Mohon tunggu...
Ahmad Wansa Al faiz
Ahmad Wansa Al faiz Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial Fenomena

Pengamat - Peneliti - Data Analis _ Sistem Data Management - Sistem Risk Management -The Goverment Interprestation Of Democrasy Publik Being.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

"Kesunyian Kita Meledak" : Membedah Dimensi Eksistensial Dalam Puisi Ahmad Yulden Erwin "Dari 9 Tembikar Asimetri Peter Voulkos".

9 Januari 2025   16:01 Diperbarui: 9 Januari 2025   15:11 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahmad Yulden Erwin (Sumber Gambar. Tokoh Lampung & Inilampung.com)

 7. Teori Postmodernisme Lyotard

Konsep Jean-Franois Lyotard tentang "petite rcit" (narasi kecil) vs "grand rcit" (narasi besar) berguna dalam memahami bagaimana Yulden menggunakan momen-momen personal untuk mengeksplorasi tema-tema universal.

8. Teori Waktu Henri Bergson

Konsep "dure" (durasi) dari Henri Bergson membantu memahami perlakuan non-linear terhadap waktu dalam puisi ini. Bergson membedakan antara waktu kronologis dan waktu yang dialami secara subjektif, yang tercermin dalam struktur puisi.

9. Psikoanalisis Lacan

Teori Jacques Lacan tentang "tahap cermin" dan hubungan antara yang Real, Imajiner, dan Simbolik dapat digunakan untuk menganalisis aspek-aspek identitas dan refleksi diri dalam puisi ini, terutama dalam penggunaan metafora cermin.

Implikasi Teoretis

Kerangka teoretis ini menunjukkan bagaimana puisi Yulden beroperasi pada berbagai tingkatan: fenomenologis, semiotik, psikologis, dan filosofis. Pendekatan multidisipliner ini memungkinkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana puisi ini mengeksplorasi hubungan kompleks antara eksistensi, waktu, ruang, dan kesadaran manusia.

Puisi ini menjadi contoh bagaimana karya sastra kontemporer dapat menjembatani berbagai tradisi filosofis dan artistik, menciptakan ruang dialog antara pemikiran Timur dan Barat, antara tradisi dan modernitas, antara personal dan universal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun