Dari total Rp 20,7 triliun dana desa tahun ini. Hingga akhir bulan lalu, pemerintah pusat menyebutkan dana yang telah ditransfer ke rekening kas umum kabupaten/kota telah mencapai 80 persen atau Rp 16,5 triliun, tetapi dana ini lebih banyak mengendap di bank.
Baru Rp 1,9 triliun atau 11,5 persen sudah disalurkan bupati/wali kota ke desa. Ada beberapa persyaratan seperti APBDes dan RKPDes sebagai persyaratan perencanaan desa yang belum ada, kehati-hatian hingga ada desa yang disebut belum memiliki rekening.
Dikutip dari laman setkab.go.id, anggaran desa setiap tahunnya akan naik. Untuk tahun depan, alokasi anggaran dana desa mencapai Rp 46,9 triliun atau setara dengan 6,4 persen dari total dana transfer pemerintah pusat.
Dari simpul ini, soal pencairan, dana desa yang mandek di kabupaten/kota cukup besar. Persoalan ini tentunya harus mendapatkan perhatian serius. Tetapi sebetulnya, soal pencairan bukan soal enteng, ini juga terkait masalah substansi. Pencairan dana juga terkait rencana program. Yang efeknya apakah program tersebut berdampak bagi pengurangan pengangguran, urbanisasi hingga peningkatkan kesejahteraan desa.
Sudah tahukah dengan tujuan desa one plan one village. Ini soal sangat urgent, satu desa satu rencana. Jelas mencakup keunggulan kompetitif dan komparatif setiap desa. Untuk soal ini tak bisa dianggap remeh. Seharusnya memang diawal tidak perlu dipaksakan agar dana desa mencakup semua desa. Diperlukan percontohan dalam transisi pencairan dana desa.
Apalagi mempercepat pencairan dana desa tanpa memperhatikan hal-hal pokok, seperti dikatakan Mendesa, Marwan Ja’far untuk mencairkan dana desa hanya diperlukan selembar kertas saja.
“Dalam SKB itu diatur tata cara penggunaan dana desa. Adapun aturan mengenai RPJMDes dan RKPDes bisa menjadi tidak ada. Tinggal APBDes saja yang masih menjadi aturan dan itu tidak banyak. Cukup satu lembar saja sudah beres,” ungkap Mendesa beberapa waktu lalu.
Bagi saya ini penyimpangan, bagaimana perencanaan desa tertulis dalam selembar saja. Kesan politisasi lebih mengemuka daripada tujuan dana desa membangun desa itu sendiri.
Untuk diingat, soal desa menjadi materi kampanye hampir semua peserta pemilu. Bahkan, salah satu capres sampai menyurati setiap kepala desa dengan menjanjikan anggaran desa sebesar 1 miliar/desa.
Dengan jumlah desa lebih dari 74 ribu, kampanye melalui desa akan sangat efektif untuk menggalang suara.
Pemetaan suara dengan basis desa juga akan mempermudah bagi setiap kandidat untuk memenangkan pemilihan. Apalagi komposisi penduduk Indonesia yang mayoritas di desa dan petani. Mau tak mau, menggarap desa dapat ladang yang akan mempermudah kemenangan.
Desa dengan demikian akan jadi ujung tombak bagi proses pemenangan. Siapa yang berhasil merebut pengaruh mayoritas penduduk desa, dijamin akan mendapatkan pengaruh besar dalam proses politik. Jalan pertama yang diretas tentunya dengan program yang memikat, populer dan mudah dipahami masyarakat desa. Selanjutnya tentu membentuk timses-timses hingga tingkat desa. Menguasai separuh jumlah desa yang ada saja, kemenangan sudah pasti ditangan.
Tentu dengan lahirnya UU Desa, berkampanye dengan menyampaikan gagasan desa akan mendapatkan anggaran 1 miliar/tahun sudah tidak tepat. Soalnya, UU sendiri telah menjamin bila setiap desa akan mendapatkan anggaran yang berlimpah.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 27 dijelaskan, desa akan memperoleh 10% dari alokasi dana transfer ke daerah, 10% dari pajak dan retribusi daerah, 10% dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil, dana bantuan dari APBD provinsi atau kabupaten, dan hibah atau sumbangan yang tidak mengikat pihak ketiga. Singkatnya, desa akan memiliki anggaran untuk pembangunan dari 700 juta hingga 1,4 miliar/tahun.
Dalam kerangka semangat positif dan harapan, anggaran tersebut jika dipergunakan dengan benar akan dapat meningkatkan pembangunan dan pemerataan 15-30 kali lipat dari kondisi sekarang. Dengan ratio gini yang mencapai 0,413 pada tahun ini, penerapan UU Desa berpeluang untuk mengikis kesenjangan yang makin melebar sekaligus penyanggah utama bagi kesejahteraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H