Waktu itu juri cukup ketat mengawasi. Muncul sedikit pesimis, karena untuk membuat rangkanya saja, kemampuanku menyelesaikan bisa lebih dari dua hari. Belum lagi melepa dan mengaci.
Tapi beliau memberi motivasi. Kemampuanku yang sudah kuasah di rumah mendapatkan booster yang luar biasa.
Walau telapak tangan ini memerah - parah akibat men-nggegep kawat tiga mili, tertusuk kawat bendrat berkarat, tokh rangka itu selesai.
Demikian lanjut cerita, patung kerbau dan penggembala yang sedang belajar mulai mewujud setelah hampir hari kugeluti. Aku berkarya sendiri! Cukup bagus walau belum finishing diaci dan dicat.
Berkah pandemi, bakat itu membawaku menjadi perupa amatir kembali. Setelah tiga puluh lima tahun mati suri.Â
Ada sisi sentimentil terharu, mengenang beliau dengan bangga, ketika membentuk rupa trimatra. Â Â
Baca juga: Menginspirasi Siswa Merdeka Belajar dari Penyelenggaraan Budaya Menulis dan Meneliti
Keguruan Beliau
Menjadi guru di zaman saiki, sudah enak. Selain gaji juga ada tunjangan sertifikasi. Bahkan yang sudah impassing akan mendapat tunjangan yang signifikan besarnya.
Sebenarnya, kalau dikatakan persentase minat siswa Indonesia untuk menjadi guru sekitar 11%, itu cukup bagus kok. Kan bandingannya ada puluhan bahkan ratusan profesi.
Bahkan sudah banyak lulusan S1 non pendidikan yang melirik menjadi guru ASN. Gaji dan karir lebih menjanjikan, cukuplah untuk menyelenggarakan keluarga berencana.