Ayah, sembahyang, ibu memasak malam itu untuk esok.
"Aku berkhayal, mati muda dan masuk surga, tanpa hisab."
Dunia, yang durjana yang merenggut-
Merenggut hari-hari yang sempurna bagi kami di tepi sawah.
aku melihat ribuan katak yang tengah berdendang di pematang, sawah, rawa, yang dihabisi oleh ayah.
Membuat jiwa terbuang di puncang bangunan pencakar langit kota yang kurus bak tulang belulang manusia terkubur di dalam waktu dalam peristiwa sejarah.
Menjadi berbeda bagi hal yang sama-
Tak samanya, pikiran dan realitas di mata, dan setiap mata kakimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H