Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Peluang dan Tantangan Bekerja di Jepang: Negeri Sakura

24 Maret 2024   09:29 Diperbarui: 30 Maret 2024   06:50 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/MagangKeJepang 

Laporan ini juga mengindikasikan bahwa perkiraan mereka mungkin konservatif, karena model yang digunakan mengasumsikan pertumbuhan ekonomi yang sangat terbatas. Oleh karena itu, setiap peningkatan signifikan dalam aktivitas ekonomi akan memperburuk kelangkaan tenaga kerja yang sudah ada.

Statistik terbaru yang mengungkapkan jumlah kelahiran yang mencatat rekor terendah di Jepang pada tahun lalu menjadi sebuah kekhawatiran serius dalam tren penurunan populasi yang telah terjadi selama beberapa dekade, yang hingga kini belum berhasil diubah oleh otoritas negara tersebut meskipun telah dilakukan upaya yang luas. 

Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada hari Selasa, Jepang hanya mencatat 799.728 kelahiran pada tahun 2022, jumlah terendah yang pernah tercatat dan pertama kalinya penurunan jumlah kelahiran di bawah angka 800.000. Angka ini menunjukkan penurunan hampir setengahnya dalam 40 tahun terakhir, dengan catatan lebih dari 1,5 juta kelahiran pada tahun 1982. 

Di sisi lain, Jepang juga melaporkan rekor tertinggi dalam jumlah kematian setelah perang pada tahun lalu, mencapai lebih dari 1,58 juta jiwa. Masalah ini semakin memperbesar tantangan yang dihadapi para pemimpin negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia, dengan munculnya populasi lansia yang semakin banyak, sementara angkatan kerja yang mendanai dana pensiun dan layanan kesehatan semakin menyusut.

Populasi Jepang telah mengalami penurunan sejak ledakan ekonomi pada tahun 1980-an dan mencapai angka 125,5 juta pada tahun 2021, menurut data terbaru dari pemerintah. Tingkat kesuburan yang rendah sebesar 1,3, jauh di bawah tingkat 2,1 yang diperlukan untuk mempertahankan populasi yang stabil tanpa adanya imigrasi. Meskipun memiliki salah satu angka harapan hidup tertinggi di dunia, yaitu pada tahun 2020 hampir satu dari 1.500 orang di Jepang berusia 100 tahun ke atas. 

Tren yang mengkhawatirkan ini telah menyebabkan peringatan pada bulan Januari dari Perdana Menteri Fumio Kishida, yang mengatakan bahwa Jepang berada di ambang ketidakmampuan untuk mempertahankan fungsi sosial. Pemerintah telah merespons dengan membentuk badan pemerintah baru pada bulan April yang akan fokus pada masalah ini, serta berencana untuk meningkatkan pengeluaran untuk program-program yang berhubungan dengan anak.

Namun, uang saja tidak cukup untuk menyelesaikan berbagai masalah ini, karena berbagai faktor sosial juga berperan dalam rendahnya tingkat kelahiran. Tingginya biaya hidup, terbatasnya ruang, dan kurangnya dukungan penitipan anak di perkotaan membuat sulitnya membesarkan anak, yang berdampak pada semakin sedikitnya pasangan yang memiliki anak. 

Pasangan perkotaan juga seringkali jauh dari keluarga besar di daerah lain, yang dapat memberikan dukungan. Perekonomian Jepang juga telah terhenti sejak awal tahun 1990-an, yang berarti rendahnya upah dan sedikitnya mobilitas ke atas. 

Sikap terhadap pernikahan dan memulai keluarga juga telah berubah dalam beberapa tahun terakhir, dengan semakin banyak pasangan yang menunda pernikahan dan memiliki anak selama pandemi, serta kaum muda yang merasa semakin pesimis terhadap masa depan. 

Fenomena yang sama juga terjadi di Asia Timur, dengan tingkat kesuburan di Korea Selatan yang kembali turun pada tahun lalu sebagai bagian dari upaya yang belum berhasil untuk meningkatkan jumlah penduduknya. Sementara itu, Tiongkok juga mengalami penurunan populasi yang signifikan pada tahun 2022 untuk pertama kalinya sejak tahun 1960-an, yang membuatnya semakin dekat untuk kehilangan gelar sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia kepada India.

Tips Bekerja di Jepang 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun