"Pengawasan pasar bukan sekadar mengatur timbangan dan kualitas barang, tetapi juga menjaga agar transaksi terbebas dari unsur yang dapat mengotori kesucian mu'amalah, seperti penipuan, sumpah palsu, dan praktik ribawi." Dalam konteks modern, Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi memperluas pemahaman ini ke ranah ekonomi kontemporer. Dalam "Fiqh Az-Zakat", beliau menjelaskan bagaimana zakat tidak hanya berfungsi sebagai pembersih harta, tetapi juga sebagai instrumen pembersihan sosial-ekonomi masyarakat. Beliau menulis: "Zakat adalah sistem yang Allah syariatkan untuk membersihkan tidak hanya harta, tetapi juga struktur sosial-ekonomi masyarakat dari berbagai bentuk najis ma'nawi seperti ketimpangan, ketidakadilan, dan eksploitasi."
Dr. Muhammad Syafi'i Antonio, dalam berbagai karyanya tentang ekonomi syariah, mengembangkan konsep ini lebih jauh dengan mengaitkannya dengan sistem keuangan modern. Beliau menekankan pentingnya menjaga kesucian transaksi dalam era digital: "Kemajuan teknologi finansial harus diimbangi dengan pemahaman mendalam tentang kesucian transaksi. Bukan hanya menghindari riba dalam bentuk konvensional, tetapi juga berbagai bentuk najis ma'nawi dalam transaksi digital."
Syeikh Wahbah Az-Zuhaili, dalam "Al-Mu'amalat Al-Maliyah Al-Mu'ashirah", memberikan analisis mendalam tentang bagaimana prinsip kesucian diterapkan dalam berbagai bentuk transaksi modern. Beliau menegaskan: "Kesucian dalam mu'amalah kontemporer tidak hanya berkaitan dengan halal-haramnya akad, tetapi juga dengan dampak sosial dan moral dari transaksi tersebut." Dalam konteks sosial yang lebih luas, Prof. Dr. M. Umer Chapra mengaitkan konsep ini dengan pembangunan ekonomi Islam. Dalam "Islam and Economic Development", beliau menjelaskan bagaimana pembangunan ekonomi harus sejalan dengan prinsip kesucian dalam Islam: "Pembangunan ekonomi dalam Islam tidak hanya tentang pertumbuhan material, tetapi juga tentang menjaga kesucian moral dan spiritual masyarakat. Setiap kebijakan ekonomi harus dievaluasi dampaknya terhadap kesucian sosial." Implementasi konsep ini dalam kehidupan modern memerlukan pemahaman yang mendalam dan pendekatan yang holistik. Para ulama kontemporer menekankan beberapa aspek penting:
1. Kesucian Informasi
Dr. Muhammad Imarah menekankan pentingnya menjaga kesucian informasi di era digital:
"Media sosial dan teknologi informasi harus digunakan dengan cara yang tidak mengotori kesucian moral dan intelektual masyarakat."
2. Kesucian Lingkungan
Syeikh Ali Jumu'ah menghubungkan konsep najis dengan pelestarian lingkungan:
"Pencemaran lingkungan adalah bentuk najis modern yang harus ditangani dengan serius, karena berimplikasi pada kesucian hidup secara keseluruhan."
3. Kesucian Institusional
Dr. Said Ramadan Al-Buti menekankan pentingnya menjaga kesucian institusi:
"Lembaga-lembaga sosial dan ekonomi harus dibangun di atas fondasi kesucian, bukan hanya dalam struktur formal tetapi juga dalam praktik sehari-hari."
Kesimpulannya, implementasi konsep najis "ghairu jasadi" dalam konteks mu'amalah dan kehidupan sosial merupakan tantangan sekaligus peluang untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Pemahaman komprehensif terhadap pemikiran para ulama, baik klasik maupun kontemporer, memberikan panduan berharga dalam menghadapi kompleksitas kehidupan modern sambil tetap menjaga kesucian individual dan kolektif. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengembangkan mekanisme praktis untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip ini dalam berbagai aspek kehidupan sosial, sambil tetap mempertahankan fleksibilitas yang diperlukan untuk menghadapi perubahan zaman. Ini memerlukan dialog berkelanjutan antara tradisi dan modernitas, serta komitmen bersama untuk menjaga kesucian dalam segala dimensi kehidupan.
Referensi:
    1. Al-Qurthubi, "Al-Jami' li Ahkam Al-Quran"
    2. At-Tabari, "Jami' Al-Bayan"
    3. As-Syafi'i, "Al-Umm"
    4. Al-Ghazali, "Ihya' Ulumuddin"
    5. As-Syatibi, "Al-Muwafaqat"
    6. Az-Zuhaili, "Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu"
    7. Al-Qaradhawi, "Fiqh At-Taharah"
- Al-Nawawi, Muhyiddin. "Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab"
- Al-Syafi'i, Muhammad bin Idris. "Al-Risalah"
- Al-Ghazali, Abu Hamid. "Ihya' Ulumuddin"
- Ibn Qudamah, Muwaffaquddin. "Al-Mughni"
- Al-Qarafi, Syihabuddin. "Al-Furuq"
- Al-Zuhaili, Wahbah. "Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu"
- Ar-Razi, "Mafatih Al-Ghaib"
- Ibn Kathir, "Tafsir Al-Quran Al-'Adhim"
- Az-Zamakhsyari, "Al-Kasysyaf"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H