Mohon tunggu...
Ahmad ArifAminulloh
Ahmad ArifAminulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Write your every moments

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Komunikasi Ibu dalam Pembentukan Karakter Ibadah pada Anak

12 Desember 2023   10:32 Diperbarui: 12 Desember 2023   10:33 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PERAN KOMUNIKASI IBU DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER IBADAH PADA ANAK

Reni Darmayanti, Suhadah

Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam FAI

Universitas Muhammadiyah Mataram

Jln.K.H.Ahmad Dahlan

Email:renidarmayantii24@gmail.com

suhadah@ummat.ac.id

ABSTRAK

Sebagai guru pertama bagi anak, seorang ibu memiliki peran yang signifikan dalam membentuk karakter anak agar menjadi pribadi yang taat beragama. Usaha seorang ibu tidak terbatas pada memberikan nasihat kepada anak mengenai makna ibadah, tetapi juga melibatkan diri dalam memberikan contoh agar anak dapat melaksanakan ibadah secara mandiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana pola komunikasi antara ibu dan anak dalam proses pembentukan ibadah, mengidentifikasi kendala yang dihadapi, serta mengeksplorasi solusi yang diterapkan oleh ibu dalam membentuk karakter ibadah anak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi antara ibu dan anak mengikuti Model Stimulus-Respon, di mana ibu memberikan perintah kepada anak dengan menggunakan kata-kata dan memberikan contoh, kemudian anak merespon dengan melaksanakan ibadah seperti sholat, mengaji, dan berpuasa. Dalam konteks ini, ibu menghadapi kesulitan dalam membentuk karakter ibadah anak, terutama dalam pelaksanaan sholat, mengaji, dan berpuasa. Kendala yang diidentifikasi mencakup 1) Anak masih memerlukan bantuan dan bimbingan, dan 2) Anak kadang-kadang malas karena terlibat dalam aktivitas sendiri, seperti bermain dengan teman, menggunakan handphone, menonton televisi, mengerjakan tugas sekolah, dan tertidur karena mengantuk. Oleh karena itu, solusi yang diusulkan oleh para ibu melibatkan pemberian pemahaman tentang pentingnya beribadah, memberikan perintah, mengajak, dan menjadi teladan bagi anak agar bersedia beribadah bersama.

Kata-kata kunci: komunikasi interpersonal ibu dan anak ,karakter beribadah

ABSTRACT

As a child's first teacher, a mother has a significant role in shaping a child's character so that they become religious individuals. A mother's efforts are not limited to giving advice to children about the meaning of worship, but also involve themselves in providing examples so that children can carry out worship independently. The aim of this research is to understand the communication patterns between mother and child in the process of forming worship, identify the obstacles faced, and explore solutions implemented by mothers in shaping children's worship character. The research method used is a qualitative method. The research results show that the communication pattern between mother and child follows the Stimulus-Response Model, where the mother gives orders to the child using words and giving examples, then the child responds by carrying out religious services such as praying, reciting the Koran, and fasting. In this context, mothers face difficulties in forming their children's religious character, especially in praying, reciting the Koran and fasting. Obstacles identified include 1) Children still need help and guidance, and 2) Children are sometimes lazy because they are involved in their own activities, such as playing with friends, using cellphones, watching television, doing schoolwork, and falling asleep because they are sleepy. Therefore, the solution proposed by mothers involves providing an understanding of the importance of worship, giving orders, inviting, and being an example for children to be willing to worship together.

Keywords: Interpersonal Communication; M other and Child; Worship Characters

PENDAHULUAN

           Komunikasi adalah proses penyampaian informasi atau pesan dari satu pihak ke pihak lain. Menurut Joseph A. Devito komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan berupa umpan balik seketika (Marhaeni, 2009).Berinteraksi secara komunikatif juga memiliki peranan penting dalam memelihara hubungan antar individu, terutama dalam lingkup keluarga. Melalui komunikasi di antara anggota keluarga, dapat muncul saling pengertian yang memperkuat ikatan antara orang tua dan anak-anak.

           Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi seorang anak. Sebelumnya ia berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, ia akan terlebih dahulu mengalami kehidupan dalam lingkup keluarga. Interaksi dalam keluarga memiliki dampak signifikan pada perkembangan anak untuk masa depannya. Keluarga menjadi penentu utama dalam membentuk perilaku, moral, dan kebiasaan sehari-hari seorang anak. Keluarga juga menjadi tempat di mana anak pertama kali membentuk pola pikir yang kemudian akan memengaruhi kehidupannya di masyarakat. Oleh karena itu, tidak salah jika keluarga dianggap sebagai elemen krusial dalam menentukan kualitas masyarakat. (al-Abrasy,1993:133 dalam (Rijal Sabri, Muhammad Iqbal Hasibuan, 2019).

           Cocey mengajukan empat prinsip peranan keluarga yaitu: 1. Modelling (example of trustworthness). Orangtua adalah contoh atau model bagi anak dan remaja. Orangtua merupakan model pertama dan terdepan (baik positif maupun negatif) dan merupakan pola bagi "way of life" anak. Melalui modelling orang tua mewariskan cara berpikirnya kepada anak. Melalui modelling anak dan remaja belajar tentang sikap proaktif, sikap respect dan kasih sayang; 2. Mentoring yaitu kemampuan menjalin atau membangun hubungan, investasi emosional (kasih sayang kepada orang lain) atau pemberian perlindungan kepada orang lain secara mendalam, jujur, pribadi dan tidak bersyarat. Orangtua merupakan mentor pertama bagi anak dan remaja yang menjalin hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam, baik secara positif atau negatif. Orangtua menjadi sumber pertama bagi perkembangan perasaan anak dan remaja: rasa aman atau tidak aman, dicintai atau dibenci. Orangtua tetap dan selalu menjadi mentor bagi anak dan remaja; 3. Organizing, yaitu keluarga seperti perusahaan yang memerlukan tim kerja dan kerjasama antar anggota dalam menyelesaikan tugas-tugas atau memenuhi kebutuhan keluarga. Peran organizing adalah untuk meluruskan struktur dan sistem keluarga dalam membantu hal-hal yang penting; 4. Teaching. Orang tua berperan sebagai guru (pengajar) bagi anak dan remaja tentang hukum-hukum dasar kehidupan. Melalui pengajaran ini orangtua berusaha memberdayakan (empowering) prinsip-prinsip kehidupan, sehingga anak dan remaja memahami dan melaksanakannya. (Hana & Andriyani, n.d.)

           Salah satu bentuk komunikasi yang umum digunakan dalam lingkungan keluarga adalah komunikasi interpersonal. Jenis komunikasi ini melibatkan interaksi langsung antara individu, memungkinkan setiap peserta untuk mengamati tanggapan orang lain secara langsung, baik melalui kata-kata maupun ekspresi non verbal. (Stephen W. Littlejohn, 2009). Ketika berkomunikasi, individu saling berkomunikasi untuk berbagi makna mengenai istilah dan tindakan tertentu, serta memahami suatu kejadian melalui perspektif tertentu. Proses ini kemudian diolah dan menjadi bagian dari nilai-nilai yang dianut atau karakteristik diri seseorang.

           Seperti halnya yang disampaikan oleh (Idris (2014) dalam (Handayani, 2016) bahwa ada beberapa cara yang dilakukan oleh keluarga dalam membangun karakter anak antara lain membangun kejujuran, penanaman nilai-nilai agama, keikhlasan beribadah, beraktivitas, peduli sesama, dan kebersamaan. Karakter dapat ditumbuhkan sejak anak usia dini. Penanaman dan penumbuhan karakter paling efektif melalui proses komunikasi dan teladan dari orangtua kepada anaknya.

           Kewajiban orang tua mendidik dan mengajarkan anak pun tertulis dalam firman Allah SWT, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (Q.S.At-Tahrim [66] : 6).

           Menumbuhkan kebiasaan beribadah pada anak tentu bukan tugas yang mudah, karena akan ada berbagai hambatan yang muncul. Penting untuk menekankan pelaksanaan ibadah di lingkungan keluarga guna membentuk kebiasaan beribadah pada anak. Saat anak berada dalam fase perkembangan, mungkin akan muncul sikap perlawanan yang menunjukkan keinginan untuk menentukan sendiri. Sikap ini dapat berubah melalui pembimbingan dan pengasuhan yang penuh kesabaran dari kedua orangtua, terutama jika keduanya menunjukkan keteladanan dengan menjalankan ibadah, khususnya shalat lima waktu. Orangtua bertanggung jawab memberikan bimbingan sejak dini, dengan harapan anak dapat tumbuh menjadi individu yang taat beragama, menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agama. (Sri Lestari, (2012) dalam (Kholifah, 2019).

           Pendidikan anak memerlukan lingkungan yang dipenuhi dengan kasih sayang, perhatian, dan pengawasan dari orang tua. Namun, saat ini, banyak anak yang menghabiskan waktu bermain gadget, sehingga kewajiban beribadah terbengkalai. Sebagaimana dilaporkan oleh (Tribunnews, 2016), seorang orang tua mengalami kekhawatiran karena anaknya yang masih duduk di kelas 4 SD menjadi kurang semangat belajar dan lupa akan tanggung jawab ibadah shalat akibat terlalu asyik bermain handphone atau gadget.

           Kemudian, terdapat peristiwa lain di mana orang tua meminta anaknya untuk melaksanakan ibadah, tetapi mereka sendiri tidak memberikan contoh yang baik. Sebagaimana dilaporkan oleh (detiknews, 2019), orang tua tidak menunjukkan contoh positif kepada anak-anak mereka. Meskipun menyuruh anak untuk melaksanakan shalat, orang tua malah terlalu sibuk menonton televisi. Seharusnya, selain memberi instruksi atau nasihat kepada anak, orang tua juga seharusnya memberikan teladan agar anak dapat meniru dan memahami makna dari ibadah, terutama shalat lima waktu, kegiatan mengaji, dan berpuasa.

           Situasi yang sama terjadi di lokasi penelitian penulis, di mana orang tua mendaftarkan anak-anak mereka ke tempat-tempat pengajian seperti madrasah pengajian dan rumah tahfidz. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lingkungan Gerisak, Kekalik Jaya, tempat-tempat pengajian, seperti TPQ, hadir dalam lingkungan tersebut. Keberadaan tempat-tempat pengajian atau sekolah agama di lokasi penelitian memberikan dampak pada pemahaman anak-anak terhadap pelajaran agama. Beberapa tempat pengajian mengajarkan bacaan dan hafalan Al-Quran tanpa fokus pada makhroj, sementara yang lain menekankan pembelajaran bacaan Al-Quran dengan makhraj yang benar. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti apakah dengan mendaftarkan anak ke tempat pengajian tersebut, orang tua masih terlibat dalam membimbing dan membantu anak mereka beribadah di rumah, atau apakah mereka mengandalkan bimbingan dari guru di tempat pengajian saja. Seperti yang sudah peneliti jelaskan diatas dapat dikatakan bahwa proses komunikasi ibu dalam penanaman nilai ibadah pada anak perlu perhatian yang serius, karena akan sangat berpengaruh bagi kehidupan anak di masa yang akan datang.

KAJIAN PUSTAKA

A. KOMUNIKASI ANTAR INTERPERSONAL

           Menurut Cangara (1998:17) "Istilah komunikasi berasal dari kata Latin 'Communis', yang mengindikasikan pembentukan kebersamaan atau hubungan antara dua orang atau lebih." Selain itu, kata 'komunikasi' juga dapat diturunkan dari akar kata bahasa lain, yakni 'Communico', yang merujuk pada tindakan membagi".

           Dengan berinteraksi, kita memperkuat rasa kebersamaan dengan membentuk suatu koneksi dalam berkomunikasi. Ini berarti setiap individu saling menuangkan informasi, pemikiran, dan sikap-sikap dalam menjalani interaksi. Menurut Harold Laswell (Effendy, 2007: 253), cara untuk menjelaskan kegiatan komunikasi adalah dengan merespon pertanyaan who says in which channel to whom with what effect (siapa yang mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa). Paradigma Lasswell mengidentifikasi bahwa komunikasi melibatkan lima elemen, yaitu communicator (komunikator), message (pesan), media (media), receiver (komunikan/penerima), dan effect (efek). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan yang melibatkan satu atau lebih individu untuk saling berbagi informasi dan mencapai kesepakatan bersama di antara mereka yang terlibat.

           Komunikasi interpersonal merupakan suatu tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu yang melibatkan interaksi antarindividu. Salah satu tujuan utama komunikasi interpersonal adalah untuk mengekspresikan perhatian kepada orang lain. Dalam konteks ini, seseorang berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkuk badan, menanyakan kondisi kesehatan mitra komunikasinya, dan sejenisnya.

B. KARAKTER BERIBADAH

           Sifat beribadah mencakup berbagai elemen kepribadian dan perilaku seseorang yang mencerminkan keterlibatannya dalam aktivitas ibadah atau pengabdian kepada Tuhan atau kekuatan rohaniah. Ibadah tidak hanya terbatas pada tindakan ritual, melainkan juga mencakup sikap, nilai, dan tindakan sehari-hari yang mencerminkan komitmen spiritual seseorang. Berikut adalah beberapa ciri umum yang melekat pada seseorang dengan karakter beribadah:

  1. Ketakwaan (Taqwa): Orang yang beribadah memiliki kesadaran akan Tuhan dan berusaha hidup sesuai dengan ajaran agamanya. Mereka berupaya untuk menjauhi perbuatan dosa dan melakukan perbuatan baik.

  2. Kesadaran Spiritual: Karakter beribadah mencerminkan tingkat kesadaran spiritual yang tinggi. Mereka merenung, berdoa, atau meditasi untuk memperkuat hubungan mereka dengan kekuatan rohaniah.

  3. Kesederhanaan: Orang yang beribadah cenderung hidup dengan sederhana, tidak terlalu terikat pada keinginan duniawi dan materi. Mereka menghargai keberkahan hidup dan bersyukur atas segala yang mereka miliki.

  4. Kedisiplinan: Karakter beribadah membutuhkan kedisiplinan dalam menjalani rutinitas ibadah, seperti sholat, puasa, atau ibadah ritual lainnya. Kedisiplinan ini juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari mereka.

  5. Kepedulian Sosial: Beribadah tidak hanya tentang hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga mencakup dimensi horizontal dengan sesama manusia. Orang yang beribadah umumnya memiliki rasa empati, kepedulian, dan keinginan untuk berkontribusi positif dalam masyarakat.

METODE PENELITIAN

           Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.Sumber data diperoleh melalui wawancara dengan narasumber. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara.Subjek penelitian ini yaitu ibu yang memiliki kriteria beragama islam,memiliki anak usia 2 sampai 8 tahun,ibu dan anak tinggal satu rumah,ayah sibuk bekerja dan ibu mengurus rumah tangga,perekonomian keluarga yang terbilang cukup.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Pola Komunikasi Antarpribadi Ibu dan Anak

          Ibu Lina mengungkapkan bahwa cara ia berkomunikasi atau menyampaikan pentingnya ibadah khusus nya sholat 5 waktu, mengaji dan berpuasa kepada anak. "Sebelum mengajarkan  sholat, mengaji dan berpuasa pada anak, saya sebagai seorang ibu melaksanakan terlebih dahulu kewajiban-kewajiban tersebut, karena anak pasti akan mengikuti apa yang dilakukan oleh ibu nya".

          Selain itu, Ibu Lina mengajarkan anak pentingnya melakukan sholat,mengaji dan berpuasa.Ibu Lina juga mengajarkan tata krama dan sopan santun kepada anak. "Kalau ada orang tua duduk harus bilang permisi, saat masuk rumah harus mengucapkan salam"

          Ibu Diah mengungkapkan bahwa cara ia berkomunikasi atau menyampaikan pentingnya ibadah khusus nya sholat, mengaji dan berpuasa kepada anak dengan cara: "Saya memberikan contoh sholat, mengaji dan berpuasa kepada anak dan anak akan pasti mengikutinya dengan baik, diajarkan puasa tapi tidak full". "Dan pentingnya diajarkan tentang beribadah agar anak tau agamanya dan lebih mengenal Tuhannya".

          Ibu Lina dan mengajar mengaji anaknya dirumah sendiri bersama suaminya.Berbeda dengan Ibu Diah yang mendaftarkan anaknya di tempat mengaji. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya,komunikasi antarpribadi merupakan proses mewakili pesan (lisan maupun non lisan) dari komunikator (ibu) kepada komunikasi (anak) secara tatap muka sehingga menimbulkan efek atau umpan balik.

          Dari hasil penelitian yang saya dapatkan melalui wawancara,bahwa pola komunikasi yang dilakukan adalah pola model stimulus respon.Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses aksi-reaksi yang sangat sederhana.


2. Hambatan Komunikasi

          Ibu Lina mengungkapkan bahwa "Tidak ada hambatan selama mengajarkan anak beribadah,anak-anak juga respon nya baik.Mereka ketika bermain dan mendengar azan mereka langsung pulang ke rumah untuk mengaji,dan diajak sholat berjamaah di masjid".

          Berbeda dengan Ibu Diah yang ada hambatan saat mengajarkan anak nya.Ibu Diah mengungkapkan bahwa "Ya,kesulitan selama menyuruh anak untuk sholat dan mengaji masih harus selalu diingatkan.Dia juga belum melakukan sholat dan ngaji dengan baik.Tetapi dengan bantuan dari guru di tempat mengaji,alhamdulillah anak saya sedikit demi sedikit fasih dalam mengerjakan sholat dan mengaji". Seperti informan peneliti (ibu dan anak), dalam membimbing anak untuk melaksanakan ibadah, ibu mengalami beberapa hambatan atau kesulitan. 

          Pertama, anak masih membutuhkan bantuan dan arahan. Menurut teori behavioristik, perubahan dapat terjadi ketika individu mendapatkan bimbingan atau bantuan dari orang lain. Peneliti memilih informan anak berusia 7-12 tahun, di mana anak-anak dalam rentang usia tersebut masih sulit diatur, cenderung melakukan hal apapun sesuai keinginan mereka, dan mengalami kesulitan dalam memahami ajaran yang diberikan oleh ibu. Ibu perlu tetap gigih dalam memberikan pengingat dan pengajaran tentang pentingnya beribadah kepada anak. Selain itu, ibu juga harus memberikan contoh positif agar anak tidak menjadi malas dalam melaksanakan ibadah, karena anak cenderung meniru apa yang mereka lihat. Selama proses pengajaran, tidak boleh ada paksaan agar anak dapat lebih memahami materi yang diajarkan.

          Kedua, terlalu asyik bermain. Dalam era teknologi saat ini, tentu terdapat kelebihan dan kekurangan yang dapat dirasakan. Banyak ibu yang mengeluh ketika anak sudah terbiasa menggunakan gadget. Saat anak bermain dengan gadget, seringkali mereka lupa akan waktu, sehingga melupakan tugas belajar dan kewajiban ibadah. Selain bermain gadget, anak-anak juga senang bermain dengan teman sebaya di sekitar rumah, yang kadang membuat mereka terlalu asyik bermain hingga melupakan waktu. Top of Form. Hambatan yang muncul dalam proses komunikasi dapat menghambat kualitas komunikasi, oleh karena itu, penting untuk mencari solusi guna mengatasi hambatan tersebut. Beberapa metode yang dapat diterapkan untuk mengatasi tantangan tersebut antara lain:

1. Memperdalam hubungan kemanusiaan.

2. Memberikan contoh cerita-cerita yang dapat diambil hikmah nya.

3. Menggunakan Bahasa yang tepat mudah dipahami.


3. Solusi Ibu Dalam Membentuk Karakter Beribadah Anak

          Ibu Lina mengungkapkan bahwa solusi untuk membentuk karakter beribadah anaknya dengan cara  " Saya memberi tahu bahwa shalat merupakan hal yang wajib dilaksanakan dan jika tidak melaksanakannya akan mendapat dosa, saya juga menyuruh anak saya untuk beribadah dengan cara yang lembut, tak lupa memberi contoh agar anak menurut dan mau mengerjakan ibadah. Selain saya ajarkan dirumah, saya mendaftarkan anak saya di tempat mengaji, agar ilmu agama yang didapatnya lebih maksimal". 

          Ibu Diah mengungkapkan bahwa solusi untuk membentuk karakter beribadah anaknya dengan cara "Saya mengajaknya mengerjakan ibadah (shalat dan mengaji) bersama, dan sesekali menyuruhnya untuk ikut shalat berjamaah di masjid supaya anak tahu cara shalat dan bacaan sholat yang benar. Saya juga mendaftarkan anak saya di tempat mengaji, agar dia bisa mengaji dan menghafal Al-Quran dengan baik". 

          Sama halnya dengan tindakan yang dilakukan oleh informan (ibu) untuk memastikan pemahaman anak-anaknya terhadap makna beribadah dan kemampuan mereka dalam menjalankan ibadah, terutama shalat lima waktu, mengaji, dan berpuasa, ibu tersebut tentu memiliki solusi untuk membentuk karakter beribadah pada anak-anaknya. Salah satu solusi pertama adalah memberikan pemahaman akan pentingnya beribadah (shalat, mengaji, dan berpuasa). Dalam kerangka teori behavioristik, perubahan dapat terjadi ketika individu menerima perlakuan baru atau berbeda dari orang yang dihargai (kreatif dan tidak monoton). Karena anak-anak masih dalam usia belajar, ibu perlu terus memberikan pengertian tentang signifikansi beribadah dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak-anak. Untuk membuat proses pembelajaran lebih menarik dan menghindari kebosanan, ibu dapat mencoba berbagai metode seperti menceritakan dongeng-dongeng Islami, menonton film animasi anak Islami, dan berbagai kegiatan menarik lainnya. Dengan demikian, anak-anak dapat belajar dengan cara yang menyenangkan. 

KESIMPULAN

           Dari hasil penelitian yang telah dikumpulkan,maka dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi antarpribadi ibu dan anak di Kekalik Jaya lingkungan Gerisak menggunakan model stimulus respon.Dengan cara ibu memberikan contoh pada anaknya untuk menjalankan ibadah sholat,mengaji dan puasa setelah itu anak memberikan respon dengan cara melaksanakan ibadah sholat,mengaji dan berpuasa. Kendala dalam membentuk karakter beribadah anak yang dirasakan oleh ibu meliputi dua hal, yaitu: 

           Pertama, anak masih memerlukan bimbingan dan panduan, terutama pada rentang usia 7-12 tahun di mana mereka cenderung sulit diarahkan, lebih suka melakukan aktivitas sesuai keinginan mereka, dan sulit memahami ajaran yang diberikan oleh ibu. 

           Kedua, kecenderungan anak untuk asyik bermain, terutama melalui penggunaan gadget. Ibu merasa khawatir karena saat anak terlibat dalam bermain gadget, mereka kehilangan pemahaman akan waktu dan kewajiban mereka untuk belajar atau beribadah. Selain itu, bermain dengan teman sebaya di sekitar rumah juga dapat membuat anak lupa akan tanggung jawab mereka.

           Ketiga, langkah yang diambil oleh ibu dalam membentuk karakter beribadah anak melibatkan beberapa strategi, seperti: Pertama, memberikan pemahaman tentang pentingnya beribadah, terutama dalam melaksanakan shalat 5 waktu dan mengaji, dengan menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh anak. Kedua, ibu menciptakan lingkungan yang mendukung beribadah dengan menyuruh anak, memberikan contoh langsung, dan mengajak anak untuk beribadah. Ibu mengutamakan penyampaian perintah dengan kata-kata yang lembut, menunjukkan contoh cara beribadah karena anak cenderung meniru apa yang mereka lihat, dan juga mengajak anak untuk bersama-sama melaksanakan ibadah, seperti shalat dan mengaji. Oleh karena itu, sebagai madrasah pertama bagi anak, ibu tidak hanya memberikan instruksi tetapi juga menunjukkan contoh praktik beribadah, karena anak akan mengamati dan meniru apa yang diperlihatkan oleh orangtua (ibu). Selain itu, untuk menghindari kebosanan saat pembelajaran, ibu dapat menggunakan pendekatan menyenangkan seperti membacakan dongeng-dongeng Islami atau menonton film animasi anak Islami, sehingga anak dapat dengan mudah memahami makna penting dari beribadah.

DAFTAR PUSTAKA

A, Rizka Amalia, A. N. F. (2018). Teori Behavioristik. 53(9), 1689--1699. https://doi.org/10.1017/CBO97811 07415324.004 detiknews. (2019). Pesan KPAI ke Ortu_ Tak Tepat Suruh Anak Salat tapi Malah Asyik Nonton TV. https://news.detik.com/berita/d4502199/pesan-kpai-ke-ortu-taktepat-suruh-anak-salat-tapi-malahasyik-nonton-tv Gustanti, L. (2017). Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak Uin Raden Intan Lampung 1438 H / 2017 M 1438 H / 2017 M. Hana, F. T., & Andriyani, S. (2018). Penerapan Pesan Literasi Media oleh Perempuan dalam Keluarga (Studi Terhadap Keluarga di Kota Kupang). Jurnal Communio : Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi, 7(2), 1171-1178. https://doi.org/10.35508/jikom.v7i 2.2022 Handayani, M. (2016). Peran Komunikasi Antarpribadi Dalam Keluarga Untuk the Role of Interpersonal Communication in Family To. 11(1), 57--64. Hijrawati. (2017). Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah Di Smp Negeri Satap 22 Konawe Selatan Kabupaten Konawe

Selatan. 42(4), 1. https://doi.org/10.1017/CBO97811 07415324.004 Kholifah, S. N. (2019). Shalat Lima Waktu Anak Di Pekon Dadapan Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus. Metro Tahun 1440 H / 2019 M. Majid, A., & Andayani, D. (2011). Pendidikan Karakter Perspektif Islam (A. S. Wardana (ed.)). Remaja Rosdakarya. Marhaeni, F. (2009). Ilmu Komunikasi: Teori & Praktik. Graha Ilmu. Perdana, F. P., & Kusuma, R. S. (2019). Komunikasi Interpersonal Pada Komunitas Dakwah Binaan Nusukan Dari MTA Dalam Membentuk Ukhuwah. KOMUNIKA : Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 13 (2), 249--264. https://doi.org/10.24090/komunika .v13i2.270 Rijal Sabri, Muhammad Iqbal Hasibuan, D. S. (2019). Upaya Orang Tua Dalam Meningkatkan Minat Remaja Shalat Berjamaah Di Masjid Baitul Muhtadi Pajak Rambai Medan Labuhan. 790--794. https://doi.org/10.16285/j.rsm.200 8.03.032 Rofiq, A., & Nihayah, I. (2018). Analisis peran keluarga dalam membentuk karakter anak. Jurnal Pendidikan Islam, 6, 31--56. Stephen W. Littlejohn, K. A. F. (2009). Teori Komunikasi. Salemba Humanika. Sumakul, B. J. (2015). Peranan Komunikasi Keluarga Dalam Pembentukan Identitas Remaja Di Kelurahan Malalayang I Kecamatan Malalayang Kota Manado. IV(4). Tribunnews. (2016). Orang Tua_ GaraGara HP, Anak Lupa Shalat dan Belajar - Tribunnews. https://www.tribunnews.com/metr

opolitan/2016/10/02/orang-tuagara-gara-hp-anak-lupa-shalatdan-belajar Zulaika, R. (2010). Pola Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dalam Membentuk Kepribadian Anak Di Kelurahan Perawang Kecamatan Tualang Kabupaten Siak (Kajian Pola Komunikasi Interaksional). 9(1), 76--99. https://doi.org/10.1558/jsrnc.v4il.2 4 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun