Tidak seperti biasanya selepas selesai bekerja, Rita akan segera duduk di teras depan dan menikmati teh hangat serta gorengan yang dia beli di jalan. Sore ini dia bersegera mandi untuk pergi berjalan. Sekedar menghilangkan bad moodnya terhadap Tristan. Ah Tristan. Kenapa nama itu kembali menghantuinya.Â
Sudah dua bulan semenjak terakhir mereka berpisah tak satupun pesan saling mereka sampaikan, baik lewat WA, SMS maupun vid call. Bagi Rita itu pertanda semua sudah berakhir walau dia tahu hatinya tak bisa jauh dari keinginan untuk tetap berteman.Â
Sekedar sambil menuggu masa dan rasa itu hilang. Ah , apa itu berarti sebetulnya Rita masih mengharapkan Tristan? Atau sekedar menuggu Tuhan yang diatas sana yang Maha Pembolak-balik hati manusia ini bekerja ? Ah, biarlah itu menjadi rahasia antara Rita dan Tuhannya.
Dikendarainya sepeda motor keliling Simpang Delapan di kotanya. Ada beragam event di tengah-tengahnya. Tampak juga beberapa pedagang menjajakan barang yang dijual, mie goreng, sio may, bakso, cimol, kacang rebus, aneka cake, aneka roti dan juga aneka minuman. Rita hanya tersenyum ketika para penjual itu menawarinya.Â
Dia telah parkirkann sepeda motornya di ujung gang. Perlahan kakinya ringan menuju ke kerumunan orang. Dilihatnya ada seorang artis terkenal yang sedang berbincang dengan seorang penyanyi di panggung. Artis ini diminta menyanyi dan dia bersedia. Mata artis ini mencari-cari penonton untuk di ajak naik ke panggung.
" Ya, itu gadis cantik berambut panjang, berbaju ungu dan bersepatu putih. Ayo kemari, temani saya menyanyi ya ?", semua pandangan mata ke arah satu titik. Dan itu adalah Rita . Rita agak  terperanjat ketika seolah dia diberi jalan menuju ke panggung. Perlahan dan pasti dia menapaki tangga kecil menuju ke stage bersama penyanyi itu. Laki-laki tampan, sangat rupawan dan juga memberikan tanganya ke Rita untuk membantu Rita naik ke panggung yang tersedia.
" Siapa namamu ? Kamu cantik sekali? "
" Aku Rita Wulandari, Panggil saja Rita". Maka musik pun mengalun mengiringi Rita dan Artis itu menyanyikan lagu " Kala Cinta Menggoda " yang dulu sering dinyanyikan Chrisye . Sebuah lagu yang sangat romantis . Ada beberapa bait yang mewakili perasaan Rita ketika menyanyi sehingga seolah bayangan Tristan malahan kembali terngiang di matanya.
Selesai satu lagu, disambung lagu ke dua oleh penonton yang lain. Rita mengundurkan diri sambil mengucapkan terima kasih. Hatinya menjadi sedikit galau. Dia datang ke sana untuk menghilangkan bad moodnya malah mendapat suguhan lagu yang membuat dia galau berat.
Musik masih mengalun merdu ketika Rita duduk di bawah pohon sambil menikmati makanan yang dia beli. Jagung hangat, es cincau dan juga kacang rebus. Rita tidak begitu suka jajan instan. Kesehatan badan itu pertimbangannya. Hentakan musik membuat hati Rita agak riang, beatnya membuat kakinya ingin bergoyang. Ah, Rita jadi ingat hobinya di waktu kecil. Bukannya dia suka menari. Dia ingin menghabiskan waktu luangnya dengan hal -hal positif.
Angin sore menyentuh rambut Rita yang sebahu. Helai demi helai nya diterbangkan bahkan sampai menutup sebagian wajahnya. Sejuknya menyentuh kulitnya yang masih ranum, segar dan harum sabun mandi. Rita tak suka memakai parfum berlebih.
Dia habiskan jajan terakhir ketika sekilas dia lihat Tristan sekilas lewat di depannya. Dia ingin menyapa tapi ragu. Dia ragu karena sosok itu agak sedikit lebih tinggi dan lebih berisi badanya. Juga lebih ...Rita tak sanggup melanjutkan. Dia kembali duduk.
Sambil phubbing di samping pot bunga dia pindah tempat duduk yang lebih leluasa. Ada bangku panjang. Ada juga seorang anak kecil laki-laki yang duduk sendirian.Dia tampak asyik dengan HP nya sambil minum es yang dia taruh disebelahnya.
' Boleh kakak duduk di sebelah adik ? " tanya Rita sambil tersenyum.
Ah, mata anak kecil itu tampak mengamati Rita. Lama-lama dia tersenyum.
" Boleh asal kakak ceritakan aku sesuatu. Kakak yang  tadi menyanyi kan ? Aku lihat kakak dari jauh. Aku suka lagu kakak. Papaku sering nyetel lagu itu dirumah", nerocos anak kecil itu.
" Ceritakan apa ? Apa yang bisa kakak lakukan untukmu yang  tampan ini ? Mana orang tuamu ?", tanya Rita sambil menoleh kesana ke mari.
" Aku kesini sama papa ,kak . Papaku sedang belikan aku makan dan aku diminta disini sambil menunggu barang ini. Itu ada pembantuku di sebelah barang itu ", katanya sambil menunjuk seorang anak gadis berusia belasan yang mengangguk ke Rita. Rita tersenyum.
" Berarti kakak salah memilih tempat duduk ya ? Ini tempat keluargamu kan ?", tanya Rita dan ingin berbalik pergi.
" Enggak kak, kami cuma bertiga, pembantuku itu tak pernah mau duduk bersama kami. Dia selalu begitu padahal aku pingin dia biasa saja ", Kata anak itu sambil  tersenyum dan memegang tangan Rita. Akhirnya Rita kembali duduk.
" Mau cerita apa?"
" Aku ingin kakak cerita bagaimana kakak bisa menyanyi dengan baik karena aku kepingin jadi penyanyi juga ", anak kecil itu semakin merangsek .
Rita menceritakan masa kecilnya yang penuh dengan bakat menari , menyanyi, mencipta puisi dan deklamasi. Anak itu semakin terkagum-kagum.
" Apakah semua itu masih kakak lakukan sampai saat ini ?", tiba-tiba saja pertanyaan itu membuat Rita kikuk. Bagaimana tidak ?Dia hanya mempertahankan menyanyi saja. Â Untuk menari dia harus balik ke sanggar tari. Mencipta puisi sudah tak dia lakukan. Puisi terakhirnya adalah ketika dia kelas III SMP. Waktu itu dia sempat menulis 200 puisi dalam masa 3 tahun di SMP tetapi belum pernah dipublikasikan. Lalu terjadilah apa yang terjadi. Ketika ditinggal kuliah buku puisinya hancur dimakan rayap. Maka Rita tak punya lagi yang bisa dibanggakan kepada anak kecil ini. Deklamasi ? Dia pernah juara tingkat kecamatan dan kalah di tingkat kabupaten.Â
" Ah, sudahlah kamu belajar menyanyi aja. Jangan tanya yang lain ", kata Rita sambil menahan malu, pipinya tersipu merah .Ah anak ini membuatku malu saja di hadapan orang. Lah, di hadapan siapa? Tak ada orang .
" Hey, Rio dapat teman baru . Kakak siapa ini ?", tiba -tiba seorang lelaki mendekati Rio. Dia ayahnya ? Masih muda, gagah, tampan, badannya atletis dan juga suaranya serupa dengan Tristan. Hanya saja dia lebih tinggi. Ah, apakah ini pria tadi yang dia anggap Tristan yang sedang lewat ?
" Kenalkan saya Bim-Bim , nama lengkap Bima Anjasmara ", katanya sambil mengulurkan tangan, " Ini anak semata wayang saya, Rio Anjasmara . Kami biasa menghabiskan waktu Sabtu sore atau minggu pagi di sini.Â
" Saya Rita Wulandari, panggil saja Rita. Tak begitu sering sih, cuma beberapa kali dalam sebulan . Waktu saya lebih suka untuk jogging di lapangan dekat rumah saya sambil jalan -jalan dengan keponakan di sana ".
Laki-laki yang dipanggil Bim-Bim ini duduk di bangku sebelah sisi Rita. Rio ada diantara mereka. Maka mengalirlah obrolan ringan seputar hobbi masing-masing. Tak ada pembicaraan tentang keluarga atau istri Bim-Bim.
" Baiklah , saya mau melanjutkan perjalanan saya. Saya mau mampir ke toko buku disana ", kata Rita sambil melangkah pergi.
" Eh, boleh minta nomor HPnya ", tanya Bim-Bim ringan saja.
Langit mulai gelap tetapi ada beberapa bintang yang mulai menampakkan diri. Alam memberikan hari yang tidak hujan malam ini. Rita memarikirkan sepeda motornya dan bergegas istirahat . Dalam doa tidurnya dia meminta kepada yang Maha Kuasa agar bisa melupakan Tristan bila itu yang  terbaik dan memberi dia pengganti yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H