Fitch Ratings memproyeksikan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil Indonesia akan tetap stabil atau bahkan sedikit lebih tinggi dari 5% pada tahun ini dan tahun depan. Proyeksi ini menunjukkan optimisme bahwa perekonomian Indonesia akan kembali ke tingkat pertumbuhan yang konsisten dengan kondisi sebelum pandemi COVID-19. Sebelum pandemi, Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang solid, dan Fitch memperkirakan tren tersebut akan berlanjut, didukung oleh kebijakan ekonomi yang stabil dan permintaan domestik yang kuat.
Pertumbuhan PDB sebesar 5% atau lebih sedikit menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan global seperti inflasi, kenaikan suku bunga, dan ketidakpastian pasar, ekonomi Indonesia tetap berada dalam jalur pemulihan yang positif. Faktor-faktor seperti pembangunan infrastruktur yang terus berjalan, ekspansi industri hilirisasi, dan peningkatan investasi di sektor manufaktur dan teknologi baru seperti baterai dan kendaraan listrik akan memainkan peran penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi ini.
Selain itu, Fitch juga memperkirakan bahwa kebijakan moneter dan fiskal Indonesia akan tetap mendukung stabilitas makroekonomi setidaknya hingga akhir tahun ini. Kebijakan moneter, yang mencakup pengaturan suku bunga oleh Bank Indonesia, diperkirakan akan menjaga inflasi terkendali dan nilai tukar rupiah stabil, yang sangat penting bagi ketahanan ekonomi. Di sisi fiskal, pemerintah diperkirakan akan tetap berkomitmen untuk menjaga defisit anggaran dalam batas yang terkendali, sambil memastikan ada ruang untuk belanja strategis di sektor-sektor prioritas seperti infrastruktur dan energi hijau.
Secara keseluruhan, meskipun ada ketidakpastian global, Fitch yakin bahwa Indonesia akan mampu mempertahankan stabilitas makroekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik, terutama melalui kebijakan yang terukur dan dukungan yang kuat terhadap sektor-sektor utama ekonomi.
Fitch Ratings menyatakan bahwa, meskipun prospek jangka pendek Indonesia tampak stabil, terdapat peningkatan risiko fiskal dalam jangka menengah. Peningkatan risiko ini terkait dengan beberapa janji kampanye yang disampaikan oleh Prabowo Subianto, salah satunya adalah program makan siang dan susu gratis di sekolah-sekolah. Program ini, jika direalisasikan, diperkirakan akan menghabiskan biaya yang cukup signifikan, sekitar 2% dari PDB setiap tahunnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait dengan potensi dampaknya terhadap anggaran negara.
Implementasi program sosial sebesar ini memerlukan anggaran yang besar, dan jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan pemerintah atau penghematan di sektor lain, maka akan berpotensi meningkatkan defisit fiskal atau utang negara. Fitch menilai bahwa janji-janji kampanye seperti ini, jika diwujudkan, dapat menambah tekanan terhadap anggaran negara dalam jangka panjang.
Selain itu, Prabowo juga pernah menyatakan bahwa Indonesia dapat mempertahankan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang lebih tinggi dari level saat ini. Pernyataan ini menandakan bahwa ia mungkin terbuka terhadap kebijakan fiskal yang lebih ekspansif, yang bisa berarti penambahan utang untuk mendanai belanja pemerintah yang lebih besar, seperti program sosial dan infrastruktur. Meskipun utang yang dikelola dengan baik bisa mendukung pertumbuhan ekonomi, peningkatan rasio utang yang signifikan juga bisa meningkatkan risiko fiskal dan membatasi fleksibilitas anggaran pemerintah di masa depan.
Namun, di sisi lain, Prabowo juga mengakui pentingnya meningkatkan pendapatan pemerintah terhadap PDB. Ini menunjukkan bahwa ia berencana untuk memperbaiki rasio penerimaan negara, baik melalui reformasi pajak atau peningkatan efisiensi dalam pengumpulan pendapatan. Jika upaya ini berhasil, pendapatan yang lebih tinggi dapat membantu mengimbangi peningkatan belanja pemerintah dan menjaga keseimbangan fiskal.
Secara keseluruhan, meskipun janji-janji kampanye Prabowo berpotensi meningkatkan risiko fiskal, kebijakan untuk meningkatkan pendapatan negara bisa menjadi langkah penting untuk menjaga keberlanjutan fiskal jangka menengah. Namun, bagaimana Prabowo mengelola keseimbangan antara belanja pemerintah dan pendapatan negara akan sangat mempengaruhi proyeksi fiskal Indonesia di masa depan.
Dalam laporan mingguan "Pratinjau Ekonomi Asia Pasifik" yang dirilis oleh Moody's Analytics untuk periode 19-23 Februari 2024, Moody's juga memberikan perhatian khusus pada kemenangan Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden Indonesia. Salah satu poin yang disoroti dalam laporan tersebut adalah perkiraan bahwa Partai Gerindra, partai politik yang mengusung Prabowo, akan menjadi bagian penting dari pemerintahan koalisi.
Indonesia memiliki sistem politik multipartai, di mana partai-partai politik sering kali harus membentuk koalisi untuk membentuk pemerintahan. Dalam konteks ini, Moody's memperkirakan bahwa Partai Gerindra, yang memenangkan pemilu bersama Prabowo, akan menjadi kekuatan utama dalam pemerintahan koalisi baru. Koalisi ini kemungkinan akan terdiri dari berbagai partai politik, termasuk partai-partai pendukung Prabowo selama kampanye, yang akan bersama-sama menentukan arah kebijakan negara dalam lima tahun ke depan.