga dirinya dari pengaruh negatif yang dapat merusak hubungan dengan Allah SWT dan sesama manusia. Ini adalah bentuk manifestasi iman yang tercermin dalam setiap aspek kehidupan, termasuk makanan yang dikonsumsi.

Hikmah di Balik Pengharaman

Larangan konsumsi daging babi dalam Islam memiliki hikmah yang mendalam yang mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari kesehatan fisik hingga spiritualitas dan pembentukan karakter. Berikut adalah penjelasan tentang setiap aspek yang terkait dengan larangan ini:

1. Pelindungan Kesehatan

Larangan ini mencerminkan perhatian Allah SWT terhadap kesehatan umat-Nya. Daging babi diketahui mengandung risiko kesehatan yang signifikan karena:

  • Kandungan Parasit dan Bakteri: Seperti Taenia solium (cacing pita) dan Trichinella spiralis, yang dapat menyebabkan infeksi serius.
  • Potensi Penyakit Degeneratif: Seperti kolesterol tinggi dan kanker yang dapat dipicu oleh konsumsi lemak babi.

Dengan mengharamkan daging babi, Allah SWT melindungi manusia dari berbagai ancaman kesehatan ini. Hal ini sejalan dengan prinsip dalam Islam yang menempatkan kesehatan fisik sebagai salah satu nikmat besar yang harus dijaga.

2. Penjagaan Kesucian

Dalam Islam, menjaga kesucian diri, makanan, dan lingkungan adalah bagian dari ibadah. Daging babi dikategorikan sebagai najis, tidak hanya secara fisik tetapi juga spiritual. Dengan menghindarinya, umat Muslim:

  • Menjaga Kesucian Batin: Mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib dianggap dapat menyucikan hati dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  • Melindungi Lingkungan: Islam juga mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Dengan tidak memelihara atau mengonsumsi babi, risiko penyebaran penyakit yang berasal dari hewan ini dapat diminimalkan.

3. Penguatan Iman

Kepatuhan terhadap perintah Allah SWT, termasuk larangan mengonsumsi daging babi, adalah bentuk nyata penghambaan dan ketaatan seorang Muslim. Larangan ini menguatkan iman seseorang dengan cara:

  • Melatih Ketaatan: Dengan menghindari sesuatu yang dilarang, meskipun tampak menggoda, seorang Muslim menunjukkan kepatuhan total kepada Allah.
  • Meningkatkan Ketakwaan: Mematuhi perintah Allah, meski tanpa memahami sepenuhnya alasannya, adalah bukti keyakinan dan keimanan yang mendalam.

4. Pembentukan Karakter

Larangan ini juga mendidik umat Muslim dalam aspek moral dan sosial, membentuk karakter yang disiplin dan peduli terhadap kesehatan. Beberapa nilai yang ditanamkan melalui larangan ini meliputi:

  • Disiplin Diri: Menghindari daging babi, terutama di lingkungan di mana ia mudah diakses, melatih kemampuan untuk mengontrol keinginan.
  • Kebersihan: Larangan ini mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan diri dan makanan yang dikonsumsi.
  • Kesadaran Kesehatan: Dengan menghindari makanan berisiko seperti daging babi, umat Islam diajarkan untuk bertanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri.

Larangan konsumsi daging babi dalam Islam adalah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada umat-Nya, yang mencakup perlindungan terhadap kesehatan fisik, penjagaan kesucian diri, penguatan iman, dan pembentukan karakter. Dengan mematuhi larangan ini, seorang Muslim tidak hanya menjaga kesejahteraan pribadi tetapi juga menunjukkan kepatuhan kepada aturan ilahi, yang pada akhirnya membawa keberkahan dalam kehidupan.

Kesimpulan

Pengharaman daging babi dalam Islam bukanlah sekadar aturan yang membatasi pilihan makanan, tetapi sebuah ketetapan ilahi yang sarat dengan hikmah mendalam. Dari segi kesehatan, larangan ini melindungi umat dari berbagai penyakit berbahaya yang dapat ditularkan melalui konsumsi daging babi. Dari sudut spiritualitas, ia membantu menjaga kesucian hati, jiwa, dan lingkungan, sekaligus memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Dari segi hukum, larangan ini mengajarkan pentingnya ketaatan, kedisiplinan, dan kepedulian terhadap kesejahteraan diri dan masyarakat.

Dengan memahami dan menghayati hikmah di balik larangan ini, umat Islam diharapkan semakin mantap dalam menjalankan ajaran agama, sekaligus menjaga kesehatan fisik dan spiritual mereka. Pengharaman ini menjadi bukti kasih sayang Allah SWT yang memberikan petunjuk terbaik demi kebaikan hamba-hamba-Nya, baik di dunia maupun akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun