Mengunjungi pohon di pagi hari
Desember 2018, setelah 9 tahun kemudian, penulis bersepeda ke arah Ciwidey. Berangkat dari jalan Sadang sekitar pukul 6 pagi. Melewati terusan Kopo, Katapang, Soreang menuju ke Ciwedey.Â
Jalan tersebut menyajikan tanjakan menantang yang masuk akal untuk dilalui para pesepeda. Jadi tidak heran, jika banyak pesepeda menjadikan rute Soreang - Ciwidey sebagai rute favorit. Setelah melewati pasar Soreang, melewati tanjakan yang menikung, penulis bertemu dengan pohon tersebut.Â
Ada perubahan kecil di sekitarnya, terlihat agak jauh dari pohon tersebut, terpasang lampu penerangan jalan. Beberapa rumah penduduk juga sudah dibangun. Pagi itu untuk pertama kali penulis berhenti di pohon tersebut, menyentuhkan tangan, menepuk - nepuk batang sambil mengenang ketakutan tak jelas, dini hari, sendiri.
Tuhan itu benar ada. Bila kita menyakininya, maka Tuhan akan selalu menyertai kita. Ketika kita berbicara dengan-Nya, Tuhan pasti mendengar. Merenungkan kejadian 9 tahun silam, penulis sadar bahwa Tuhan mendengar dan menyertai dalam wujud kepasrahan dan keberanian untuk melambatkan motor dan mengambil keputusan menoleh ke belakang, melihat pohon tersebut.
Mungkin sekarang pohon itulah yang berganti ketakutan. Dalam ketuaannya, mungkin pohon itu was - was jika ditumbang-paksakan. Akan kemana para penghuniku, akan kemana para tamuku nanti ? Bagaimana bila mereka terusik ? Akankah tetap tinggal di usuk, reng, kusen, atau pintu yang dibuat dari tubuhku ?Â
Bandung, 2 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H