Amerika Selatan Akan Menyaksikan Fenomena Langit yang SpektakulerÂ
Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengumumkan bahwa pada Senin, 8 April 2024, akan terjadi gerhana Matahari total. Peristiwa langka ini akan terjadi beberapa hari menjelang Idul Fitri 1445 H. Gerhana ini dijadwalkan akan dimulai di Samudra Pasifik Selatan dan melintasi beberapa wilayah di benua Amerika, asalkan cuaca memungkinkan. Gerhana Matahari total akan pertama kali terlihat di Pantai Pasifik Meksiko, Amerika Selatan, sekitar pukul 11.07 waktu setempat. Gerhana ini akan menampilkan pemandangan langit yang spektakuler dan menakjubkan, di mana Matahari akan sepenuhnya tertutup oleh Bulan, menciptakan kegelapan total untuk sementara waktu. Fenomena ini menarik perhatian banyak peneliti dan pengamat langit, serta menjadi momen bersejarah bagi banyak orang yang tertarik dengan astronomi dan geosains.
Indonesia Tidak Terlewati GerhanaÂ
Astronom amatir Indonesia, Muh. Ma'rufin Sudibyo, menjelaskan bahwa gerhana Matahari yang terjadi pada Senin, 8 April 2024, tidak akan dapat diamati di wilayah Indonesia. Hal ini berlaku baik untuk zona penumbra, di mana gerhana total terlihat, maupun zona umbra, di mana gerhana sebagian terlihat. Zona penumbra hanya mencakup sebagian wilayah Benua Amerika bagian tengah dan utara, serta sebagian kecil Benua Eropa seperti Inggris Raya. Sementara itu, zona umbra, yang merupakan daerah yang dapat melihat sebagian gerhana Matahari, hanya mencakup wilayah dengan lebar maksimum 200 kilometer. Dengan demikian, Indonesia tidak berada dalam cakupan zona penumbra atau zona umbra pada saat gerhana Matahari tersebut terjadi. Ini berarti warga Indonesia tidak akan dapat menyaksikan fenomena langka ini secara langsung, dan peristiwa ini hanya dapat dinikmati oleh mereka yang berada di wilayah yang tercakup oleh zona penumbra atau zona umbra tersebut.
Sementara itu, zona umbra diperkirakan hanya mencakup wilayah dengan lebar maksimum 200 kilometer. Waktu peristiwa gerhana Matahari total diperkirakan terjadi antara pukul 17.45 hingga 18.49 Coordinated Universal Time (UTC), yang setara dengan pukul 00.45 hingga 01.49 WIB. Ma'rufin menyatakan bahwa konfigurasi khas gerhana Matahari memang hanya akan mencakup sebagian kecil dari wajah Bumi yang pada saat itu sedang mengalami siang hari. Ini berarti bahwa pada saat gerhana Matahari total terjadi, hanya wilayah-wilayah tertentu yang berada dalam bayangan bulan, sehingga dapat menyaksikan peristiwa langka ini. Selebihnya, bagian lain dari Bumi mungkin masih akan mengalami siang hari normal. Oleh karena itu, untuk wilayah-wilayah di luar zona umbra, gerhana Matahari mungkin hanya terlihat sebagai gerhana sebagian atau bahkan tidak terlihat sama sekali.
Dikutip dari Kompas.com. "Gerhana juga takkan terlihat di Indonesia karena terjadi saat tengah malam," ungkap Ma'rufin, pada senin 18 Maret 2024.
Dampak Tidak Langsung di IndonesiaÂ
Meskipun Indonesia tidak akan mengalami gerhana Matahari secara langsung, negara ini masih bisa mengalami dampak tidak langsung dari peristiwa tersebut. Gerhana Matahari terjadi saat terjadi konjungsi Bulan-Matahari, di mana posisi Bulan tampak berada di antara Bumi dan Matahari. Konjungsi ini menyebabkan resultan gaya tidal mencapai puncaknya, yang berarti gaya tarik gravitasi Bulan dan Matahari pada Bumi menjadi maksimum. Dampak dari fenomena ini terasa pada perubahan pasang-surut air laut, di mana pasang laut dapat mencapai tingkat maksimumnya.
Ketika gaya tarik gravitasi Bulan dan Matahari mencapai titik tertinggi pada saat gerhana Matahari, fenomena pasang laut juga dapat mencapai puncaknya. Hal ini mengakibatkan terjadinya pasang laut maksimum atau air pasang yang lebih tinggi dari biasanya. Meskipun dampaknya mungkin tidak sebesar pada wilayah-wilayah yang berdekatan dengan jalur gerhana, namun tetap ada kemungkinan bahwa wilayah pesisir Indonesia akan mengalami kenaikan tingkat pasang laut yang lebih signifikan dari biasanya. Oleh karena itu, walaupun Indonesia tidak langsung mengalami gerhana Matahari, negara ini masih dapat merasakan efek tidak langsung dari fenomena tersebut melalui perubahan tingkat pasang laut yang dapat mempengaruhi aktivitas pesisir dan kelautan.
"Dampak tak langsung umumnya terkait dengan pasang surut air laut," jelas Ma'rufin.
Kondisi ini akan menjadi lebih berpotensi berbahaya jika terjadi di daerah dengan cuaca ekstrem seperti hujan lebat dengan intensitas tinggi. Hujan lebat yang intens dapat menyebabkan terganggunya aliran air limpasan menuju laut, yang pada gilirannya dapat memperpanjang durasi genangan banjir. Fenomena pasang laut maksimum yang terjadi pada saat gerhana Matahari dapat menyebabkan peningkatan tingkat air laut yang signifikan di wilayah pesisir. Ketika hujan lebat terjadi secara bersamaan, aliran air menuju laut akan terhambat oleh volume air yang lebih besar dari biasanya akibat curah hujan yang tinggi. Dalam kondisi seperti ini, genangan banjir akan cenderung berlangsung lebih lama dan menciptakan dampak yang lebih serius bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Penyelidikan dan pemantauan yang cermat terhadap kondisi cuaca dan tingkat pasang laut menjadi sangat penting dalam menghadapi situasi seperti ini. Pemerintah dan pihak terkait harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan dampak yang dapat ditimbulkan oleh kombinasi fenomena alam tersebut. Langkah-langkah mitigasi risiko seperti pengaturan drainase yang baik dan perencanaan tata ruang yang tepat juga perlu diperhatikan untuk mengurangi potensi dampak negatif yang diakibatkan oleh fenomena pasang laut maksimum yang terjadi bersamaan dengan hujan lebat intensitas tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H