Rian menghela napas, "Memang. Tapi tidak apa-apa. Aku harus bisa."
Laras menatap Rian dengan iba. Ia tahu perjuangan Rian tidak mudah, namun Laras kagum dengan kegigihan dan semangat yang dimiliki temannya itu.
"Rian," ucap Laras lembut, "kamu hebat. Aku bangga padamu."
Rian tersipu, "Terima kasih, Laras. Dukunganmu berarti bagiku."
Suasana hening sejenak. Laras memperhatikan jemari Rian yang tergores saat bekerja di percetakan.
"Tanganmu terluka," ujar Laras sambil mengulurkan plester dari tasnya.
Rian segera meraih plester tersebut, "Tidak apa-apa, Laras. Cuma luka kecil."
Laras mengambil tangan Rian dengan lembut dan mulai memasangkan plester. Sentuhan jemari Laras membuat hati Rian berdebar. Ia menatap Laras, dan untuk pertama kalinya, Rian menyadari perasaannya yang sesungguhnya.
Tiba-tiba, pintu percetakan terbuka dan Mas Andi masuk. Ia melihat Rian dan Laras berpegangan tangan.
"Eh, Rian, lagi istirahat ya?" sapanya.
Rian dan Laras sama-sama terkejut dan buru-buru melepaskan pegangan tangan mereka.