Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menelusuri Jejak Pakaian: Dari Kulit Binatang hingga Manik-Manik Mammoth

13 Juli 2024   20:45 Diperbarui: 13 Juli 2024   20:52 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/WawaWiwiWeWe 

Asal usul pakaian memang sangat menarik untuk ditelusuri, terutama karena pakaian adalah salah satu kebutuhan primer manusia yang memiliki peran penting dalam melindungi tubuh dari berbagai kondisi cuaca. Namun, fungsi pakaian tidak hanya terbatas pada aspek biologis, tetapi juga mencakup kebutuhan budaya yang mencerminkan identitas dan status sosial seseorang.

Penelitian mengenai asal usul pakaian sangat menantang karena pakaian jarang bertahan lama akibat bahan-bahannya yang mudah rusak seiring waktu. Namun, beberapa penelitian yang menggabungkan batas termal tubuh manusia dan artefak yang ditemukan pada zaman paleolitikum (zaman batu tua) memberikan wawasan berharga.

Menurut Smithsonian Magazine, studi tentang penemuan pakaian dilakukan dengan menggabungkan berbagai data yang tersedia. Para peneliti memanfaatkan pengetahuan tentang batas termal tubuh manusia, yang merujuk pada kemampuan tubuh untuk bertahan dalam berbagai suhu tanpa pakaian. Informasi ini kemudian dikaitkan dengan artefak yang ditemukan dari zaman paleolitikum, termasuk alat-alat yang digunakan untuk membuat pakaian.

Pada zaman paleolitikum, manusia mulai membuat dan menggunakan pakaian dari bahan-bahan yang tersedia di alam, seperti kulit binatang, bulu, dan serat tumbuhan. Artefak yang ditemukan menunjukkan adanya alat-alat seperti jarum dari tulang dan awl (alat tajam untuk melubangi) yang digunakan untuk menjahit atau menyatukan bahan-bahan tersebut menjadi pakaian.

Studi juga menunjukkan bahwa pakaian mulai digunakan oleh manusia sekitar 170.000 tahun yang lalu, saat mereka mulai bermigrasi ke daerah dengan iklim yang lebih dingin. Pakaian pada masa ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari suhu ekstrem dan kondisi cuaca yang tidak menentu, memungkinkan manusia untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan baru.

Seiring waktu, fungsi pakaian berkembang tidak hanya sebagai pelindung tubuh tetapi juga sebagai simbol budaya dan status sosial. Pakaian menjadi salah satu cara untuk mengekspresikan identitas, kepercayaan, dan afiliasi kelompok. Misalnya, motif dan bahan pakaian dapat mencerminkan status sosial, peran dalam masyarakat, dan afiliasi kelompok tertentu.

Selain itu, penggunaan pakaian juga dipengaruhi oleh teknologi dan inovasi yang berkembang dari masa ke masa. Dari penggunaan kulit binatang dan serat tumbuhan, manusia kemudian mulai mengembangkan teknik tenun dan pembuatan kain, yang membuka jalan bagi diversifikasi pakaian dan aksesoris.

Secara keseluruhan, asal usul pakaian tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan biologis manusia untuk melindungi tubuh dari cuaca, tetapi juga mencakup kebutuhan budaya yang mencerminkan perkembangan sosial dan teknologi dari masa ke masa. Penelitian yang menggabungkan data batas termal tubuh manusia dan artefak paleolitikum memberikan wawasan penting tentang bagaimana pakaian berevolusi dan menjadi bagian integral dari kehidupan manusia.

A. Penemuan Sisa-sisa Pakaian

Penelitian tentang penggunaan pakaian pada zaman paleolitikum (zaman batu tua) sangat menantang karena sisa-sisa pakaian yang terbuat dari kain atau bahan organik lainnya cenderung tidak bertahan dari kondisi keras pada era zaman es, yang berlangsung sekitar 2,6 juta hingga 12.000 tahun yang lalu. Meskipun demikian, para arkeolog tetap berusaha mengungkap penggunaan pakaian pada masa tersebut melalui berbagai bukti tidak langsung.

1. Bukti Penggunaan Pakaian

Salah satu bukti penting adalah fosil manusia yang ditemukan di Eropa pada zaman es. Fosil-fosil ini menunjukkan bahwa manusia yang hidup di daerah tersebut hanya dapat bertahan di luar ruangan selama satu hingga dua jam tanpa pakaian yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa mereka kemungkinan besar menggunakan pakaian untuk melindungi tubuh mereka dari suhu ekstrem.

Selain itu, penemuan alat-alat yang digunakan untuk membuat pakaian, seperti jarum jahit, juga memberikan petunjuk penting tentang eksistensi pakaian pada masa tersebut. Jarum jahit yang ditemukan biasanya terbuat dari tulang binatang dan digunakan untuk menjahit bahan-bahan seperti kulit binatang menjadi pakaian.

2. Alat-alat untuk Membuat Pakaian

Penemuan alat-alat ini memungkinkan para arkeolog untuk mendeteksi adanya pakaian sederhana dan kompleks yang digunakan oleh manusia pada zaman paleolitikum. Pakaian sederhana biasanya ditunjukkan dengan penemuan alat-alat untuk mengikis kulit, seperti pengikis kulit yang ditemukan di situs arkeologi di lintang tengah dari satu juta tahun yang lalu. Pengikis kulit ini digunakan untuk membersihkan dan mempersiapkan kulit binatang sebelum dijadikan pakaian.

Namun, pengikis kulit ini menghilang dari lintang tengah selama periode glasial, menunjukkan bahwa pakaian sederhana mungkin memiliki nilai isolasi yang terbatas dan tidak cukup untuk melindungi tubuh manusia dari suhu dingin ekstrem pada masa tersebut.

3. Pakaian Kompleks

Pembuatan pakaian kompleks melibatkan penggunaan alat-alat khusus, seperti pisau, untuk memotong dan menjahit segmen kulit bersama-sama. Untuk menjahit, mereka menggunakan alat tusuk yang terbuat dari tulang hewan. Artefak ini biasanya berbentuk memanjang seperti tulang rusuk dan digunakan untuk menusuk lubang di kulit sebelum menjahitnya.

Secara keseluruhan, meskipun sisa-sisa pakaian jarang ditemukan karena tidak dapat bertahan lama dari kondisi lingkungan yang keras pada zaman es, berbagai bukti tidak langsung seperti fosil manusia, alat-alat untuk mengikis dan menjahit kulit, serta artefak lainnya, memberikan wawasan berharga tentang penggunaan pakaian pada zaman paleolitikum. Melalui penelitian ini, kita dapat menyimpulkan bahwa manusia pada masa tersebut menggunakan pakaian untuk melindungi diri dari suhu ekstrem dan bahwa pakaian memainkan peran penting dalam adaptasi mereka terhadap lingkungan yang keras.

B. Artefak yang Ditemukan untuk Membuat Pakaian

Penemuan berbagai artefak yang digunakan untuk membuat pakaian memberikan wawasan berharga tentang bagaimana manusia purba beradaptasi dengan lingkungan mereka dan menggunakan teknologi yang ada untuk melindungi diri dari kondisi cuaca ekstrem. Artefak-artefak ini ditemukan di berbagai lokasi dan periode waktu, memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan penggunaan pakaian dalam sejarah manusia.

1. Penemuan di China Utara dan London

Pada sekitar 800.000 tahun yang lalu, peradaban yang dilengkapi dengan alat pengikis kulit ditemukan di China utara. Penemuan ini termasuk fosil manusia Peking Man di Beijing. Sementara itu, di dekat London, sekitar 400.000 tahun yang lalu selama periode interglasial yang hangat, juga ditemukan bukti penggunaan pengikis kulit. Melalui penemuan ini, diketahui bahwa manusia pada masa itu menggunakan pakaian sederhana seperti jubah untuk melewati musim dingin, berdasarkan kondisi iklim dan alat yang ditemukan.

2. Penemuan di Kaukasus dan Afrika Selatan

Pada sekitar 300.000 tahun yang lalu, arkeolog menemukan alat pisau di kawasan Kaukasus. Penemuan ini menunjukkan adanya perkembangan dalam teknologi pembuatan pakaian. Lebih jauh lagi, pada sekitar 75.000 tahun yang lalu, selama fase yang sangat dingin, ditemukan alat pisau dan penusuk di Afrika Selatan. Alat-alat ini digunakan untuk memotong dan menjahit kulit binatang menjadi pakaian yang lebih kompleks dan lebih efektif dalam memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem.

3. Penemuan di Eropa dan Spanyol

Salah satu penemuan penting lainnya adalah jarum bermata yang ditemukan di Eropa dari era yang sangat dingin pada siklus glasial terakhir sekitar 22.000 tahun yang lalu. Jarum ini, yang terbuat dari tulang, memungkinkan manusia purba untuk menjahit bahan-bahan dengan lebih efektif, menciptakan pakaian yang lebih baik dalam melindungi tubuh dari cuaca dingin.

Selain itu, ditemukan juga sepotong lempengan tulang dengan 28 bekas tusukan yang teratur dalam satu garis di Spanyol, yang berusia sekitar 40.000 tahun. Pada awalnya, para arkeolog mengira tusukan tersebut merupakan pola dekoratif atau jenis notasi awal yang digunakan untuk menandai fase bulan. Namun, penelitian lebih lanjut yang dipublikasikan dalam makalah Science Advances menunjukkan bahwa artefak tersebut digunakan sebagai papan untuk melubangi kulit saat orang zaman es membuat pakaian.

4. Eksperimen dan Bukti Tambahan

Hal ini dibuktikan melalui eksperimen yang dilakukan oleh para peneliti dengan menduplikasi tusukan menggunakan teknik kerajinan zaman es pada kulit kelinci yang bertumpu pada tulang rusuk sapi. Hasil eksperimen tersebut menunjukkan bahwa tusukan pada tulang rusuk yang dihasilkan secara mikroskopis tidak bisa dibedakan dengan artefak yang ditemukan di Spanyol. Dengan demikian, artefak tersebut merupakan alat yang digunakan untuk melubangi kulit saat membuat pakaian, bukan hanya dekorasi atau notasi.

Penemuan berbagai artefak seperti pengikis kulit, pisau, penusuk, dan jarum bermata menunjukkan bahwa manusia purba telah mengembangkan berbagai teknologi untuk membuat pakaian yang membantu mereka bertahan dalam kondisi lingkungan yang keras. Alat-alat ini tidak hanya menunjukkan kemampuan teknis manusia purba, tetapi juga kreativitas dan adaptabilitas mereka dalam menghadapi tantangan alam. Dengan menggunakan alat-alat tersebut, mereka mampu menciptakan pakaian yang efektif dalam memberikan perlindungan dan kenyamanan, memungkinkan mereka untuk hidup dan berkembang dalam berbagai kondisi iklim.

C. Asal Usul Pakaian Paleolitik

Pada masa paleolitik, manusia purba tidak hanya menggunakan pakaian sebagai pelindung dari kondisi cuaca ekstrem, tetapi juga sebagai sarana untuk mengekspresikan identitas dan status sosial mereka. Mereka menghiasi tubuh dengan cat dan tato, namun bagi kelompok yang tinggal di iklim dingin, cara ini tidak memadai karena mereka perlu menutupi tubuh untuk menjaga kehangatan. Sebagai gantinya, mereka menggunakan aksesoris pada pakaian mereka untuk menunjukkan ekspresi diri dan identitas seperti jenis kelamin, klan, atau profesi.

1. Motivasi Dekorasi dalam Pembuatan Pakaian

Penggunaan aksesoris pada pakaian menyebabkan para penjahit Paleolitik termotivasi untuk menghias pakaian mereka. Arkeolog Francesco d'Errico, penulis makalah di Science Advances, menunjukkan dalam penelitian sebelumnya bahwa artefak dari zaman es, terutama cangkang laut yang ditusuk dan manik-manik, mungkin telah dijahit ke pakaian. Hal ini menandakan bahwa selain fungsionalitas, aspek dekoratif juga memiliki makna sosial dan psikologis yang penting.

2. Penemuan di Situs Sungir

Contoh penting dari penggunaan aksesoris pada pakaian adalah penemuan di situs Sungir, yang berusia sekitar 34.000 tahun dan terletak di dekat Moskow, Rusia. Di situs ini, ditemukan lebih dari 13.000 manik-manik yang diukir dari gading mammoth, menutupi kerangka seorang remaja, seorang anak, dan seorang laki-laki dewasa. Manik-manik ini ditemukan dalam susunan yang teratur, sehingga dapat disimpulkan bahwa manik-manik tersebut dijahitkan ke pakaian yang pas.

3. Faktor Sosial dan Psikologis

Setelah dekorasi pakaian menjadi umum, faktor sosial dan psikologis mulai memainkan peran penting dalam penggunaan pakaian. Alih-alih hanya mempertimbangkan suhu dan perlindungan dari cuaca, manusia purba juga mempertimbangkan aspek-aspek seperti status sosial, identitas kelompok, dan ekspresi diri. Manik-manik, cangkang laut, dan aksesoris lainnya yang dijahit ke pakaian menunjukkan bahwa manusia pada masa itu menggunakan pakaian sebagai cara untuk berkomunikasi dengan orang lain dan untuk menunjukkan posisi mereka dalam masyarakat.

Pakaian pada masa paleolitik tidak hanya berfungsi sebagai pelindung dari cuaca dingin, tetapi juga sebagai media untuk mengekspresikan identitas dan status sosial. Penemuan artefak seperti manik-manik dan cangkang laut yang dijahit ke pakaian menunjukkan bahwa manusia purba menggunakan pakaian sebagai sarana komunikasi sosial dan psikologis. Motivasi dekorasi dalam pembuatan pakaian memperlihatkan bahwa aspek-aspek sosial dan psikologis sama pentingnya dengan kebutuhan biologis dalam sejarah penggunaan pakaian oleh manusia.

Kesimpulan

Pakaian telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia sejak zaman purba. Dari kulit binatang hingga manik-manik mammoth, perjalanan sejarah pakaian mencerminkan evolusi budaya dan kebutuhan manusia. Memahami asal usul pakaian membantu kita lebih menghargai kekayaan budaya dan tradisi yang diwariskan dari nenek moyang. Evolusi pakaian tidak hanya menunjukkan adaptasi manusia terhadap lingkungan, tetapi juga menyoroti aspek sosial dan psikologis yang memainkan peran penting dalam perkembangan peradaban manusia. Dengan demikian, penelitian tentang asal usul pakaian memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana manusia purba hidup, berinteraksi, dan berekspresi melalui busana mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun