Mohon tunggu...
Ahlan Mukhtari Soamole
Ahlan Mukhtari Soamole Mohon Tunggu... Ilmuwan - Menulis untuk menjadi manusia

Perjalanan hidup ibarat goresan tinta hitam yang mengaris di atas kertas maka jadilah penah dan kertas yang memberikan makna bagi kehidupan baik pada diri, sesama manusia dan semesta dan Ketekunan adalah modal keberhasilan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cak Nur, Politik dan Kejawaan

13 Februari 2019   20:10 Diperbarui: 13 Februari 2019   20:38 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole*

Indonesia memiliki salah satu sosok intelektual terkemuka yang kemudian masa kini dikenal juga sebagai seorang cendekiawan muda yakni Alm. Prof. Dr Nurcholis Madjid yang biasanya disapa Cak Nur khususnya dalam kalangan Himpunan mahasiswa Islam selain sebagai mantan ketua umum PB HMI dua periode semenjak 1966-1969 dan 1969-1971 Cak Nur pun mampu merumuskan sebuah Nilai Dasar Perjuangan (NDP) sebagai pegangan para kader Himpunan mahasiswa Islam dalam memperjuangkan keadilan dan kemakmuran bagi ummat dan bangsa karena mengandung nilai inklusif kemanusiaan, Ketuhanan dan Keberadaban. 

Cak Nur sebagai sosok intelektual pemikir dalam kehidupannya penuh dengan letupan revolusioner merespon segala perkembangan di Indonesia maupun manca negara dengan preferensi pengetahuan yang universal, fundamental dan radikal (berpikir mendalam) karena itu pemikirannya sering dikenang sebagai paradigma pembaruan pemikiran yang berarti merespon perkembangan dunia secara modernis namun masih dilandasi nilai kultural dan keIndonesiaan yang kuat sehingga cerminannya Cak Nur menginginkan keselarasan kehidupan masyarakat secara pluralistik.

Sedikit ulasan bahwasannya Cak Nur adalah seorang yang terlahir dari didikan Islam yang kuat dari Bapaknya seorang KH. Abdul Madjid dan Ibunya Fathonah yang mengadopsi ajaran-ajaran Islam yang kental apalagi dalam lingkup pesantren, Cak Nur lahir bertempat di Jombang pada 17 Maret 1939.

Semenjak lulus dari sekolah maupun pesantren Cak Nur yang bergelut dalam dunia kemahasiswaan sudah memiliki fundamen keIslaman yang kemudian berakselerasi dengan pengetahuan revolisoner dalam kalangan mahasiswa sebagai aktivis HMI maupun bergelut dalam kegiatan lintas organisasi.

Dalam studi lanjutnya di Cicago University  Amerika Serikat paradigmatik Cak Nur tentang perkembangan keIslaman semakin  mengental apalagi menemui sang Guru  Neo Modernisme Islam terkemuka kontemporer FajrulRahman asal Pakistanmaka tak heran apabila pandangan Cak Nur tentang Islam yang modernis secara keterbukaan menuai berbagai respon maupun kritikan dari intelektual lainnya termasuk Ahmad Wahib seorang tokoh HMI yang progresif. 

Asumtif yang mengarah padanya bahwa Prof. Nurcholis Madjid terpengaruh dengan odel ala barat Amerika Serikat yang mengubah pola pikirnya dalam menentukan arah Islam ke depannya namun kritikan dan respon itu dibalasanya dengan rasional dan secara akademis, Cak Nur (pada hemat penulis) meninggalkan secercak tinta pikiran yang autentik untuk merekosntruksi kejayaan Islam demi peradaban yang terbentuk dalam pikiran universal dan tentu dilandasi realitas kehidupan sosial yang tak bisa dihindari terkait perkembangan peradaban barat baginya Islam mampu bersanding dan bahkan bertarung namun Islam pun membawa misi nilai etika keIslaman tanpa harus bersalah dan menampilkan simbol-simbol secara tersedia.

Cak Nur dalam Perspektif Politik

Sebuah istilah kemanusiaan yang sering diungkapkan bahwasannya sebuah pertemuan dan perjumpaan lebih memberikan arti dan makna secara mendalam antara satu manusia dan manusia lainnya itulah karakteristik pluralisme dalam kehidupan. 

Dalam bukunya Dialog Keterbukaan yang diterbitkan oleh Paramadina pada tahun 1998 mengulas hasil wawancara antara Cak Nur dengan beberapa orang lainnya termasuk dari media-media nasional maupun media Islam, dialog yang sangat emosional membuka cakrawala, gagasan dan kemanusiaan secara kompherensif, tentu, apalagi dalam buku itu yang memfokus pada perbincangan Cak Nur terkait Politik an Masa Depan Indonesia.

Ada beberapa hal yang tertanam dalam pemikiran Cak Nur berdasarkan wawancara tersebut Cak Nur seorang pemikir cerdas terkemuka banyak membaca menulis, Cak Nur mengungkapkan realitas politik di negeri ini selalu menghadapi berbagai tantangan dan masalah, misalnya ketika suatu pemerintahan terpilih pasti memunculkan suatu oposisi yang selalu menjadi ancaman, realitasnya begitu dengan mensandingkan kasus di negera lainnya bahwa pemerintahan baru yang terbentuk manakala belum lama berjalan apabila telah muncul oposisi maka dalam sekejap pemerintahan itu diupayakan untuk dikudeta pemimpinnya atau membubarkan pemerintahan itu kerja oposisi di luar negeri berbeda dengan Indonesia yang masih menanamkan nilai keIndonesiaan Musyawarah Mufakat sebagai pengambilan keputusan yang manusiawi, meskipun suatu pemerintahan berjalan atau terpilih terbentuk maka muncul oposisi yang tidak selalu memberikan efek negatif sebagaimana di luar negeri tersebut artinya peranan oposisi Indonesia dalam pemerintahan itu sebagai peran yang konstruktif bukan destruktif.

Cak Nur mengungkapkan oposisi itu ada dua oposisi loyal dan oposisionalisme, oposisi loyal ialah oposisi yang masih setia terhadap negara dan membantu negara dalam mengarahkan dan mencapai tujuan secara kolektif berbeda ketika oposisi itu subjektif atau oposisionalisme maka penilaiannya sudah subjek dan menang sendiri yang berakhir dengan pemberontakan dan pembunuhan hal inilah yang harus selalu diantisipasi sebagai warga Negara yang plurasitik dan berbudaya yang luhur.

Cak Nur mengatakan dalam konteks peran partai politik membangun bangsa dan negara tak hanya bertumpu pada partai itu sendiri melainkan harus dikembalikan kepada kader partai yang menanamkan selalu indenpendensi di tubuh kader agar tak mudah bersikap menyimpang apalagi minim akan kognitif perjuangan partai untuk bangsa dan Negara, bukankah perjuangan bangsa dan negara adalah untuk membangun bangsa dan negara demi keadilan dan kesejahteraan.

Meskipun latar belakang Cak Nur yang sudah modernis dan progresif adalah beberapa hal menarik dari Cak Nur yang masih melekat yakni sikap primordialisme (yang bagi penulis semestinya tak sepatutnya diungkapkan semenjak kita bangsa Indonesia sudah menyatakan menjadi satu, satu bangsa dan tanah air dari Sabang sampai Merauke).

Cak Nur selalu mengangkat-angkat Suku Jawa sebagai Suku yang berpartisipasi besar terhadap bangsa dan negara misalnya mengacu pada Sumpah Pemuda yang berisi banyak orang Jawa begitu pun selalu mengangkat Suku Minangkabau yang banyak membantu dan membangun negara misalnya konsep Musyawarah Mufakat yang banyak lahir dari pemikiran Minangkabau padahal apabila ditelusuri banyak daerah dengan kebudayaan dan partisipasi membangun banga dan negara begitu kuat misalnya Indonesia Timur Sula Tidore Ternate Halmahera, Makassar, Bugis Mandar Toraja dll, NTT NTB Moluku banyak lahir tokoh-tokoh dalam perjuangan begitu pun nilai kefalsafatan yang lahir dari daerah masing-masing tersebut.

Inilah masih ada kelemahan dari Cak Nur yang bersikap primordialistik yang mengetengahi sentra partispasi bangsa secara sepihak padahal semestinya sudah satu jalan perjuangan, sehingga Cak Nur mengatakan bahwa peran bangsa di Nusantara ini didomonasi antara orang pedalaman dan orang laut (maritim) identik di pesisir.

Kebanyakan orang Pedalaman itu memiliki sikap bertahan sebagaimana mantan presiden Indonesia  Soeharto yang dianggap orang pedalaman karena hanya berorientasi pada administrasi dan membangun pemerintahan dari aspek fungsional tak heran pula suku Jawa banyak melahirkan para tentara karena mudah mengikut perintah atasan berbeda halnya dengan orang pesisir yang identik menyerang sebagaimana suku Minang Kabau, Manado yang suku Jawa Pesisir banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual, cendekiawan akademisi dalam berupaya membangun bangsa dan negara, pada hemat penulis di Moluku pun hal sama semisal di Sula Tidore Ternate dll  dan Sulawesi banyak masyarakat yang mengadopsi kulture pesisir sehingga banyak melahirkan tokoh perjuangan (karena menyerang) aktivis cendekiawan demikian perspektif politik Cak Nur yang sedikit dikonstruksi oleh penulis, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

*Penulis adalah Alumnus Universitas Karya Dharma Makassar/ Pegiat Belajar Filsafat, Kebangsaan dan kenegaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun