Mohon tunggu...
Ahmad Shodiqy
Ahmad Shodiqy Mohon Tunggu... Editor - Deky Ahmad

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Keberadaan Asta Sayyid Yusuf terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Talango

16 Desember 2022   23:28 Diperbarui: 16 Desember 2022   23:30 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Islam merupakan salah satu agama terbesar didunia. Dari sekian banyak negara di dunia, Indonesia adalah salah satu negara dengan pemeluk agama Islam terbanyak. Bahkan, populasi muslim di Indonesia melebihi Arab yang merupakan negara pertama penyebar agama Islam. Penyebaran agama Islam di Indonesia dimulai pada abad ke-7 M. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa pada abad ke-13 M Islam masuk ke Indonesia.[1]

Dalam penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya di pulau jawa, terdapat kelompok yang sangat berpengaruh di dalamnya. Mereka dikenal dengan sebutan Wali Songo. Pulau Madura adalah salah satu pulau yang mayoritas penduduknya beragama islam. Maka tidak heran jika penyebaran Islam di Madura selalu dikaitkan dengan penyebaran Islam di Jawa.[2] Sekitar tahun 900 M -- 1500 M, sebelum Islam datang ke Madura, hegemoni dari dinasti kerajaan Hindu berlang lama di wilayah ini.[3] Maka tidak heran jika sebagian wilayah madura terdapat sejumlah peninggalan-peninggalan contohnya seperti candi dan vihara.  

Artikel ini sepenuhnya terfokus pada keberadaan Asta Sayyid Yusuf, yang mana dalam hal ini sangat menarik untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari adanya Asta tersebut terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar.

Asal Usul Asta Sayyid Yusuf

Di sebuah pulau dalam gugusan Kabupaten Sumenep Madura terdapat salah seorang tokoh Islamisasi yang terkenal yaitu Sayyid Yusuf. Meskipun demikian, masih sedikit sekali informasi yang tersedia mengenai sosok satu ini. Astanya berada di Pulau Poteran tepatnya di Desa Talango yang sampai tulisan ini dibaca oleh pembaca tetap menjadi misteri dan banyak dikunjung-ziarahi.

Sumenep adalah kabupaten paling ujung timur di pulau garam. Uniknya, selain memiliki daratan, kabupaten ini juga memiliki banyak kepulauan. Ada sekitar 126 pulau yang tersebar di kabupaten Sumenep yang terletak diantara 11332'54" - 11616'48" bujur timur dan 455' - 724' lintang selatan. Pulau Poteran adalah salah satu pulau di kabupaten Sumenep tetapi pulau tersebut lebih masyhur dikenal dengan sebutan pulau Talango. Pulau ini memiliki delapan Desa yang penduduknya mayoritas muslim. Bahkan, bisa dikatakan semua masyarakat di pulau ini adalah seorang muslim karena saya sendiri tidak pernah menemukan tempat ibadah ataupun kegiatan keagamaan selain kegiatan keagamaan agama Islam. Bisa jadi hal tesebut adalah berkat Sayyid Yusuf, sosok tokoh Islamisasi di Pulau tesebut.

Namanya sangat masyhur. Terbukti, banyak sekali orang datang berbondong-bondong untuk ziarah ke Astanya. Dan tidak sedikit pula dari mereka adalah orang-orang dari luar pulau Madura. Hal tersebut adalah bukti bahwa beliau ini memang sosok manusia yang mulia di hadapan-Nya. Anehnya, kuburan beliau bukan hanya satu-satunya di pulau Poteran. Akan tetapi, ada sekitar lima kuburan yang tersebar di belahan dunia. Di antaranya adalah daerah Banten, Srilanka, dan Afrika Selatan. Namun dibalik terkenalnya beliau tidak ada sejarah khusus yang menjelaskan tenntang bagaimana sosok Sayyid Yusuf ini mengislamkan atau menyebar luaskan agama Islam kepada masyarakat yang bermukim di pulau tersebut. Sejarah beliau hanya di singgung sedikit di dalam buku. Salah satunya adalah buku Babad Soengenep. Yang mana buku tersebut merupakan peninggalan salah satu tokoh Keraton Sumenep yang memuat perjalanan Kabupaten di ujung timur Pulau Garam. Buku tersebut ditulis oleh salah seorang jenius yang bernama Raden Werdisastro.

Jarak asta beliau dengam pelabuhan Talango kurang lebih 500 M, tepatnya terletak pada perbatasan Desa Padike dan Desa Talango. Kuburan beliau pertama kali ditemukan oleh Sri Sulatan Abdur Rahman Pakutaningrat I yang merupakan salah satu raja Sumenep dari tahun 1811 -- 1854. Sri Sultan menemukan kuburan Sayyid Yusuf pada saat melakukan perjalanan menuju Bali untuk menyebar agama Islam. Setelah sampai di pelabuhan Kalianget hari sudah mulai petang dan Sri Sultan memilih untuk beristirahat disana. Pada malam harinya, Sri Sultan di kagetkan dengan sebuah cahaya yang terang terjatuh di pulau seberang yaitu pulau Poteran. Dikarenakan Sri Sultan merasa penasaran, setelah sholat subuh, beliau bersama rombongan langsung berangkat menyebrang ke pulau Poteran dengan jarak tempuh kurang lebih 10 menit dari pelabuhan Kalianget.

Sesampainya beliau di pulau tersebut lalu Sri Sultan mengikuti cahaya itu untuk mencari tanda dimana jatuhnya cahaya tadi walaupun harus masuk ke tengah hutan. Sesampainya di tempat jatuhnya cahaya tersebut, Sri Sultan meyakini bahwa tempat tersebut adalah kuburan auliya'. Kemudian Sri Sultan mengucapkan salam, lalu tiba-tiba terdengar ada suara yang menjawab salam Sri Sultan tanpa menampakkan wujudnya. Untuk mengetahui darimana suara tersebut, lalu Sri Sultan bermunajat kepada Allah SWT sehingga tidak lama kemudian ada petunjuk dengan jatuhnya selembar daun sukun di pangkuan Sri Sultan. Setelah diperhatikan daun tersebut bertuliskan Arab "Hadza Maulana Sayyid Yusuf bin Ali bin Abdullah Al-Hasani". Perlu diketahui, bahwa di wilayah Asta Sayyid Yusuf, para peziarah tidak akan menemukan pohon sukun. Setelah itu, Sri Sultan memberikan batu nisan dan memberi tulisan sesuai dengan petunjuk yang di dapatkan dari selembar daun tersebut. Tidak hanya itu, Sri Sultan lalu membuatkan congkop. Akan tetapi, Sayyid Yusuf ini seolah-olah memberikan isyarat bahwa dirinya tidak berkenan jika kuburannya diberikan congkop. Oleh karena itu, kuburan tersebut keluar sendiri dari congkop yang sudah dibuatkan oleh Sri Sultan dan sampai sekarang Asta tersebut tidak bercongkop.

Sebelum Sri Sultan melanjutkan perjalanannya ke pulau Dewata, Sri Sultan menancapkan sebuah tongkat tepat di sebelah timur Asta Sayyid Yusuf. Hingga saat ini tongkat tesebut menjadi pohon yang sangat besar, lalu pohon tersebut biasa disebut pohon nanggher oleh masyarakat setempat. Usia dari pohon itu sendiri sampai sekarang yaitu sudah 3 abad lebih. Menurut keyakinan masyarakat setempat, pohon tersebut tidak bisa di tumbangkan. Walaupun pernah ada orang yang pernah mencoba untuk merobohkannya, akan tetapi usahanya berakhir sia-sia.

Setelah kurang lebih satu tahun setelahnya, Sri Sultan kembali lagi pulau tersebut dengan membuatkan sebuah pendopo dan sebuah sumur. Hal tersebut bertujuan untuk memberi tempat buat msayarakat yang datang untuk ziarahi Asta tesebut dan juga untuk bersuci. Terbukti, sampai sekarang para peziarah masih ramai mengunjungi Asta Sayyid Yusuf. Beberapa waktu kemudian, Sri Sultan membangun masjid, yang sekarang dikenal dengan nama masjid Jami' Talango yang konon oleh Sri Sultan dijadikan pusat pengembangan Agama Islam. Lalu, pada tahun 1986 di wilayah tersebut didirikan yayasan pendidikan yang diberi nama Yayasan Asta Sayyid Yusuf yang orientasinya bergerak pada bidang pendidikan. Lembaga yang dirintis adalah MI, MTs, dan SMA dengan tujuan untuk membantu masyarakat yng kurang mampu.

Pengaruh Dalam kehidupan Sosial

a. Bidang Syi'ar Agama Islam

Pengaruh terhadap kehidupan masyarakat pada umum yaitu tidak lain adalah untuk menambah ilmu agama mereka sebagai pegangan hidup. Dengan adanya kerja keras para mubaligh yang tangguh membuat keberhasilan dakwah Islam pada penduduk jawa. Proses Islamisasi yang berjalan damai nyaris tanpa konflik mulai dari masyarakat lapisan bawah sampai lapisan masyarakat atas. Dalam berdakwah para ulama menggunakan metode akomodatif dan lentur yaitu dengan menggunakan unsur-unsur budaya lama (Pra-Islam), namun meskipun demian secara tidak langsung dimasukkan nilai-nilai Islam kedalamnya. Mereka benar-benar memahami kondisi sosiokultural masyarakat, sehingga metodeini disebut dengan sinkretisme.

Dalam bidang Syi'ar juga berdampak pada timbulnya organisasi sosial masyarakatnya. Dalam rangka mempererat hubungan masyarakat dengan lingkungannya adalah tujuan dari dibentuknya organisasi sosial. Kehidupan setiap kehidupan manusia baik pada bidang sosial maupun pada bidang budaya dapat di wujudkan dengan adanya organisasi sosial. Pada desa tersebut terdapat organisasi sosial contihnya seperti halnya kelompok-kelompok karang taruna, organisasi PKK dan kelompok-kelompok pengajian.

Dengan adanya Asta Sayyid Yusuf ini, setiap tahunnya mempunyai kegiatan rutinan yaitu dengan diadakannya Khol yang akan mendorong masyarakat sekitar guna untuk membentuk kepanitiaan yang terdiri dari para pengurus Asta, para perangkat desa, sesepuh desa, dan tokoh masyarakat seperti Kyai dan juga para pemuda. Dari kepanitiaan tersebut akan membawa dampak hubungan yang lebih erat antar masyarakat yang masih mencerminkan nilai kebersamaan dan gotong royong.

b. Bidang Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya memiliki arti penting bagi para pelajar atau masyarakat sekitar, di mana pendidikan sangat berperan dalam kehidupan. Dalam hal ini, pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk bisa melakukan kegiatan sosial dan meneruskan kebudayaan. Para generasi muda dalam bidang pendidikan mempunyai peran penting sebagai tonggak atau dasar dalam pembangunan, untuk itu para generasi muda oleh para sesepuh desa mereka dengan selalu ditanamkan  sifat  untuk  selalu  menghormati  kepada  tokoh  yang dianggap sebagai penyebar agama Islam.

Dari wawasan pembangunan bangsa dan pendidikan nasional pelajaran sejarah memiliki peranan yang sangat relevan sebagai sarana bagi pendidikan, baik pelatihan intelektual (intelektual training), pendidikan moral ataupun pendidikan civil society (masyarakat sipil) yang bertanggung  jawab  terhadap  bangsa  dan negara.  Dalam  hal  ini pelajaran sejarah dapat menjadi wahana bagi penanaman moral, semangat dan wawasan kepribadian bangsa yang kokoh, maju dan mandiri melalui substansi dan model yang disajikan kepada anak didik. Pendidikan sejarah dapat juga dijadikan sebagai sarana untuk pengenalan dan pewarisan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat baik bersifat formal. Dalam pendidikan formal seringkali disajikan dalam bentuk proses pembelajaran siswa di sekolah yang selalu memperkenalkan tokoh atau figur seorang pahlawan yang ada di Indonesia   dengan   berbagai   perjuangan   dan   mempunyai   peranan penting dalam kehidupan masyarakat baik secara lokal maupun nasional.

Pengaruh Dalam Kehidupan Budaya

Pada umumnya, nilai kegotong-royongan, sikap ramah tamah, dan saling tolong menolong pada kehidupan masyarakat sudah membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Mengikuti perkembangan jaman kebudayaan manusia selalu berkembang, baik cepat maupun lambat. Kebudayaan dapat dikatakan bisa mengadaptasikan diri dengan lingkungan. Tetapi dalam masyarakat tradisional, nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat masih dijunjung tinggi. Hal tersebut terjadi karena masyarakat beranggapan bahwa nilai-nilai budaya yang ada dapat menambah keharmonisan hubungan antara masyarakat dengan lingkungannya  maupun  individu-individu  tanpa  menimbulkan kerugian dan nilai-nilai budaya tersebut masih dianggap baik dan harus dipertahankan.

Ciri dari bangsa Indonesia seperti halnya kerja bakti, menerima tamu baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal adalah nilai-nilai budaya dalam masyarakat yang sudah melekat dan membudaya dalam kehidupan masyarakat yang mana hal tersebut merupakan warisan dari nenek moyang bangsa Indonesia yang dipertahankan sampai sekarang. Hubungan sosial dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik dengan adanya pola semacam itu. Di wilayah tersebut, keberadaan Asta Sayyid Yusuf dapat menambah tingginya jiwa gotong royong pada diri masyarakat dalam menumbuhkan rasa yang sama untuk   mempunyai   kewajiban   untuk   turut   menjaga kelestarian sejarah tersebut hingga bisa diwariskan kepada generasi mereka sebagai rasa syukur dan bangga atas adanya Asta Sayyid Yusuf disana dengan mengadakan upacara-upacara ritual seperti Khol atau tahlilan sebagai bentuk kegiatan gotong-royong.

Menurut Koentjaraningrat, upacara timbul karena adanya dorongan perasaan manusia untuk melakukan perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib (kelakuan keagamaan). Upacara tradisional merupakan perwujudan nilai budaya masyarakat setempat. Upacara tradisional menjadi suatu tindakan atau tingkah laku yang ditujukan untuk menghadapi kekuatan yang berada di luar manusia yang tumbuh dari alam bawah sadar sebagai perwujudan dari keterbatasan-keterbatasan kemampuan manusia dalam menghadapi tantangan hidup.[4] Pelaksanaan proses sosialisasi dalam masyarakat yang di lihat dari adanya penyelenggaraan atau pelaksanaan upacara yang sangat penting karena berfungsi sebagai pengokoh norma-norma atau nilai-nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat merupakan perwujudan dari upacara keagamaan ataupun upacara adat tradisional.

Kesimpulan

Keberadaan Asta Sayyid Yusuf memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakatnya, khususnya di bidang sosial budaya. Dampak sosial terutama dalam bidang syi'ar agama Islam yang secara damai menyebarkan agama Islam walaupun masih menggunakan metode sinkretisme yaitu perpaduan dengan budaya sebelumnya (pra-Islam), Syi'ar juga terlihat dalam bentuk keramaian masyarakat yang berziarah atau mengunjungi makam tersebut. Pada bidang pendidikan yaitu menambah pengetahuan bagi para pelajar tersebut dan sekitarnya tentang tokoh Sayyid Yusuf sebagai penyebar agama Islam secara lokal di daerah Talango dan sekitarnya pada umumnya maupun di Talnago pada khususnya.

Sedangkan dampak budaya mengacu pada religi yang menyangkut aktivitas ziarah sebagai bentuk sinkretisme budaya pra-Islam, sistem nilai budaya memunculkan kegotongroyongan masyarakat dalam setiap upacara keagamaan pada makam Asta Sayyid Yusuf dan adat istiadat yang memberi corak khusus dalam kehidupan masyarakatnya seperti upacara Khol, Tahlilan dan Selametan yang dilakukan secara turun-temurun olah masyarakat setempat.

Reference

Huub  de  Jonge, Madura  dalam  Empat  Zaman: Pedagang, Perkembangan, Ekonomi, dan Islam: Suatu Studi Antropologi Ekonomi (Jakarta: Gramedia, 1989), 45.

Koentjaraningrat. 1988. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Yogyakarta: Djambatan

Komarudin & Muhammad  Haitami, Tradisi  Islam  dan  Upacara  Adat  Nusantara (Bandung: Makrifat Media Utama, t.t.), 7.

Zaini Muchtarom, Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), 41-43.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun