Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ketika Suara Rakyat Tak Lagi Berarti: Demokrasi Tercoreng (BAB 4)

4 Maret 2024   06:13 Diperbarui: 4 Maret 2024   06:23 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sonora.id/Ilustrasi dibungkam. (DOK. PEXELS/KAT SMITH)

Bab 4: Ketika Keadilan Dibungkam

Ruangan tahanan terasa pengap dan sumpek. Reno dan Bang Burhan duduk berdempetan di atas lantai yang dingin. Wajah mereka letih, namun sorot matanya memancarkan semangat pantang menyerah.

"Bagaimana bisa mereka menangkap kita seenaknya begini?" geram Reno, gamas memukul tembok.

Bang Burhan meletakkan tangannya di bahu Reno. "Mereka takut, Ren. Takut kebenaran terungkap."

"Tapi, kita tidak bisa dibiarkan terus menerus seperti ini. Bukti ada di flashdisk itu," ujar Reno, cemas.

"Jangan khawatir," Bang Burhan tersenyum tipis. "Aku sudah hafal isinya. Mereka tak bisa menghilangkan kebenaran."

Pintu sel dibuka paksa. Dua petugas berbadan tegap masuk, menyeret Reno dan Bang Burhan keluar.

"Mau dibawa ke mana kita?" tanya Reno, memberontak.

"Sidang!" bentak salah satu petugas.

Mereka digiring ke ruang sidang yang penuh sesak. Para pendukung berkumpul di luar gedung, meneriakkan yel-yel "Bebaskan Reno dan Bang Burhan!" "Ungkap kecurangan pemilu!"

Di ruang sidang, suasana tegang. Jaksa penuntut menuduh Reno dan Bang Burhan menyebarkan berita bohong dan menghasut masyarakat. Wajah para hakim tampak datar, tak terbaca ekspresinya.

Bang Roni, dengan argumen yang kuat dan bukti-bukti yang ia kumpulkan, berusaha membela Reno dan Bang Burhan. Ia mempertanyakan penangkapan mereka yang sewenang-wenang dan tidak sesuai prosedur hukum.

Namun, pembelaan Bang Roni kerap dipotong oleh jaksa penuntut. Suasana sidang semakin gaduh. Hakim beberapa kali menegur kedua belah pihak.

Di tengah persidangan, seorang jurnalis senior yang dikenal berani dan vokal, mengajukan diri sebagai saksi. Ia memberikan kesaksian tentang adanya kejanggalan dalam proses pemilu dan intimidasi terhadap saksi.

Kesaksian tersebut sontak mengejutkan semua yang hadir. Para pendukung di luar gedung bersorak sorai. Harapan untuk keadilan mulai tumbuh.

Namun, di detik-detik akhir persidangan, hakim ketua justru mengambil keputusan yang kontroversial. Ia menyatakan Reno dan Bang Burhan bersalah atas tuduhan yang dilayangkan jaksa penuntut. Hukuman yang dijatuhkan pun terbilang berat.

Keputusan tersebut sontak memicu kekecewaan dan kemarahan. Para pendukung berteriak histeris, meneriakkan kecaman terhadap putusan tersebut.

"Ini tidak adil!" teriak Wulan, berurai air mata.

Bang Roni berusaha menenangkan Wulan dan para pendukung lainnya. "Kita belum kalah. Kita akan banding!"

Reno dan Bang Burhan digiring keluar ruang sidang. Di tengah sorakan dan teriakan massa, mereka berdua saling menatap. Tatapan mereka penuh kekecewaan, namun tak menyerah. Mereka tahu, perjuangan mereka masih panjang.

Di luar gedung, kerusuhan pecah. Massa yang tak terima dengan putusan hakim bentrok dengan aparat keamanan. Situasi semakin tak terkendali.

Bab 4 berakhir dengan kekecewaan dan kemarahan. Keadilan dibungkam, namun perjuangan belum usai. Akankah banding yang diajukan Bang Roni berhasil? Akankah kebenaran tentang kecurangan pemilu terungkap? Pertanyaan tersebut membuat pembaca penasaran dan ingin mengetahui kelanjutan kisahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun