Dewasa ini kemajuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta kesesuaian pembangunan akhir-akhir ini telah merambah ke seluruh aspek bidang kehidupan manusia, tidak saja membawa kemudahan melainkan juga membawa beberapa kesulitan dan permasalahan. Keberagaman aktivitas yang dahulu tidak pernah dikenal dan tidak pernah terbayangkan, namun hal itu menjadi kenyataan. Di sisi lain, kesadaran umat Islam di dunia termasuk di Indonesia pada akhir-akhir ini semakin tumbuh dan meningkat. Sebagai konsekuensi logis, setiap timbul permasalahan, umat Islam senantiasa bertanya-tanya, bagaimanakah kedudukan hal tersebut dalam pandangan ajaran Syariat Islam.Â
Dimasa pandemi Covid-19 ini pun menjadi problematika bagi seluruh umat manusia, terutama dalam sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dalam meningkatkan penjualannya. Dari sini para pelaku UMKM harus dapat mengubah pola kerjanya sehingga UMKM sendiri dapat berjalan dengan maksimal dengan tidak meninggalkan kepentingan konsumen dalam hal kehalalan dan kehigenisan produk di masa Pandemi Covid-19 ini. Bank Indonesia menyebutkan sebanyak 87,5 persen UMKM terdampak pandemi Covid-19. Dari jumlah ini, sekitar 93,2 persen di antaranya terdampak negatif di sisi penjualan. Menurut survei yang dilakukan bank sentral, pandemi memberi tekanan pada pendapatan, laba, dan arus kas hingga para pemilik usaha memilih untuk wait and see.[1]
Â
Kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib bagi seluruh manusia terutama umat muslim, baik itu pangan, obat-obatan maupun barang-barang konsumsi lainnya. Produk halal ternyata tidak hanya diminati oleh masyarakat muslim tetapi juga non muslim, sebab makanan yang halal itu sudah pasti sehat, yang mana pada kondisi Covid-19 inilah seharusnya para produsen dan konsumen berlomba-lomba untuk mencari produk yang halal dan toyyib (baik). Seperti yang telah Allah Firmankan dalam Alqur'an Surat Al-Baqoroh 168 yang artinya:
Artinya: "Wahai Manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya, setan itu musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-Baqoroh 168).[2]
Â
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya".(Q.S. Al-Baqoroh 172)
Artinya: "Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya". (Q.S. Al-Maidah: 88)
Ayat-ayat diatas menyimpulkan bahwasannya Allah 'Azza Wa Jalla mewajibkan kepada seluruh manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan juga yang toyyib (baik). Kewajiban ini pun semata-mata untuk kepentingan manusia itu sendiri, selain untuk menjalankan syariat Islam, juga untuk kelangsungan hidup manusia. Karena banyaknya produk yang belum bersertifikat halal mengakibatkan seluruh konsumen terutama konsumen muslim sulit untuk mencari produk mana yang benar-benar halal dan dapat dikonsumsi sesuai dengan syariat Islam.
Perkembangan industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia sendiri memiliki peran yang cukup penting untuk Negara Indonesia, mulai dari kontribusinya terhadap pendapatan Nasional, ataupun penyerapan jumlah tenaga kerjanya, penghasil devisa negara, sampai yang mendominasi usaha di Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Â Kontribusi UMKM terhadap Produk Domistik Bruto (PDB) bisa mencapai 61% pada tahun 2020 dibanding dengan tahun-tahun selebumnya[3], sedangkan penyerapan UMKM terhadap pekerja Indonesia bisa mencapai 97% atau sebanyak 117 juta pekerja[4], dan UMKM sendiri mendominasi sebagai usaha di Indonesia bisa mencapai 99,99% dari total keseluruhan usaha yang ada di Indonesia dengan pelaku usaha mencapai 6,42 juta pelaku UMKM.[5] Ditambah lagi mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, yang mana secara tidak langsung pelaku UMKM sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang memerlukan produk-produk yang halal.Â
Â