Sinopsis
Pemilihan presiden tahun 2024 seharusnya menjadi momen bersejarah bagi bangsa. Namun, kecurangan demi kecurangan mewarnai proses demokrasi, memicu keraguan dan kekacauan. Data suara yang tidak sesuai, manipulasi hasil penghitungan, dan intimidasi terhadap saksi menjadi bukti nyata bahwa demokrasi telah dinodai. Di tengah kekecewaan dan amarah rakyat, pemilihan ulang diadakan. Harapan untuk pemilu yang adil dan transparan kembali muncul. Namun, kenyataan berkata lain. Suara rakyat kembali dibungkam, manipulasi semakin terang-terangan, dan suara yang sah dirampas.
Parahnya, suara rakyat dalam pemilihan ulang justru jauh lebih sedikit dan berkurang drastis dibandingkan sebelumnya. Kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi runtuh. Muncullah gerakan protes besar-besaran menuntut keadilan dan kebenaran. Di tengah pergolakan politik dan sosial ini, sekelompok aktivis dan jurnalis berusaha menguak tabir di balik kecurangan pemilu. Mereka berhadapan dengan bahaya dan tekanan dari pihak yang ingin menutupi kebenaran. Cerita ini bukan hanya tentang kecurangan pemilu, tetapi juga tentang perjuangan rakyat untuk memperjuangkan hak suara mereka dan menegakkan demokrasi. Sebuah kisah tentang keberanian, pengorbanan, dan harapan di tengah kegelapan manipulasi dan penindasan.
Bab 1: Kotak Pandora
Layar laptop menampilkan grafik perolehan suara pilpres yang terus bergerak. Angka di kubu Pak Harun, calon yang diusung partai berkuasa, melejit tak terbendung. Sementara Pak Faisal, penantang dari jalur independen, tertinggal jauh.
Reno, dengan dahi berkerut, terus menyegarkan halaman web. Angka di layar terasa asing, tak mencerminkan hasil hitung manual yang ia lakukan di TPS tempatnya bertugas. Kecurigaan menggerogoti benaknya. Ia teringat pesan Bang Burhan, seniornya di LSM Suara Rakyat, "Reno, kalau ada kecurangan, jangan diem aja. Suara rakyat itu suci!"
Reno segera menghubungi Bang Burhan. Suara di ujung telepon terdengar mendesak. "Reno, datanya aneh! Cepat bawa semua hasil hitung manual ke kantor!"
Dengan jantung berdebar, Reno bergegas ke garasi, menyalakan motor bututnya. Ia tak hiraukan hujan yang mulai mengguyur deras. Di kepalanya terbayang wajah-wajah warga yang antusias memberikan suaranya. Mungkinkah kepercayaan mereka akan digelapkan?
Sampai di kantor LSM Suara Rakyat yang gelap gulita, Reno mendapati Bang Burhan mondar-mandir gelisah. "Listrik padam, Ren. Cepat masuk, aku sudah hubungi media," kata Bang Burhan, suaranya bergetar.
Di ruangan remang-remang, mereka membentangkan formulir hasil hitung manual di atas meja. Ketidaksesuaian data dengan angka di website KPU semakin nyata. Keringat dingin membasahi punggung Reno.
"Ini jelas-jelas manipulasi!" geram Bang Burhan, mengebrak meja. "Kita harus buka suara. Rakyat harus tahu."