Mohon tunggu...
Antonius Hananta Danurdara
Antonius Hananta Danurdara Mohon Tunggu... Guru - Sedang Belajar Menulis

Antonius Hananta Danurdara, Kelahiran Kudus 1972. Pengajar Fisika di SMA Trinitas Bandung. Alumni USD. Menulis untuk mensyukuri kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Imunitas Tubuh Bekal Utama Pejuang WFO

14 November 2021   10:00 Diperbarui: 14 November 2021   12:39 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

November 2021, sebagian besar daerah Jawa Barat telah memasuki PPKM level 2. Efek perubahan level yang sangat saya rasakan di kota Bandung adalah jumlah pengguna jalan raya meningkat signifikan. Kelenggangan jalan yang kami rasakan ketika menuju tempat bekerja mulai menetap di jam – jam pagi. Bila salah strategi berangkat, kami akan menjadi penyumbang padatnya jalan raya.

Sebagai pengajar, masuk kerja di masa PPKM Level 2, tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Sekolah kami konsisten – ketat dengan standar protokol kesehatan. Kebijakan jaga jarak berinteraksi diwujudkan dengan menyediakan ruang – ruang kelas dan laboratorium sains untuk ditempati satu atau dua guru untuk menyelenggarakan PJJ.

Kewajiban mencuci tangan dengan sabun telah didukung dengan penyiapan sejumlah titik wastafel di setiap kelas. Sedangkan kewajiban memakai masker telah dilaksanakan seluruh guru dan karyawan. Budaya saling mengingatkan bila ada yang melupakan protokol kesehatan cukup berjalan.

Skrining kehadiran dan pulang sekolah menjadi syarat wajib guru, karyawan, dan siswa yang akan beraktivitas di sekolah. Ketika kegiatan belajar – mengajar selesai, karyawan bertugas untuk membersihkan setiap ruangan. Mereka mengelap set komputer – meja – kursi yang ada di setiap kelas dengan desinfektan.

Ruang khusus isolasi semi permanen dengan perlengkapan PPPK juga dibangun untuk mengantisipasi bila ada guru, karyawan, atau siswa yang mengalami gejala COVID – 19 dengan tingkatan ringan sampai dengan sedang.

Perencanaan, pengadaan fasilitas penunjang dan alat – alat kesehatan, pelaksanaan disiplin protokol kesehatan, serta pengawasan melalui skrining mingguan telah dijalankan tim satgas COVID – 19 sekolah dengan baik.

Nah, pada akhirnya ‘kemasan’ apik yang telah didesain untuk menghindari klaster COVID – 19 harus diimbangi dengan ‘isi’, yaitu individu - individu yang jujur dan bertanggung-jawab melaksanakan protokol kesehatan COVID - 19. Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi potret serpihan pengalaman langsung work from office dan mencoba mengapungkan simpulannya.

Serpih Pengalaman Seputar Work From Office

Serpih Pengalaman di Ruang Kerja

Kita mengetahui virus SARS – CoV2 berpindah dan tinggal dari manusia satu ke manusia lain melalui droplet dan airborne transmision. Saat berbicara, batuk, dan bersin; droplet – droplet akan terbentuk, menyebar secara konvergen. Dalam selang waktu tertentu, droplet – droplet akan melayang di udara sebelum akhirnya jatuh oleh tarikan gravitasi Bumi, menempel di benda – benda sekitar. Sementara micro droplet, karena ukurannya yang lebih kecil dapat bertahan melayang di udara lebih lama.

Dalam WFO, pertukaran droplet ini pasti akan terjadi, karena kita akan berkomunikasi dengan sesama rekan kerja atau atasan kita, baik yang sifatnya formal maupun sekedar guyonan.

Semakin sering kita saling kontak bicara maka kerapatan micro droplet di tempat kita berinteraksi semakin tinggi. Sementara sebaran droplet yang menempel pada benda – benda sekitar semakin banyak. 

Hal ini dapat diartikan jika ada salah satu anggota komunitas suspect COVID – 19, terlibat melakukan percakapan, peluang terhirupnya micro droplet atau tersentuhnya droplet yang berasal darinya juga meningkat. Jadi, ketika kita memutuskan atau diwajibkan WFO, resiko bertukar droplet dengan tingkat keseringan yang tinggi harus kita maklumi.

Serpih Pengalaman di Warung Makan

Sebagai orang yang sering jajan makan siang di jam – jam istirahat, pengalaman langsung terkait situasi dan kondisi di tempat makan saya narasikan sebagai berikut. Dapat dibayangkan, sebuah warung makan 6 x 8 meter dengan beberapa individu atau kelompok orang yang berasal dari dua – tiga tempat kerja berbeda, heterogen. 

Mereka asyik menikmati makanan pesanan sambil saling mengobrol dengan rekan kerjanya di tempat makan. Puluhan menit kemudian, penikmat makan siang telah berganti dengan individu atau kelompok lain dengan polah – tingkah dan hasrat yang sama, jajan makan siang.

Kerumunan di tempat makan seperti diceritakan di atas pasti tak jauh beda dengan situasi ruang – ruang makan yang disediakan oleh kantor – kantor di kala jam istirahat. Hanya saja komunitas di tempat tersebut mungkin lebih homogen. Tetapi rasa – rasanya juga tidak ada jaminan lebih bersih dan sehat.

Jadi bagaimana cara menghindari situasi dan kondisi seperti di warung makan yang diilustrasikan? Kelihatannya, ini juga akan menjadi resiko yang dihadapi oleh para pelaku WFO, khususnya yang sering jajan seperti saya.

Serpih Pengalaman Pelaksanaan Protokol Kesehatan

Jaga jarak, cuci tangan dengan sabun dan penggunaan hand sanitizer, serta penggunaan masker pun lambat laun akan abai – teredam oleh dinamika saling interaksi anggota komunitas. Cek suhu tubuh di sejumlah tempat terkesan sekedar formalitas.

Dalam satu kelakar dengan murid – murid, saya menerangkan hasil pengukuran suhu tubuh orang – orang yang akan masuk ke mall terukur sama - normal, termasuk saya. Namun ketika di hari yang sama, selisih satu jam, saya harus diperiksa di rumah sakit, suhu tubuh saya melebihi batas ambang normal. 

Jangan – jangan di masa pandemi ini, telah ditemukan berjenis – jenis derajat pengukuran suhu, bukan lagi dalam derajat Celcius atau Fahrenheit (yang tidak umum), namun dalam derajat mall A, derajat RS B, atau derajat sekolah C. Seru juga! Jika tidak ada yang bertanggung – jawab terhadap kalibrasi alat ukur suhu, akhirnya aktivitas tersebut menjadi sebuah formalitas belaka.

Serpih Pengalaman Kala Pandemi Memuncak

Cerita lain yang masih terkait, bulan Juli 2021, sekitar enam warga komplek perumahan kami tertular SARS – CoV2 dalam tingkatan ringan – sedang. Masing – masing dari keluarga yang berbeda dan tidak tertular dari satu sumber. Artinya kemungkinan besar mereka tertular di tempat mereka bekerja/beraktivitas masing – masing dan membawa pulang virus SARS – CoV2 ke komplek perumahan kami. 

Sebagian dari mereka mengambil keputusan untuk ‘diam’ dan hanya memberitahukan ke warga terdekat. Mereka melakukan isolasi mandiri di rumah masing – masing dengan memanfaatkan telemedicine untuk mendukung penyembuhannya. Kala itu, kami sekeluarga tenang – tenang saja karena tidak tahu! Bahkan saat daerah kami menjadi zona merah, saya dan istri yang dalam ketidaktahuan, tetap berangkat kerja – bersosialisasi dengan rekan – rekan komunitas.

Kondisi seperti cerita di atas sangat mungkin terjadi pada siapapun. Ada yang hanya diam dan ada yang dalam ketidaktahuan. Meskipun terbersit kejengkelan mengapa informasi warga suspect lambat kami ketahui, namun seandainya cepat mengetahui pun tidak terlalu berguna. Kami bertetangga, tetap bertegur-sapa, dan saling berdoa – berempati untuk kesembuhan bersama.

Serpih Pengalaman Berjuang Menghidupi Keluarga

Ada juga tetangga yang memaksa bekerja, walaupun beberapa anggota keluarganya telah bergejala COVID – 19. Siapa yang berhak melarangnya untuk berjuang menghidupi keluarga di masa pandemi? Apalagi tidak ada pengakuan suspect COVID – 19, sengaja tidak memeriksakan diri ke instansi kesehatan, takut seandainya harus isolasi mandiri karena akan berpengaruh pada dapur harian. Akibatnya teman kerja tidak mendapat informasi tentang kesehatannya. Bayangkan, seandainya tetangga tersebut adalah saya, anda atau anggota komunitas kita, yang karena kewajiban dan semangatnya, mengusahakan diri untuk tetap hadir WFO, tidak mengakui sakitnya. Apakah realitas ini menjadi bagian yang harus kita maklumi juga?

Konklusi: Imunitas Tubuh sebagai Puncak – Penting Perhatian para Pejuang WFO

Dalam serpih - serpih pengalaman di atas, sedikit terdeskripsi tingkat kengeyelan dalam masyarakat. Kengeyelan yang bisa terjadi dan dilakukan oleh saya, anda, dan rekan kerja. Kalau saya refleksikan, kengeyelan yang mungkin terjadi pada diri saya bukan karena tidak tahu atau mengabaikan bahaya COVID – 19. Kadang kengeyelan itu, dengan ukuran kita masing - masing, masih dianggap pada batas kewajaran, terjadi begitu saja dan sadar ada unsur bertaruh resiko.     

Diperbolehkan bekerja di kantor sebenarnya dapat dipandang sebagai bentuk kepercayaan pimpinan. Kita dianggap sebagai manusia yang dianugerahi sehat sekaligus mengemban misi bertanggung jawab untuk saling menjaga kesehatan dalam komunitas. Diperbolehkan bekerja kembali di kantor menjadi jawaban rindu – kebersamaan tatkala pandemi COVID – 19 telah masuk PPKM level 2. Perjumpaan langsung kita alami bersama dengan rekan – rekan kerja.

Saya yakin, semua pekerja akan menyambut antusias menunggu giliran dipersilakan WFO.  Mungkin sebagian dari mereka merasakan sedikit getar- getar kawatir tertular SARS – CoV2. Walau sebenarnya penanggung jawab tempat kerja telah menyiapkan sejumlah alat dan fasilitas penunjang protokol kesehatan. Satgas COVID – 19 yang dibentuk pasti dapat dipercaya, membuat sejumlah aturan dan melakukan pengawasan dengan bijak.

Dalam konteks opini, saya meyakini imunitas – tubuhlah yang seharusnya menjadi puncak – penting  perhatian para pejuang WFO. Mempertahankan bahkan meningkatkan imunitas tubuh ibarat membangun dan menguatkan benteng raga dalam menghadapi serangan penyakit, khususnya SARS CoV2.

Vaksinasi adalah cara cepat untuk membangun imunitas tubuh. Nampaknya akan terbukti, serbuan vaksinasi yang digalakkan pemerintah akan mendesak armada SARS CoV2. Strategi pemerintah untuk menciptakan herd imunity di kantong – kantong COVID – 19 kelihatannya berhasil mengepung SARS CoV2.

Sistem imun yang telah terbentuk karena terstimulasi vaksin sebaiknya perlu dirawat bahkan ditingkatkan. Para pejuang WFO perlu memperhatikan pola hidup sehatnya. Dari sisi kejiwaan, para pejuang WFO sebaiknya membatasi kadar stress-nya. Jika berlebihan, banyak informasi yang menyebutkan akan melemahkan imunitas alamiah.

Sementara dari sisi ragawi, idealnya pola hidup sehat dapat dilakukan dengan memilih jenis makanan yang masuk ke tubuh dengan mempertimbangkan gizi, mengatur pola makan, menjamin jumlah dan kualitas air minum, mengolah tubuh – beraktivitas ragawi secara optimal, merespons kebutuhan tubuh untuk beristirahat, serta mempersilakan tubuh dengan metabolisme-nya menyerap sari dan membuang sisa – sisa zat yang tidak diperlukan tubuh lagi. Singkatnya, cukup makan dan minum, seimbang aktivitas dan istirahat, dan lancar dalam pembuangan zat sisa metabolisme.  

Mari kita rayakan WFO dengan antusias dan sukacita, namun tak kebablasan karena masih di masa pandemi COVID - 19

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun