Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Ketentuan Pelaksanaan Shalat Tarawih Cepat dalam Kajian Fiqih: Memahami Keseimbangan Antara Ketenangan dan Efisiensi

12 Maret 2024   22:59 Diperbarui: 12 Maret 2024   23:03 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hadits tersebut, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberikan petunjuk kepada umatnya tentang tata cara melaksanakan shalat dengan baik. Beliau menekankan pentingnya thuma'ninah dalam setiap gerakan shalat, seperti rukuk dan sujud, yang harus dilakukan dengan penuh ketenangan dan khusyuk. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga memerintahkan agar setiap gerakan shalat dilakukan dengan thuma'ninah, baik saat berdiri, rukuk, sujud, maupun duduk.

Pesannya kepada Bilal ibn Rabah, "Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!" 

Juga menggarisbawahi pentingnya shalat sebagai sarana untuk mencapai ketenangan dan ketenangan spiritual. Dengan demikian, thuma'ninah dalam shalat menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dipenuhi oleh setiap muslim, sesuai dengan ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dalam pandangan mazhab Hanafi, kecuali pendapat dari Syekh Abu Yusuf, thuma'ninah dianggap sebagai sunnah. Meskipun begitu, prinsip thuma'ninah tetap ditekankan sebagai bagian penting dalam melaksanakan shalat, karena membantu memperkuat konsentrasi dan khusyuk dalam ibadah. Dengan demikian, thuma'ninah dianggap sebagai faktor penentu dalam meningkatkan kualitas spiritual dan pengalaman dalam melaksanakan ibadah shalat.

Alasan ulama Hanafi menghukumi thuma'ninah sebagai sunnah, termasuk thuma'ninah dalam rukuk dan sujud, adalah 

 وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّ الطُّمَأْنِينَةَ فِي الرُّكُوعِ لَيْسَتْ فَرْضًا، وَأَنَّ الصَّلاَةَ تَصِحُّ بِدُونِهَا؛ لأِنَّ الْمَفْرُوضَ مِنَ الرُّكُوعِ أَصْل الاِنْحِنَاءِ وَالْمَيْل، فَإِذَا أَتَى بِأَصْل الاِنْحِنَاءِ فَقَدِ امْتَثَل، لإِتْيَانِهِ بِمَا يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ الاِسْمُ الْوَارِدُ فِي قَوْله تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ}. الآْيَةَ. أَمَّا الطُّمَأْنِينَةُ فَدَوَامٌ عَلَى أَصْل الْفِعْل، وَالأْمْرُ بِالْفِعْل لاَ يَقْتَضِي الدَّوَامَ.

Artinya: " Para Ulama Hanafi berpendapat bahwa thuma'ninah dalam rukuk bukanlah merupakan bagian dari kewajiban (fardhu) dalam shalat. Dalam pandangan mereka, shalat tetap sah meskipun tidak dilakukan thuma'ninah. Ini disebabkan oleh pandangan bahwa yang diwajibkan dalam rukuk adalah melakukan bungkuk dan condong, sehingga saat seseorang sudah melakukan bungkuk, ia sudah dianggap telah menunaikan rukuk sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu," (Surat Al-Hajj ayat 77).

Dalam pemahaman mazhab Hanafi, thuma'ninah dianggap sebagai suatu amalan yang dapat ditingkatkan, namun bukan merupakan bagian yang harus dipenuhi untuk sahnya shalat. Mereka berpandangan bahwa thuma'ninah adalah kelanjutan dari aksi atau gerakan yang sudah dilakukan, bukan merupakan perintah yang harus dijalankan secara khusus. Referensi dari Al-Mausu'atul Fiqhiyyah menjelaskan bahwa thuma'ninah dianggap sebagai sesuatu yang berkelanjutan berdasarkan pada asal perbuatan, sedangkan perintah melakukan sesuatu tidak menuntut untuk berkelanjutan. Dengan demikian, meskipun ulama Hanafi menghargai thuma'ninah sebagai suatu amalan yang dianjurkan, namun mereka menganggapnya sebagai sunnah, bukan sebagai kewajiban dalam shalat. Hal ini menunjukkan perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab dalam menafsirkan dan memahami tata cara melaksanakan shalat, serta penekanan pada berbagai aspek dalam pelaksanaan ibadah tersebut.

merdeka.com
merdeka.com

Berdasarkan uraian singkat tentang maksud serta kedudukan tartil bacaan dan thuma'ninah yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan tarawih yang dilakukan dengan cepat pada dasarnya tidak masalah, selama memperhatikan beberapa hal penting.

1.  Bacaan Al-Quran, terutama yang merupakan rukun-rukun shalat, seperti Surah Al-Fatihah dan Surah yang dibaca pada rakaat-rakaat tarawih, meskipun dilakukan dengan cepat oleh imam---jika shalat berjamaah---tetap harus memperhatikan ketentuan atau kaidah tajwid. Pentingnya memperhatikan ketentuan tajwid dalam pembacaan Al-Quran, terutama dalam shalat berjamaah seperti tarawih, karena dalam kondisi tertentu, imam bertanggung jawab atas bacaan makmum yang kurang sempurna. Dalam shalat berjamaah, makmum mengikuti bacaan imam, dan jika imam melakukan bacaan yang kurang tepat dari segi tajwid, maka hal ini juga berdampak pada bacaan makmum. 

Oleh karena itu, meskipun dilakukan dengan cepat, imam tetap harus memastikan bahwa bacaannya memenuhi standar tajwid agar tidak mengakibatkan kesalahan atau kekurangan pada bacaan makmum. Dengan demikian, dalam pelaksanaan tarawih, imam perlu memperhatikan kecepatan bacaan agar tetap memungkinkan untuk menjaga kualitas dan kesempurnaan bacaan sesuai dengan kaidah tajwid. Meskipun demikian, penghormatan terhadap kualitas bacaan Al-Quran harus tetap diutamakan, sehingga ibadah tarawih dapat memberikan manfaat spiritual yang maksimal bagi para jamaah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun