Secara keseluruhan, pembukaan lagu ini berhasil membangun suasana emosional yang kuat dengan menggunakan perumpamaan yang kaya dan mendalam. Cinta yang digambarkan bagaikan samudra pasang tanpa batas menunjukkan perasaan yang tak terbatas dan abadi, sementara penegasan cinta dalam "tresnaku mring sliramu sayang" menambah kedalaman dan ketulusan dari perasaan tersebut. Kombinasi dari perumpamaan visual dan ungkapan cinta yang langsung membuat pendengar merasakan besarnya perasaan yang ingin disampaikan oleh sang penyanyi.
Lagu ini, dengan liriknya yang penuh makna dan penghayatan dari Wahyu F Giri, tidak hanya menyentuh hati pendengarnya tetapi juga mengajak mereka untuk merasakan dan memahami betapa mendalamnya cinta yang dimiliki oleh sang penyanyi. Ini adalah contoh bagaimana bahasa yang kaya dan puitis dapat digunakan dalam musik untuk menyampaikan emosi dan perasaan yang dalam dan kompleks.Â
Bagian selanjutnya dari lagu "Pindha Samudra Pasang" menggambarkan keindahan sang kekasih dengan metafora yang sangat indah, yakni cahaya bulan yang bersinar terang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "cahya" berarti "sinar" atau "cahaya", "bulan" merujuk pada satelit alami Bumi yang bersinar di malam hari, "sumunar" berarti "bersinar" atau "bercahaya", dan "abyor" dapat diartikan sebagai "terang" atau "cemerlang". "Tawang" berarti "langit". Jadi, frasa "Cahyaning mbulan kang sumunar abyor ing tawang" secara harfiah berarti "cahaya bulan yang bersinar terang di langit".
Metafora ini digunakan untuk menggambarkan paras ayu sang pujaan hati. Dalam konteks ini, cahaya bulan sering diasosiasikan dengan keindahan yang lembut dan menenangkan, memancarkan sinar yang tidak menyilaukan namun tetap mempesona. Dengan demikian, keindahan sang kekasih dilukiskan sebagai sesuatu yang lembut, menawan, dan bersinar di tengah kegelapan, seperti bulan yang bersinar di malam hari.
Cahaya bulan juga sering dihubungkan dengan romantisme dan keabadian, karena bulan selalu hadir di malam hari, memberikan penerangan dan keindahan yang konstan. Oleh karena itu, keindahan sang kekasih yang diumpamakan sebagai cahaya bulan menggambarkan keindahan yang tidak hanya mempesona tetapi juga abadi dan konsisten.
Lirik selanjutnya, "Yekti sliramu kang dadi lamunan" berarti "dirimulah yang menjadi lamunanku". Dalam KBBI, "yekti" berarti "sesungguhnya" atau "sebenarnya", "sliramu" berarti "dirimu", "kang" berarti "yang", "dadi" berarti "menjadi", dan "lamunan" merujuk pada "pikiran yang melayang-layang" atau "angan-angan". Frasa ini mengungkapkan bahwa sosok sang kekasih selalu hadir dalam pikiran dan lamunan sang penyanyi, menunjukkan betapa mendalam dan konsisten perasaan cinta dan kerinduan yang dirasakan.
Dengan keindahan sang kekasih yang digambarkan seperti cahaya bulan yang bersinar terang di langit, dan kenyataan bahwa dirinyalah yang selalu menjadi lamunan sang penyanyi, keseluruhan bagian ini menekankan betapa kuatnya pengaruh sang kekasih dalam kehidupan sang penyanyi. Keindahan visual yang digambarkan melalui cahaya bulan memberikan efek emosional yang kuat, memperlihatkan betapa mempesonanya sang kekasih di mata sang penyanyi, dan bagaimana keindahan tersebut selalu terekam dalam lamunan dan pikirannya.
Secara keseluruhan, bagian ini dari lagu "Pindha Samudra Pasang" memperkuat tema cinta yang agung dan abadi dengan menggunakan metafora alam yang indah dan menenangkan. Penggunaan cahaya bulan sebagai gambaran paras ayu sang kekasih menciptakan visualisasi yang kuat dan romantis, sementara lamunan yang selalu dipenuhi oleh sosok sang kekasih menunjukkan kedalaman perasaan cinta yang dirasakan oleh sang penyanyi. Melalui lirik yang kaya dan penuh makna ini, pendengar diajak untuk merasakan dan memahami keindahan dan kedalaman cinta yang dituangkan dalam lagu tersebut.
Bagian reffrain dari lagu "Pindha Samudra Pasang" memperdalam tema kerinduan dan kesetiaan yang sudah dibangun di bagian-bagian sebelumnya. Dengan menggunakan bahasa yang puitis dan metafora yang kaya, lirik ini menggambarkan perasaan yang sangat mendalam dan emosional.
Lirik "Sumribid angin ratri tansah hangantheni" secara harfiah berarti "angin malam yang bertiup selalu mengingatkanku padamu". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "sumribid" berarti "bertiup", "angin" merujuk pada "udara yang bergerak", "ratri" berarti "malam", "tansah" berarti "selalu", dan "hangantheni" berasal dari kata dasar "inget" yang berarti "ingat" dan "heni" yang berarti "terus-menerus".
Angin malam yang bertiup sering kali diasosiasikan dengan suasana yang tenang dan introspektif, saat seseorang lebih mungkin untuk merenung dan merasakan kerinduan. Dalam konteks ini, angin malam yang selalu mengingatkan sang penyanyi pada kekasihnya menggambarkan perasaan rindu yang tak henti-hentinya dirasakan. Setiap hembusan angin malam membawa ingatan dan perasaan rindu yang mendalam kepada sang pujaan hati, menunjukkan bahwa kerinduan itu konstan dan selalu hadir.