Mohon tunggu...
ahkam jayadi
ahkam jayadi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Masalah Hukum dan Kemasyarakatan Tinggal di Makassar

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Berkaca Pada Kasus Al-Zaytun

29 Juli 2023   05:28 Diperbarui: 29 Juli 2023   05:30 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BERKACA PADA KASUS AL-ZAYTUN

Oleh: Ahkam Jayadi

Tanggapan dan Tindakan pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Prof.Dr. Mahfud, MD) serta aparat penegak hukum terhadap kasus yang menerpa Pesantren Al-Zaytun menimbulkan berbagai tanggapan di tengah masyarakat. Kasus Al-Zaytun kembali menegaskan apa yang selama ini menjadi penilain masyarakat terhadap penegakan hukum yaitu: "hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas", "penegakan hukum yang tebang pilih". Kalau kita menengok sejarah Al-Zaytun telah ber kasus sejak 20 tahun lalu akan tetapi dibiarkan dan sekarang muncul lagi dan sepertinya masih sangat kuat untuk tersentuh oleh hukum dalam arti diselesaikan secara baik dan benar hingga tuntas tanpa interfensi politik, kepetingan tertentu yang non hukum dan yang lainnya.

 Lebih jauh lagi pandangan masyarakat terhadap pemerintah dan aparat penegak hukumnya di dalam menangani kasus ini adalah terserah, "kamu". Mau di tindak lanjuti dan pada akhirnya di nyatakan bersalah dan di hukum mau di tangani dalam bentuk drama pepesan kosong terserah kamu. Masyarakat se akan berkata "EGP" emang gue pikirin. Kami sudah bosan dengan rekayasa hukum dan dramatisasi hukum yang berbalut jual-beli hukum dan keadilan.

Sebuah sikap apatis yang tentu saja sangat berbahaya bila senantiasa terjadi di tengah masyarakat. Masyarakat sudah bosan dengan berbagai sandiwara hukum, mempermainkan hukum serta memperjual-belikan hukum. Hukum bukan di tegakkan untuk mewujudkan: keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum akan tetapi sesuai dengan harga jual yang di sepakati bersama pemilik kasus dan penegak hukum serta seberapa kuat pihak yang menjadi pelindungnya.

 Betapa tidak begitu banyak kasus-kasus yang di rekayasa di tengah masyarakat kemudian tokoh-tokohnya di hukum bahkan institusinya di bubarkan (lihat kasus Hizbut Tahrir Indonesia, Front Pembela Islam dan yang lainnya). Sementara kasus Al-Zaytun sudah terang benderang di depan mata masih juga di biarkan dengan dramatisasi yang menyertainya.

Salah satu bagian dari kasus tersebut yang menarik untuk kita bahas dalam kaitan Al-Zaytun adalah, "pelecehan terhadap agama Islam". Pasal yang secara terang benderang mengatur tentang pelecehan atau penistaan agama. Pasal 156 (a) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHPidana) yang menegaskan bahwa:

Ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun. Ayat (2) Dalam hal penghinaan dilakukan secara tertulis atau melalui media elektronik dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun.

Terlepas dari berbagai kasus perdata dan pidana yang menyertainya. Maka pelecehan atau penistaan terhadap agama Islam sudah terang benderang terjadi di Pesantren Al-Zaytun. Bagaimana pimpinannya (Panji Gumilang) secara terang-terangan menyebut bahwa Kitab Suci Al-Qur'an adalah karangan Muhammad. Perempuan bisa jadi Khatib di shalat Jum'at. Di tengah kegiatan Pesantren yang notabene Pesantren berbasis Pendidikan dan pengajaran Agama Islam kemudian dicampur aduk dengan ajaran-ajaran Yahudi dan yang lainnya. Perempuan sebagai Imam Sembahyang dan  saf perempuan (sebaris) dengan laki-laki di dalam sembahyang dan berbagai bentuk pelecehan atau penistaan lainnya. Apa lagi yang kita tunggu dengen pelecehan ini. Apakah kita menunggu masyarakat melupakan kasus ini sehingga kemudian secara diam-diam kasusnya juga dihentikan proses penyelidikan dan penyidikannya.

Sikap pemerintah melalui Menkopolhukam dan aparat penegak hukum mencerminakan sikap-sikap yang melanggar Konstitusi (UUD 1945). Sikap untuk berkerja dengan basisnya adalah untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan tertentu di luar area tersebut. Bukan untuk kepentingan pencitraan. Bukan untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Pasal 27 Ayat (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Bila kita berpijak pada Ideologi Negara Republik Indonesia yaitu: Pancasila maka wujudnya juga sudah sangat jelas memberikan arah di dalam menangani atau menegakkan hukum perundang-undangan yang ada.

Setiap peroses penanganan dan  penegakan hukum haruslah berpijak pada hal-hal sebagai berikut: 1. Segala sesuatunya harus di dasarkan pada pijakan dan tanggung-jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Segala sesuatunya harus mengutamakan kepentingan kemanusian (hak-hak asasi manusia) yang adil dan beradab. 3. Harus bekerja di bawah naungan dan bingkai persatuan Indonesia. 4. Bekerja di dalam bingkai kerakyatan yang di pimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan permusyawarata, dan 5. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Intinya dalam ranah Negara Hukum Pancasila (Republik Indonesia) hukum harus di tegakkan dengan tujuan untuk mewujudkan: keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Hukum harus menghukum yang salah dan melindungi yang benar. Bukan melindungi yang salah dan menyembunyikan kebenaran.

Hukum adalah alat untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia, bukan sebaliknya manusia untuk hukum. Hukum harus dibaktikan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara bukan sebaliknya masyarakat, bangsa dan negara di abdikan pada hukum. Demikian semoga bisa menjadi bahan pertimbangan.#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun