Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hidup Baru Rita

20 November 2018   16:30 Diperbarui: 20 November 2018   16:32 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rita menceritakan masa kecilnya yang penuh dengan bakat menari , menyanyi, mencipta puisi dan deklamasi. Anak itu semakin terkagum-kagum.

" Apakah semua itu masih kakak lakukan sampai saat ini ?", tiba-tiba saja pertanyaan itu membuat Rita kikuk. Bagaimana tidak ?Dia hanya mempertahankan menyanyi saja.  Untuk menari dia harus balik ke sanggar tari. Mencipta puisi sudah tak dia lakukan. Puisi terakhirnya adalah ketika dia kelas III SMP. Waktu itu dia sempat menulis 200 puisi dalam masa 3 tahun di SMP tetapi belum pernah dipublikasikan. Lalu terjadilah apa yang terjadi. Ketika ditinggal kuliah buku puisinya hancur dimakan rayap. Maka Rita tak punya lagi yang bisa dibanggakan kepada anak kecil ini. Deklamasi ? Dia pernah juara tingkat kecamatan dan kalah di tingkat kabupaten. 

" Ah, sudahlah kamu belajar menyanyi aja. Jangan tanya yang lain ", kata Rita sambil menahan malu, pipinya tersipu merah .Ah anak ini membuatku malu saja di hadapan orang. Lah, di hadapan siapa? Tak ada orang .

" Hey, Rio dapat teman baru . Kakak siapa ini ?", tiba -tiba seorang lelaki mendekati Rio. Dia ayahnya ? Masih muda, gagah, tampan, badannya atletis dan juga suaranya serupa dengan Tristan. Hanya saja dia lebih tinggi. Ah, apakah ini pria tadi yang dia anggap Tristan yang sedang lewat ?

" Kenalkan saya Bim-Bim , nama lengkap Bima Anjasmara ", katanya sambil mengulurkan tangan, " Ini anak semata wayang saya, Rio Anjasmara . Kami biasa menghabiskan waktu Sabtu sore atau minggu pagi di sini. 

" Saya Rita Wulandari, panggil saja Rita. Tak begitu sering sih, cuma beberapa kali dalam sebulan . Waktu saya lebih suka untuk jogging di lapangan dekat rumah saya sambil jalan -jalan dengan keponakan di sana ".

Laki-laki yang dipanggil Bim-Bim ini duduk di bangku sebelah sisi Rita. Rio ada diantara mereka. Maka mengalirlah obrolan ringan seputar hobbi masing-masing. Tak ada pembicaraan tentang keluarga atau istri Bim-Bim.

" Baiklah , saya mau melanjutkan perjalanan saya. Saya mau mampir ke toko buku disana ", kata Rita sambil melangkah pergi.

" Eh, boleh minta nomor HPnya ", tanya Bim-Bim ringan saja.

Langit mulai gelap tetapi ada beberapa bintang yang mulai menampakkan diri. Alam memberikan hari yang tidak hujan malam ini. Rita memarikirkan sepeda motornya dan bergegas istirahat . Dalam doa tidurnya dia meminta kepada yang Maha Kuasa agar bisa melupakan Tristan bila itu yang  terbaik dan memberi dia pengganti yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun