Fitch Ratings, salah satu lembaga pemeringkat kredit terkemuka dari Amerika, telah memberikan pandangannya tentang potensi perkembangan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto. Menurut Fitch, kebijakan ekonomi secara umum kemungkinan besar tidak akan mengalami perubahan signifikan selama pemerintahan Prabowo. Ini berarti arah kebijakan yang telah diambil selama beberapa tahun terakhir diperkirakan akan berlanjut, dengan fokus pada stabilitas makroekonomi dan pembangunan infrastruktur.
Namun, Fitch juga mencatat bahwa ada peningkatan ketidakpastian seputar kebijakan fiskal jangka menengah di bawah pemerintahan Prabowo. Hal ini mungkin merujuk pada bagaimana pemerintah akan mengelola anggaran, utang, dan pembiayaan proyek-proyek strategis di masa depan. Ketidakpastian ini bisa berasal dari perbedaan prioritas antara belanja pemerintah dan upaya mempertahankan keseimbangan anggaran, terutama mengingat tantangan global seperti perlambatan ekonomi atau ketidakpastian perdagangan.
Dengan kata lain, meskipun Fitch memproyeksikan adanya kesinambungan kebijakan ekonomi secara luas, ada kekhawatiran tentang bagaimana Prabowo dan timnya akan mengatasi tekanan fiskal di tahun-tahun mendatang, khususnya dalam mengelola pengeluaran negara tanpa menambah utang yang berlebihan atau mengurangi ruang fiskal bagi sektor-sektor penting.
Fitch Ratings juga menekankan bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi pasti tentang bagaimana kondisi perekonomian Indonesia akan berkembang di bawah pemerintahan Prabowo Subianto. Meskipun mereka memperkirakan bahwa kebijakan ekonomi secara umum tidak akan banyak berubah, Fitch menyatakan bahwa kejelasan yang lebih spesifik mengenai arah kebijakan fiskal baru akan terlihat setelah Prabowo mulai menjabat pada Oktober 2024.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada ekspektasi tentang kesinambungan kebijakan ekonomi, berbagai faktor penting seperti prioritas fiskal, alokasi anggaran, dan kebijakan terkait utang dan investasi baru akan lebih jelas setelah pemerintah baru mulai mengimplementasikan rencananya. Pemerintahan Prabowo akan menghadapi berbagai tantangan, termasuk bagaimana mereka akan mengelola tekanan ekonomi global dan domestik, serta menentukan kebijakan yang dapat menjaga stabilitas fiskal sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Fitch mengingatkan bahwa langkah-langkah konkret dan keputusan kebijakan yang diambil oleh Prabowo dan timnya akan menjadi penentu utama bagaimana perekonomian Indonesia akan berjalan di masa depan. Oleh karena itu, lembaga-lembaga seperti Fitch akan terus memantau perkembangan pasca-pelantikan untuk memahami lebih dalam dampaknya terhadap kondisi ekonomi jangka panjang.
Fitch Ratings memperkirakan bahwa Prabowo Subianto akan melanjutkan fokus pemerintah saat ini pada proyek pembangunan infrastruktur besar, termasuk kelanjutan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) baru di Kalimantan. Pembangunan infrastruktur yang masif ini telah menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam beberapa tahun terakhir, dan Fitch percaya bahwa Prabowo akan mempertahankannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan konektivitas, dan menciptakan lapangan kerja.
Selain itu, Fitch juga menyoroti bahwa Prabowo kemungkinan besar akan melanjutkan kebijakan hilirisasi komoditas. Hilirisasi ini mencakup upaya untuk mengolah bahan mentah dalam negeri sebelum diekspor, yang dapat memberikan nilai tambah lebih besar pada komoditas Indonesia seperti nikel dan minyak kelapa sawit. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah.
Lebih lanjut, pengembangan manufaktur baterai dan kendaraan listrik (EV) juga menjadi salah satu fokus utama yang diantisipasi oleh Fitch. Indonesia memiliki cadangan nikel yang sangat besar, yang merupakan bahan penting dalam produksi baterai listrik. Pemerintah Prabowo kemungkinan akan melanjutkan inisiatif untuk memperluas industri ini, dengan harapan menjadikan Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai pasok global baterai dan kendaraan listrik. Langkah ini sejalan dengan tren global menuju energi hijau dan transisi ke kendaraan listrik, yang dapat membawa manfaat ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.
Dengan kelanjutan dari kebijakan-kebijakan ini, Fitch memperkirakan bahwa Prabowo akan memfokuskan kebijakan ekonominya pada infrastruktur, hilirisasi, dan pengembangan industri hijau untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.Â
Fitch Ratings memproyeksikan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil Indonesia akan tetap stabil atau bahkan sedikit lebih tinggi dari 5% pada tahun ini dan tahun depan. Proyeksi ini menunjukkan optimisme bahwa perekonomian Indonesia akan kembali ke tingkat pertumbuhan yang konsisten dengan kondisi sebelum pandemi COVID-19. Sebelum pandemi, Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang solid, dan Fitch memperkirakan tren tersebut akan berlanjut, didukung oleh kebijakan ekonomi yang stabil dan permintaan domestik yang kuat.
Pertumbuhan PDB sebesar 5% atau lebih sedikit menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan global seperti inflasi, kenaikan suku bunga, dan ketidakpastian pasar, ekonomi Indonesia tetap berada dalam jalur pemulihan yang positif. Faktor-faktor seperti pembangunan infrastruktur yang terus berjalan, ekspansi industri hilirisasi, dan peningkatan investasi di sektor manufaktur dan teknologi baru seperti baterai dan kendaraan listrik akan memainkan peran penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi ini.
Selain itu, Fitch juga memperkirakan bahwa kebijakan moneter dan fiskal Indonesia akan tetap mendukung stabilitas makroekonomi setidaknya hingga akhir tahun ini. Kebijakan moneter, yang mencakup pengaturan suku bunga oleh Bank Indonesia, diperkirakan akan menjaga inflasi terkendali dan nilai tukar rupiah stabil, yang sangat penting bagi ketahanan ekonomi. Di sisi fiskal, pemerintah diperkirakan akan tetap berkomitmen untuk menjaga defisit anggaran dalam batas yang terkendali, sambil memastikan ada ruang untuk belanja strategis di sektor-sektor prioritas seperti infrastruktur dan energi hijau.
Secara keseluruhan, meskipun ada ketidakpastian global, Fitch yakin bahwa Indonesia akan mampu mempertahankan stabilitas makroekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik, terutama melalui kebijakan yang terukur dan dukungan yang kuat terhadap sektor-sektor utama ekonomi.
Fitch Ratings menyatakan bahwa, meskipun prospek jangka pendek Indonesia tampak stabil, terdapat peningkatan risiko fiskal dalam jangka menengah. Peningkatan risiko ini terkait dengan beberapa janji kampanye yang disampaikan oleh Prabowo Subianto, salah satunya adalah program makan siang dan susu gratis di sekolah-sekolah. Program ini, jika direalisasikan, diperkirakan akan menghabiskan biaya yang cukup signifikan, sekitar 2% dari PDB setiap tahunnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait dengan potensi dampaknya terhadap anggaran negara.
Implementasi program sosial sebesar ini memerlukan anggaran yang besar, dan jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan pemerintah atau penghematan di sektor lain, maka akan berpotensi meningkatkan defisit fiskal atau utang negara. Fitch menilai bahwa janji-janji kampanye seperti ini, jika diwujudkan, dapat menambah tekanan terhadap anggaran negara dalam jangka panjang.
Selain itu, Prabowo juga pernah menyatakan bahwa Indonesia dapat mempertahankan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang lebih tinggi dari level saat ini. Pernyataan ini menandakan bahwa ia mungkin terbuka terhadap kebijakan fiskal yang lebih ekspansif, yang bisa berarti penambahan utang untuk mendanai belanja pemerintah yang lebih besar, seperti program sosial dan infrastruktur. Meskipun utang yang dikelola dengan baik bisa mendukung pertumbuhan ekonomi, peningkatan rasio utang yang signifikan juga bisa meningkatkan risiko fiskal dan membatasi fleksibilitas anggaran pemerintah di masa depan.
Namun, di sisi lain, Prabowo juga mengakui pentingnya meningkatkan pendapatan pemerintah terhadap PDB. Ini menunjukkan bahwa ia berencana untuk memperbaiki rasio penerimaan negara, baik melalui reformasi pajak atau peningkatan efisiensi dalam pengumpulan pendapatan. Jika upaya ini berhasil, pendapatan yang lebih tinggi dapat membantu mengimbangi peningkatan belanja pemerintah dan menjaga keseimbangan fiskal.
Secara keseluruhan, meskipun janji-janji kampanye Prabowo berpotensi meningkatkan risiko fiskal, kebijakan untuk meningkatkan pendapatan negara bisa menjadi langkah penting untuk menjaga keberlanjutan fiskal jangka menengah. Namun, bagaimana Prabowo mengelola keseimbangan antara belanja pemerintah dan pendapatan negara akan sangat mempengaruhi proyeksi fiskal Indonesia di masa depan.
Dalam laporan mingguan "Pratinjau Ekonomi Asia Pasifik" yang dirilis oleh Moody's Analytics untuk periode 19-23 Februari 2024, Moody's juga memberikan perhatian khusus pada kemenangan Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden Indonesia. Salah satu poin yang disoroti dalam laporan tersebut adalah perkiraan bahwa Partai Gerindra, partai politik yang mengusung Prabowo, akan menjadi bagian penting dari pemerintahan koalisi.
Indonesia memiliki sistem politik multipartai, di mana partai-partai politik sering kali harus membentuk koalisi untuk membentuk pemerintahan. Dalam konteks ini, Moody's memperkirakan bahwa Partai Gerindra, yang memenangkan pemilu bersama Prabowo, akan menjadi kekuatan utama dalam pemerintahan koalisi baru. Koalisi ini kemungkinan akan terdiri dari berbagai partai politik, termasuk partai-partai pendukung Prabowo selama kampanye, yang akan bersama-sama menentukan arah kebijakan negara dalam lima tahun ke depan.
Keikutsertaan Partai Gerindra dalam koalisi pemerintahan ini menunjukkan bahwa Prabowo tidak hanya memiliki kekuatan sebagai presiden terpilih, tetapi juga memiliki dukungan politik yang cukup kuat di parlemen. Hal ini penting untuk keberlanjutan pemerintahan karena pemerintahan koalisi yang solid akan lebih mampu mendorong agenda kebijakan dan reformasi yang diusulkan oleh presiden. Di sisi lain, koalisi juga berarti bahwa Prabowo dan Gerindra perlu berkompromi dengan partai-partai lain dalam pengambilan keputusan, terutama mengenai isu-isu ekonomi, sosial, dan kebijakan luar negeri.
Moody's menilai bahwa kemenangan Prabowo dan keterlibatan Partai Gerindra dalam koalisi pemerintahan baru akan memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas politik dan kebijakan di Indonesia.
Moody's Analytics menguatkan prediksi yang juga disampaikan oleh Fitch Ratings, bahwa kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan besar akan diteruskan oleh Prabowo Subianto jika ia menjabat sebagai presiden. Laporan tersebut menyebutkan bahwa Prabowo, yang mencalonkan diri untuk ketiga kalinya sebagai presiden, telah mengindikasikan akan melanjutkan kebijakan ekonomi populer yang telah dijalankan oleh Jokowi, presiden yang segera mengakhiri masa jabatannya.
Kebijakan Jokowi yang paling menonjol mencakup pembangunan infrastruktur besar-besaran, percepatan hilirisasi sumber daya alam, serta pengembangan sektor manufaktur, terutama yang berfokus pada energi terbarukan dan kendaraan listrik. Langkah-langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia dan memperkuat fundamental ekonomi jangka panjang.
Melanjutkan kebijakan ekonomi Jokowi berarti Prabowo akan fokus pada stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan melalui investasi besar di infrastruktur, integrasi lebih lanjut dari rantai pasok global, dan peningkatan produksi dalam negeri, terutama dalam sektor energi dan teknologi. Hal ini juga menunjukkan bahwa Prabowo cenderung menjaga kesinambungan kebijakan makroekonomi yang telah membantu mempertahankan stabilitas ekonomi Indonesia selama masa kepemimpinan Jokowi.
Moody's menyebutkan bahwa dengan tetap berpegang pada kebijakan-kebijakan ini, Prabowo tidak hanya berusaha menjaga pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menciptakan rasa stabilitas dan prediktabilitas bagi investor, baik domestik maupun asing. Ini sangat penting bagi Indonesia dalam upayanya menarik investasi untuk proyek-proyek besar dan memperkuat posisi ekonomi negara di kawasan Asia Tenggara.
Dengan kata lain, baik Fitch maupun Moody's memproyeksikan bahwa di bawah kepemimpinan Prabowo, Indonesia akan tetap berada di jalur kebijakan ekonomi yang serupa dengan Jokowi, dengan fokus pada pertumbuhan jangka panjang dan peningkatan daya saing global.
Analisis yang dimuat oleh Channel News Asia (CNA) berjudul *"Commentary: With Prabowo poised to be next Indonesia president, his challenge is to ensure Cabinet continuity"* mengangkat tantangan yang akan dihadapi Prabowo Subianto jika ia terpilih sebagai Presiden Indonesia, salah satunya terkait keberlanjutan kabinet dan kebijakan ekonomi. Analisis ini mengutip pandangan Andree Surianta, seorang ahli kebijakan publik, yang menyoroti pentingnya Prabowo menjaga kesinambungan di pemerintahan, terutama dalam hal mempertahankan kabinet yang kompeten seperti di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Salah satu tokoh penting dalam kabinet Jokowi adalah Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang dihormati baik di dalam negeri maupun di komunitas internasional karena kebijakannya yang tegas dan berhasil menjaga stabilitas fiskal Indonesia. Surianta menekankan bahwa salah satu tantangan terbesar bagi Prabowo adalah memastikan kelangsungan kebijakan yang telah menjaga ekonomi Indonesia dalam kondisi stabil selama masa pemerintahan Jokowi. Sri Mulyani, yang telah memainkan peran kunci dalam pengelolaan fiskal, menjadi salah satu simbol dari keberlanjutan kebijakan ekonomi yang stabil dan kredibel di mata pasar internasional.
Selain itu, analisis ini juga menyebutkan bahwa Prabowo telah berjanji untuk melanjutkan beberapa kebijakan besar Jokowi, termasuk gaya koalisi besar dan program pembangunan infrastruktur skala besar. Program-program infrastruktur ini tidak hanya penting untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang tetapi juga merupakan pilar utama dalam meningkatkan konektivitas dan daya saing Indonesia di kancah global.
Selain infrastruktur, Prabowo juga berencana meningkatkan belanja pertahanan serta memperkuat program bantuan sosial. Peningkatan belanja pertahanan sejalan dengan visinya sebagai mantan jenderal untuk memperkuat pertahanan nasional, sementara program bantuan sosial diharapkan dapat membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang berada di kelompok rentan. Ini mencerminkan komitmen Prabowo untuk menjaga stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Analisis ini secara keseluruhan menyoroti pentingnya kesinambungan kebijakan dalam kabinet dan program yang sudah berjalan, termasuk peran penting tokoh-tokoh kunci seperti Sri Mulyani, yang telah berkontribusi pada pengelolaan ekonomi Indonesia di masa Jokowi. Tantangan utama bagi Prabowo adalah bagaimana memastikan bahwa tim ekonomi dan kebijakan yang telah sukses ini tetap berjalan dan beradaptasi dengan kondisi baru di bawah kepemimpinannya.
Dalam analisis yang dimuat oleh Channel News Asia (CNA), salah satu kekhawatiran yang disoroti adalah potensi peningkatan utang negara jika Prabowo Subianto terpilih sebagai Presiden Indonesia. Janji-janji kampanye Prabowo, seperti peningkatan belanja pertahanan dan program bantuan sosial, termasuk inisiatif seperti makan siang gratis di sekolah, dapat menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah yang cukup signifikan. Jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan negara, kebijakan-kebijakan ini berisiko menambah beban utang Indonesia.
Peningkatan utang ini menjadi perhatian khusus karena Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan saat ini, telah berhasil menjaga kebijakan fiskal yang relatif stabil selama masa pemerintahan Jokowi. Sri Mulyani dikenal karena kemampuannya dalam mengelola defisit anggaran dan menjaga rasio utang terhadap PDB tetap terkendali, meskipun ada tantangan ekonomi global, seperti pandemi COVID-19 dan ketidakpastian pasar internasional.
Analisis tersebut menyoroti bahwa jika Sri Mulyani tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam pemerintahan Prabowo, hal ini bisa memicu ketidakpastian mengenai arah kebijakan fiskal Indonesia. Sri Mulyani dianggap sebagai salah satu andalan pemerintah Jokowi dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan memastikan pengelolaan utang yang prudent. Ketidakhadirannya dapat membuat investor dan pasar internasional merasa khawatir tentang kelanjutan kebijakan fiskal yang konservatif, terutama di tengah janji-janji kampanye yang mungkin memerlukan pengeluaran yang lebih besar.
Dengan demikian, pertanyaan yang muncul adalah apakah Prabowo akan menemukan sosok lain yang memiliki kompetensi dan kepercayaan internasional yang sama seperti Sri Mulyani dalam menjaga keseimbangan fiskal negara. Jika utang negara meningkat tanpa adanya manajemen fiskal yang hati-hati, hal ini bisa memperburuk risiko ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.
Analisis ini menekankan bahwa keberlanjutan kebijakan fiskal yang solid akan sangat tergantung pada siapa yang akan mengelola keuangan negara di masa pemerintahan Prabowo, serta bagaimana kebijakan ekonomi populis dapat dikelola tanpa meningkatkan risiko fiskal secara berlebihan.
Analisis dari Channel News Asia menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi Prabowo Subianto sehubungan dengan potensi pembentukan koalisi besar dan dampaknya terhadap pengelolaan fiskal Indonesia. Dalam konteks koalisi politik, biasanya terdapat praktik di mana partai-partai yang mendukung pemerintahan baru diberikan jabatan menteri sebagai imbalan atas kesetiaan mereka. Namun, pendekatan ini bisa membawa risiko tersendiri, terutama jika tidak diimbangi dengan strategi pendanaan yang jelas untuk mendukung program-program yang dijanjikan.
Ketidakjelasan dalam strategi pendanaan ini bisa memaksa pemerintah baru untuk meningkatkan utang guna membiayai berbagai program populis, seperti peningkatan belanja sosial dan infrastruktur. Hal ini mengarah pada kekhawatiran bahwa disiplin dalam pengelolaan utang publik dapat melonggar, yang tentunya akan mengganggu kepercayaan investor. Indonesia, di bawah kepemimpinan Sri Mulyani, telah diakui secara luas karena pengelolaan fiskal yang bijaksana, yang mencakup menjaga rasio utang terhadap PDB dalam batas yang aman dan memastikan keberlanjutan anggaran.
Kekhawatiran tentang pelonggaran disiplin utang ini sangat relevan, mengingat tantangan yang dihadapi Prabowo dalam menjalankan program-program ambisiusnya. Investor akan memperhatikan bagaimana pemerintahan baru mengelola kebijakan fiskal, dan jika mereka merasa bahwa disiplin keuangan melemah, hal ini bisa mempengaruhi keputusan investasi dan menurunkan kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia.
Oleh karena itu, Prabowo dihadapkan pada tantangan penting dalam memilih menteri pengganti, terutama di posisi kunci seperti Menteri Keuangan. Pemilihan yang tepat akan menjadi krusial untuk meredakan kekhawatiran investor internasional dan menunjukkan komitmen terhadap kebijakan fiskal yang berkelanjutan. Pesan kesinambungan dalam pengelolaan ekonomi dan keuangan negara sangat penting untuk membangun kembali kepercayaan pasar, dan ini memerlukan sosok yang memiliki kredibilitas dan pengalaman dalam mengelola fiskal yang sehat.
Secara keseluruhan, analisis ini menunjukkan bahwa keputusan Prabowo mengenai susunan kabinet dan strategi pengelolaan fiskal akan memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H