Pada akhirnya Ataturk yang dilihat orang banyak bukanlah sesuai dengan realitas yang ada. Ada beberapa latar kenyataan yang membuat Ataturk bersikap seperti itu. Pragmatisme beliau menciptakan sebuah negara modern yang menjauhi ketertinggalannya sendiri. Erdogan pun juga sama seperti beliau, yakni pragmatis.Â
Hanya saja Erdogan bersikap oportunis. Pada dekade 1980an beliau adalah anggota gerakan Islamis Milli Gorus. Namun pada tahun 2002, ketika beliau berkampanye dalam pemilihan PM, beliau mendeklarasikan diri sebagai tokoh yang liberal, pro demokrasi, dan pro Barat. Beliau menjanjikan Turki akan masuk Uni Eropa beberapa tahun nanti. Lawannya adalah kelompok Kemalis, Nasionalis, dan Fasis. Namun di tahun 2010an awal, ketika radikalisasi agama terjadi di Timur Tengah, Erdogan menjadi Islamis dan mendeklarasikan diri sebagai pejuang persatuan Islam.
Pendidikan teori evolusi dihapus dari sekolahan dan donor pemerintah untuk masjid diperbanyak. Tetapi di tahun 2016, setelah kudeta yang didalangi seorang ulama bernama Gulen terjadi, beliau kecewa berat dan akhirnya sejak tahun 2016 beliau merapat ke kelompok Nasionalis. Beliau melakukan rotasi jabatan petinggi partai AKP yang semula didominasi Islamis menjadi didominasi Nasionalis, Kemalis, dan Fasis. Kebijakan internasional beliau berubah menjadi condong ke Rusia dan Tiongkok. Meskipun begitu, untuk menarik hati Islamis dan liberal pro-Barat, beliau mengubah Hagia Sophia menjadi masjid kembali dan menegaskan partisipasinya di NATO.
Selain itu juga ada perbedaan -perbedaan lain. Ataturk adalah bekas anggota militer yang turun ke zona perang berkali-kali, Erdogan hanya bekas aktivis dan walikota. Ataturk seorang pasifis sebagai rasa traumanya atas kekalahan Utsmaniyah di masa lalu. Erdogan pro intervensi ke luar negeri dalam rangka melebarkan dominasi Turki di dunia sebagai penjaga selat Bosporus. Pada akhirnya pragmatisme mengalahkan idealisme karena pragmatisme cenderung beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Kekuasaan tidak bisa dipegang secara main-main.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H