Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Binatang Predator

22 November 2018   18:21 Diperbarui: 22 November 2018   18:40 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Wolf Predator by Pexels

Sepanjang bening sungai, ku lihat kamu berenang

Menapakkan gaya ala don juan

Menarikan indahnya pesona kepada lawan

Tanpa sadar beberapa mata, kagum memandang

Tapi ku lihat tipuan mata mulai kau pasang

Saat para betina itu mendekatimu, tertawan

Ah, panjang bulu badannya menghalangi pandangan

Entah anak apa, tersesat di jalan

Berdiri, beranjak dalam basah dada bidang

Duduk mematung berpose sun glasses, tak terang

Para betina itu tak sadar, kau lah mamalia bergaya kucing kampungan

Mendekat, melekat, tertambat lalu sekarat

Jangan lupa kau sekali waktu berubah menjadi vertebrata

Berjalan beringsut mencari mangsa

Bukan lagi kucing manis yang senang diusap majikannya

Buka pula anjing setia yang tunduk juragannya

Bila temperatur berubah seketika

Kau menjadi anjing gila yang tak tahan cuaca

Berlari kesana kemari, mabuk oleh bunga kecubung ungu liar di tepi kali

Begitu kau dapat sampah, sisa makanan pagi, kau embat, lupa diri

Ah, berapa banyak binatang yang menjadi inspirasimu 

Segala imaginasi liar telah mempermainkan hidupmu

Coba kau tengok siapa di balik punggungmu

Dua ekor betina manis yang menunggumu, menangis pilu

Satu ekor lagi menadahkan tangan, meminta belas kasihan

Hidupnya hancur, tak karuan, tak kau sisakan

Berapa banyak korban, sampai kau sadar

Apakah headline surat kabar dunia binatang tak cukup buatmu pintar?

Jadi, urusilah siapamu dan siapa di punggungmu

Kasihanilah masa depan mereka dan sayangilah 

Bakarlah semua keinginanmu dan buang semuanya

Dalam aliran bening air sungai dan kecipak kecipik tanganmu memancing

Kulewati lagi danau itu

Masih terpanggang anganmu, menjadi fosil menghitam kaku

Sementara air danau mencurahkan bias sinar kemilaunya

Membujukmu segera mencebur untuk tuntaskan dosa

Tapi kau tak bergeming, merangsek pelik

Saat jala nelayan membungkusmu, tak berkutik

Tinggal nafasmu memburu satu-satu

Masihkah ada pintu maaf untukmu?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun