Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sapalah Alam, Engkau Akan Sehat

24 Maret 2021   20:32 Diperbarui: 25 Maret 2021   09:20 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic by depositophotos

Sewaktu usiaku tujuah atau delapan, kususuri pematang sawah dengan riang.

Berenang di sungai, 'kali' orang menyebutnya dari pagi hingga siang.

Lalu berebut kupu-kupu di padang rumput ilalang.

Atau naik pohon jambu dan memetik yang sudah matang.

Bila sore tiba, kubuat mainan di atas  tanah," engklek " orang bilang.

Atau lempar gundu dan berebut' sawah-sawahan' hingga penat terasa hilang.

Jika maghrib menyapa, bersegera berebut wudhu ke mushola dekat rumah kang Dadang.

Tak terasa sudah khatam beberapa jilid hingga AlQur'an.

Bila hujan rintik, kususuri kali dan kusiapkan kapal dari daun.

Menunggu deras dan berlarian menadahkan tangan dan terayun.

Berbasah -basah menyapa bumi yang tak pernah resah.

Berpadu kerikil jalanan yang memijat saraf kaki , hilangkan gundah.

Kupetik bunga kecil di kebun dan kutanam diujung kampung.

Bersama -sama menabur pasir diatas daun , membiarkannya mengalir dengan nyiur.

Kupastikan masa kecilku seperti rangkaian lukisan indah yang tiada terbanding.

Walau hanya TV hitam putih dengan acara "Aku CInta Indonesia", ACI yang menyanding

Orang bilang anak jaman dulu suka' grounding" atau ' Earthing ", kata orang kota.

Menyalami alam, mengelus batu dan menghitung kerikil tajam tak bertuan.

Tapi itulah nikmatnya dunia tanpa gadget, masih boleh bertanya ke bapak-ibu bila macet.

Kalau sekarang bagaimana mungkin, sedang mereka jauh dari perkara anak millenial yang "on target"

Hari ini beli apa, besok makan apa, sudah dibrowsing dari jauh hari.

"Tik -Tok " atau sekedar chatting menjadi menu tanpa bosan lagi.

Lupa ayah ibu juga butuh mengobrol dan bercengkerama barang sehari.

Lupa bahwa ayah ibu butuh mengelus rambut atau pipi.

Kembalilah ke alam, sisakan waktumu untuk sadar lingkungan.

Tubuhmu butuh hijau daun, sinar matahari dan juga cadasnya bebatuan sungai.

Masa depanmu janganlah habis oleh antrian paket pembelian bebas ongkir.

Hingga kau lupa alam dan melenakan diri dalam kebuasan media sosial.

Sapalah langit saat matahari tenggelam, bentangkan imaji saat rembulan datang.

Ajaklah ibumu mendongengkan untukmu dan ayahmu memberimu petuah masa depan.

Ajak pula saudaramu bercengkerama dan tetanggamu bertukar berita.

Hingga kau syukuri, kau lah manusia dibumi Allah, calon pemimpin dengan harapan.

Masih kau ingat, berita di TV beberapa minggu lalu?

Saat banyak mereka terjebak oleh kesukaan hingga Rumah Sakit Jiwa jadi sasaran .

Tumpuan kesembuhan atas keterbelakangan dan deviasi psikologi.

Mengharap bisa normal dan bermain seperti anak-anak lagi

Ayo, cintai alammu, berkebunlah, hiking atau camping lah.

Mountain climbing atau buggy jumping ,itu semua pilihan hati.

Swimming, playing badminton atau sekedar catur dan bermain kartu.

Tapi bisa kau lakukan di udara terbuka, saat kau hirup oksigen dan tulangmu kuat oleh sang Surya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun