Jika usia Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) disandingkan dengan usia seorang anak manusia, maka Kabupaten MBD yang baru akan memasuki usia yang 14 tahun pada tahun ini dapat diibaratkan sebagai seorang anak yang baru mau beranjak memasuki usia remaja; suatu tingkatan usia yang masih sangat-sangat muda. Pada tingkatan usia inilah sikap keluguan, kepolosan, ketulusan, serta kemurnian masih sangat mendominasi dinamika perilaku seorang anak manusia.Â
Sayangnya hal ini justru tidak terjadi dengan Kabupaten MBD. Di usia yang masih sangat muda, identitas kepolosan, ketulusan, serta kemurnian yang seharusnya masih melekat dengan Kabupaten MBD justru tergantikan dengan sikap kekuarangajaran oknum-oknum pelaku pencuri uang rakyat (koruptor) yang gemar melakukan korupsi di daerah ini. Bayangkan, meski masih dalam tingkatan usia yang begitu muda, kasus korupsi MBD seakan terus berpacu menggunung.
Sebut saja (1)kasus korupsi dana proyek pembangunan konstruksi bandara moa dengan besaran kerugian keuangan negara sebesar Rp.2,961.000; (2)kasus korupsi anggaran pembangunan 2 unit pabrik es pada dinas kelautan MBD dengan nilai kerugian negara menurut BPK sebesar Rp.1.751.488.000; (3)kasus korupsi penyimpangan pengelolaan KMP Marsela dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp. 2.122.441.652; (4)kasus dugaan korupsi proyek pengadaan empat speedboat pada dinas perikanan yang juga telah berketetapan hukum, serta sederet kasus indikatif korupsi lainnya yang turut menyeret nama Babupaten MBD dalam pusaran prahara korupsi.
Jika kita kembali pada anlogi Kabupaten MBD sebagai seorang anak manusia yang baru beranjak remaja, maka yang menjadi pertanyaannya adalah; wajarkah seorang anak yang baru beranjak remaja didapati melakukan pencurian secara berulang kali? Wajarkah jika Kabupaten MBD didapati berulangkali terseret kasus korupsi? TENTU HAL INI BUKANALAH HAL YANG WAJAR!!Â
Kabupaten MBD harusnya masih berada dalam level kemurnian dan tidak terkontaminasi, tercemari, terkotori akibat kerakusan oknum-oknum tokoh Maluku Barat Daya yang secara tidak tau malu melakukan korupsi - mencuri uang rakyat sehingga merusak kemurnian citra Kabupaten Maluku Barat Daya baik di tingkat regional maupun nasional. Faktanya, Maluku Barat Daya kini terbukti kian bercengkraman penuh kemesraan dengan persoalan korupsi alias pencurian (uang rakyat/negara).
Apakah mencuri merupakan budaya orang Maluku Barat Daya? Tentu TIDAK dan karena itulah kita mestinya merasa malu karena banyaknya kasus korupsi yang telah berketatapan hukum yang semakin mengaskan citra Kabupaten Maluku Barat Daya sebagai sarangnya para pencuri uang negara atau uang rakyat. Menyedihkan namun juga memalukan.
Sebab, oleh karena kerakusan oknum-oknum pelaku pencuri uang rakyat yang melakukan aksi bejadnya, kemurnian citra Maluku Barat Daya dikotori dan dirusak dengan begitu kejamnya oleh para pencuri uang rakyat yang notabene adalah tokoh-tokoh potensial Maluku Barat Daya.
Sayangnya, meski kasus korupsi alias kasus pencurian uang rakyat di Kabupaten Maluku Barat Daya begitu massif terjadi, namun hampir seantero masyarakat Maluku Barat Daya justru tetap bersikap acuh tak acuh, malas tau, apatis dengan persoalan korupsi di daerah ini. Tingginya sikap apatis, malas tau, acuh tak acuh masyarakat inilah yang telah menjadi pintu masuk bagi para pelaku pencuri uang rakyat untuk melakukan aksi bejadnya secara bebas tanpa terawasi.Â
Sikap acuh inilah yang telah menjadi pupuk penyubur tumbuhnya kasus-kasus pencurian uang rakyat alias korupsi di Maluku Barat Daya. Suatu hal yang juga patut disanyangkan yaitu masih belum nampaknya aksi konkrit dari para wakil rakyat Maluku Barat Daya dalam mendorong upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di daerah ini.Â
Belum terdeteksi aungan suara melawan korupsi yang didengungkan oleh para wakil rakyat MBD, meskipun fakta memperlihatkan maraknya kasus pencurian uang negara yang notabene merupakan uang yang harusnya diperuntukan untuk mendukung percepatan pembangunan di bumi kalwedo.Â
Pada titik inilah kita patut bertanya; MENGAPA justru para wakil rakyat MBD cenderung menutup mata, menuntup telinga serta mengunci mulutnya terhadap kasus-kasus korupsi yang merajalela di atas bumi kalwedo? Mungkinkah para wakil rakyat kita lebih memilih berdiam diri karena pemberantasan korupsi bukanlah bagian dari tupoksi para wakil rakyat? Jika ada oknum wakil rakyat Maluku Barat Daya yang berpikir demikian, maka kita patut menyayangkan hal demikian.Â