Banyak yang memandangmu sebelah mata
Saat pengamen kau ajak bicara
Atau pengemis kau berikan jasa
Dan pemabok kau ajak berhenti dosa
Banyak yang memandangmu tak percaya
Saat sekumpulan anak bodoh berlari ke rumahmu
Dan belajar tentang matematika atau bahasa
Juga bahasa Jawa dan ragam wira usaha
Aku bahkan baru kali ini mendengarmu berceritaÂ
Ku duduk di pegangan kursimu
Berhimpitan denganmu , dengarkan keluhmu
Merangkai cerita dalam satu jam, setelah penat pekerjaan
Rambutmu panjang menjuntai, bibirmu merah merona
Tapi temanmu tak banyak yang melambai, semua macho
Mungkin karena 4 saudaramu pun semua lelaki perkasa
Teman mereka pun  temanmu juga, katamu bangga
Setiap langkahkmu dicurigai mata
Setiap lepasan senyumu dibawa prasangka
Katamu , engkau jengah oleh otak mereka yang error
Atau tak terbiasa melihat ke macho an dalam feminitasmu
Atau tertawa terbahak bersamamu, melihatmu tak henti bicara
Aku iyakan, sambil sesekali ku usap kepalamu
Kau ibarat adikku yang ke tiga
Atau anakku yang pertama
Akhirnya kau sampaikan
Seorang pemabok yang insyaf dan menyelesaikan sekolah
Seorang anak bodoh yang sukses mencari kerja
Seorang pengamen yang malu memintamu koin
Ada juga serombongan anak yang rela antri di teras
Dari sore sampai malam menjelangÂ
Hingga kau rela belajar nanti tengah malam
Karena waktumu habis untuk ladeni mereka yang lapar ilmu dan kebenaran
Aku tahu agama kita beda, tapi kita tak terkendala
Aku tahu kamu tak ada ikatan saudara, Â tapi kita satu oleh kata
Aku mengerti kamu beroleh benci dari mereka, tapi aku disampingmu menyapa
Aku tahu menolong itu ibadah, walau keyakinan kita tak sama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H