Mohon tunggu...
El Sabath
El Sabath Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial Fenomena

"Akar sosial adalah masyarakat dan kajemukan, dan "Fenomena Sosial Di dasarkan pada gambaran nilai normatif Individu, terhadap ruang interaktif relasi sosial, hal yang mendasar adalah sosial sebagai fenomena individu yang tidak terlepas dari sumberdaya, yang relatif dan filosofis, dan apakah ranah sosial adalah sesuatu yang sesuai makna filosofis, atau justru gambaran dari kehampaan semata, yang tidak dapat di ukur sikap atau ruang lingkup sosialkah, yang berarti suatu ilutrasi pamplet kekacauan revolusi massa, atau komunisme historis dalam sejarah pergerakan politik?"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dari "Aufu bil 'Uqud" Hingga, Kepada Rijsun Min 'Amali Syiton - Najis "Ghairu Jasadi"

31 Oktober 2024   17:03 Diperbarui: 31 Oktober 2024   18:39 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang meletakkan dasar konseptual tentang hal-hal yang dianggap sebagai rijsun (najis) dalam konteks syariat. Imam Al-Qurthubi (w. 671 H) dalam magnum opusnya "Al-Jami' li Ahkam Al-Quran" menguraikan bahwa penggunaan kata "rijsun" dalam ayat ini memiliki signifikansi yang mendalam. Beliau menjelaskan bahwa terminologi ini tidak sekadar merujuk pada kenajisan fisik, melainkan merangkum dimensi spiritual dan moral yang lebih luas. "Rijsun," menurut beliau, merepresentasikan suatu kondisi yang berlawanan dengan fitrah kesucian manusia, baik secara zahir maupun batin. Perspektif ini diperkuat oleh Imam At-Tabari (w. 310 H) dalam "Jami' Al-Bayan" yang menekankan bahwa frasa "min 'amali syaiton" yang mengikuti kata "rijsun" memberikan konteks yang lebih dalam tentang natura najis tersebut. Beliau menggarisbawahi bahwa penisbatan kepada perbuatan setan mengindikasikan bahwa najis yang dimaksud bukan sekadar kotoran material, melainkan mencakup dimensi spiritual yang dapat mengontaminasi kesucian jiwa.

Dalam tradisi fiqh, Imam As-Syafi'i (w. 204 H) dalam "Al-Umm" mengembangkan konsep ini lebih jauh dengan mengklasifikasikan najis dalam beberapa tingkatan. Beliau membangun argumentasi bahwa "rijsun" yang disebutkan dalam ayat tersebut menjadi dasar bagi pemahaman tentang najis yang bersifat hissi (material) dan ma'nawi (spiritual). Klasifikasi ini kemudian menjadi fondasi bagi pengembangan hukum-hukum thaharah dalam mazhab Syafi'i. Imam Al-Ghazali (w. 505 H), dalam masterpiece-nya "Ihya' Ulumuddin", membawa diskusi ini ke dimensi yang lebih mendalam. Beliau mengaitkan konsep "rijsun" dengan kesucian hati dan pembentukan akhlak. Menurut Al-Ghazali, najis yang disebutkan dalam Al-Maidah 90 merupakan representasi dari hal-hal yang dapat menghalangi qalbu dari mendapatkan ma'rifatullah. Perspektif ini memberikan dimensi tasawuf dalam pemahaman tentang najis dan kesucian. Dalam konteks metodologis, Imam As-Syatibi (w. 790 H) dalam "Al-Muwafaqat" menganalisis ayat ini dari perspektif maqashid syariah. Beliau menjelaskan bahwa pengharaman hal-hal yang disebut sebagai "rijsun" dalam ayat tersebut berkaitan erat dengan perlindungan terhadap lima aspek fundamental dalam syariat: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Pendekatan ini memberikan framework komprehensif dalam memahami hikmah di balik konsep najis dalam Islam.

Ulama kontemporer seperti Wahbah Az-Zuhaili dalam "Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu" mengintegrasikan berbagai perspektif klasik ini dalam konteks modern. Beliau menjelaskan bahwa pemahaman tentang "rijsun" harus mencakup realitas kontemporer, di mana bentuk-bentuk najis dan kotoran moral mungkin telah berevolusi namun esensinya tetap sama sebagaimana yang diisyaratkan dalam Al-Quran. Yusuf Al-Qaradhawi, dalam berbagai karyanya, menekankan pentingnya memahami konsep "rijsun" dalam kerangka yang lebih luas. Beliau menggarisbawahi bahwa pemahaman tentang najis dan kesucian dalam Islam tidak boleh terbatas pada aspek ritual semata, melainkan harus diimplementasikan dalam kehidupan sosial dan moral masyarakat modern.

Sintesis dari berbagai perspektif ulama ini menunjukkan bahwa konsep "rijsun" dalam Al-Maidah 90 merupakan fondasi multi-dimensi bagi pemahaman tentang najis dan kesucian dalam Islam. Ia tidak sekadar berbicara tentang aspek fikih ritual, melainkan memberikan framework komprehensif bagi pembentukan masyarakat yang bersih secara spiritual dan moral. Dalam konteks kontemporer, pemahaman ini menjadi semakin relevan ketika masyarakat global menghadapi berbagai tantangan moral dan spiritual. Konsep "rijsun min 'amali syaiton" memberikan panduan yang jelas tentang hal-hal yang harus dihindari demi menjaga kesucian individual dan kolektif. Berdasarkan elaborasi di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep "rijsun" dalam Al-Maidah 90 merupakan konsep multi-dimensi yang mencakup aspek material, spiritual, moral, dan sosial. Pemahaman komprehensif terhadap konsep ini, sebagaimana diuraikan oleh para ulama dari berbagai periode, memberikan landasan kokoh bagi pengembangan fiqh thaharah yang responsif terhadap tantangan zaman sambil tetap berpegang pada prinsip-prinsip fundamental syariat.

Sebuah Kritis, Narasi Latar Belakang Pemikiran - Hukum Mu'amalah, Dalam, Dimensi, Sosial & Nilai-Islam.

OI. Patologi Sosial dan Penyakit Hati: Analisis Konstruksi Syariah dalam Dimensi Mu'amalah.

a. Pendahuluan

Dalam diskursus Islamic Social Studies, interaksi sosial tidak dapat dipisahkan dari dimensi spiritual yang menjadi landasan konstruksi syariah. Para ulama klasik hingga kontemporer telah mengembangkan framework komprehensif tentang bagaimana "amradh al-qulub" (penyakit hati) berimplikasi terhadap patologi sosial.

Analisis Konseptual.

1. Perspektif Al-Ghazali.
Dalam "Ihya Ulumuddin", Imam Al-Ghazali memberikan analisis mendalam tentang penyakit hati dan dampak sosialnya:
"Ketahuilah bahwa hati yang sakit lebih berbahaya dari penyakit jasad. Sebab penyakit jasad hanya menghalangi kenikmatan dunia, sementara penyakit hati menghalangi kebahagiaan abadi dan merusak tatanan sosial."

Al-Ghazali mengklasifikasikan penyakit hati dalam beberapa kategori:
- Hasad (dengki) - Kibr (kesombongan)- Riya' (pamer) - Ghadab (marah) - Hubb ad-Dunya (cinta dunia berlebihan).
2. Analisis Ibn Qayyim.
Ibn Qayyim Al-Jauziyyah dalam "Madarij As-Salikin" memperdalam analisis ini dengan menghubungkan penyakit hati dengan dinamika sosial: "Penyakit hati adalah virus yang menginfeksi tidak hanya individu tetapi juga masyarakat. Satu hati yang sakit dapat menularkan penyakitnya kepada ribuan hati lainnya melalui interaksi sosial."
3. Dimensi Sosiologis.
Imam Asy-Syatibi dalam "Al-Muwafaqat" mengaitkan penyakit hati dengan maqashid syariah: "Pemeliharaan hati dari penyakit adalah bagian integral dari hifdz ad-din (perlindungan agama) dan hifdz an-nafs (perlindungan jiwa), karena hati yang sakit merusak kedua aspek tersebut secara simultan."

Suatu - Manifestasi Sosial, Syari'ah.

1. Hasad (Dengki).
Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam "Al-Fath Ar-Rabbani" menjelaskan: "Hasad adalah penyakit yang merusak struktur sosial dari dalam. Ia seperti api yang membakar kayu dari bagian dalamnya, tampak utuh dari luar namun hancur di dalam."
Manifestasi sosial hasad meliputi: - Kompetisi tidak sehat - Sabotase sosial- Konflik komunal - Disintegrasi masyarakat.
2. Kibr (Kesombongan).
Imam An-Nawawi dalam "Al-Adzkar" menganalisis: "Kesombongan adalah penghalang terbesar dalam membangun masyarakat yang sehat. Ia menciptakan hierarki palsu dan merusak prinsip kesetaraan yang diajarkan Islam."
3. Ghadab (Marah).
Ibn Miskawayh dalam "Tahdzib Al-Akhlaq" menjelaskan: "Kemarahan yang tidak terkendali adalah sumber utama kerusakan sosial. Ia mengaburkan akal sehat dan merusak ikatan persaudaraan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun