"Aku sudah menghubungi Bang Roni dari LBH Rakyat. Dia akan mengurus semuanya," hibur Wulan. "Sekarang, kamu harus istirahat."
Reno terpaksa menurut. Ia lemas tak berdaya. Di benaknya, gambaran Bang Burhan dan formulir-formulir hitung manual terus berputar. Ia berdoa agar Bang Burhan selamat dan bukti kecurangan itu terlindungi.
Di kantor LSM, suasana hening mencekam. Laci-laci tercongkel, kertas berserakan di lantai. Komputer utama rusak, jejak manipulasi data seakan sengaja dihapus.
Bang Roni, pengacara dari LBH Rakyat, memeriksa keadaan dengan tatapan serius. "Reno, kamu tenang dulu. Kita akan lapor ke polisi dan Bawaslu. Kita harus buat laporan resmi tentang hilangnya Bang Burhan dan dugaan kecurangan pemilu."
Reno mengangguk teguh. Ia tak ingin menyerah. Ketidakadilan yang ia saksikan harus diungkap.
Sementara itu, berita hilangnya Bang Burhan dan dugaan perusakan kantor LSM beredar luas. Publik gempar. Media massa dan warganet ramai-ramai memberitakannya.
Di sela kepanikan dan kegelapan, secercah harapan muncul. Seorang warga yang pernah bertugas di TPS tempat Reno bertugas, menghubungi LSM. Ia mengaku memiliki salinan hasil hitung manual yang ia simpan secara diam-diam.
Kabar ini bagai oase di tengah gurun pasir. Bukti itu bisa menjadi senjata untuk melawan manipulasi.
Reno dan Bang Roni sepakat untuk merahasiakan salinan tersebut. Mereka harus bergerak hati-hati, waspada terhadap pihak yang berniat menghalangi perjuangan mereka.
Bab 2 berakhir dengan secercah harapan. Bukti baru muncul, namun bahaya masih mengintai. Berhasilkah Reno dan Bang Roni membebaskan Bang Burhan dan mengungkap kecurangan pemilu? Pertanyaan tersebut menggantung, menanti jawaban di bab selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H