Yogya, 12/02/2022: Pukul 20.++
Setelah kemareman merasakan gudeg Yogya di Mijilan terpenuhi, kami berjalan balik menuju Malioboro. Rupa-rupanya kerapatan penikmat Yogya semakin tinggi di jalan kenangan ini. Di malam Minggu itu, Malioboro telah ‘dibebaskan’ dari polusi bahan bakar fosil. Raja jalanan digantikan oleh scooter-otoped dan sepeda. Pejalan-kaki harus tetap berhati-hati ketika akan menyeberang jalan agar tidak tertabrak.
Sekitar jam sembilan malam, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan dan beristirahat.
Yogya, 13/02/2022: Pukul 06.++
Pagi itu, kembali saya meluangkan waktu menyusuri Malioboro. Kali ini kami melangkahkan kaki ke arah Stasiun Tugu.
Saat itu, udara pagi cukup dingin. Sempat tersirat di pikiran untuk jajan soto, pasti rasanya akan nikmat-hangat. Sudah terbayang ‘buuuul’, kepulan asap putih yang membumbung tatkala panci penghangat kuah soto dibuka, menebarkan wewangian kaldu ayam pembangkit selera.
Selain potongan-potongan ayam iris tipis atau suwir, lauk tambahan yang biasanya tersedia antara lain tempe goreng garing, sate usus goreng, sate jeroan ati-ampela, dan sate telur puyuh.
Niat sarapan akhirnya kami urungkan. Gema Omicron-lah yang membatalkan pertaruhan untuk memasuki warung tenda yang laris dikunjungi banyak orang tersebut. “Di penginapan sudah disediakan nasi goreng ala jawa lengkap dengan kerupuk udang,” tungkas teman.
Dahulu, ketika kami masih menimba ilmu, berfoto di Malioboro merupakan aktivitas yang jarang dilakukan. Mungkin kala itu, kami merasa telah menjadi bagian dari Yogyakarta. Tidak sempat berpikir bahwa Yogya-lah yang kini menjadi bagian nostalgia kami.