Mohon tunggu...
Akhmad Hani Nadif
Akhmad Hani Nadif Mohon Tunggu... Ilmuwan - Direktur Eksekutif Center for National Defense and Security Studies (CNDSS)

Berfokus pada bidang industri pertahanan, teknologi pertahanan, geopolitik, ketahanan energi dan pangan, dan cybersecurity

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengembangan Industri Pertahanan Domestik: Potensi dan Tantangan

17 Oktober 2022   14:14 Diperbarui: 17 Oktober 2022   14:56 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua adalah produk-produk teknologi turunan atau spin-off yang kemudian menjadi sangat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari contohnya antara lain India dimana melalui produk spin-off yang dihasilkan berkontribusi pada sektor agrikultur, kesehatan, dan pengolahan limbah (DRDO, n.d). Amerika Serikat dengan produk turunannya seperti GPS, internet, drone dll atau Indonesia melalui PT. Pindad dengan produk alat beratnya, Excava 200. Mari kita coba telaah satu persatu.

Internet, sebuah inovasi teknologi komunikasi departemen pertahanan Amerika Serikat yang pada awalnya ditujukan untuk kepentingan komunikasi militer, saat ini menjadi salah satu tulang punggung kegiatan ekonomi dan bisnis masyarakat dunia. Nilai transaksi e-commerce yang terjadi di Indonesia pada tahun 2021 adalah 43,4 milliar dollar AS atau sekitar 661 trilliun rupiah dengan kurs 15.290 per tanggal 28 September 2022 (ecommercedb, nd). Melalui internet, kita juga mendapatkan kemudahan akses terhadap GPS untuk keperluan navigasi.

Berikutnya adalah drone. Produk ini yang pada awalnya digunakan untuk keperluan pengintaian dalam operasi militer nyatanya juga turut membuka sektor industri yang lain seperti penerbangan sipil, agrikultur, mitigasi dan pencegahan bencana hingga industri kreatif.

Terakhir produk alat berat excavator. Pemerintah menganggarkan Rp 392,02 triliun untuk pembangunan infrastruktur pada tahun depan mulai dari jalan, pipa gas, hingga bandara. Adapun alokasi anggaran itu tertuang dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2023 (Uly, 2022). Sebuah angka yang besar dan kesempatan yang besar bagi pemasaran maupun penyewaan excavator. Data per tahun 2015, produk ini telah mendapatkan pesanan sebanyak 500 unit dengan kapasitas produksi mencapai 600 unit per tahun (Kompas, 2015).

Dengan kata lain, produk turunan yang dihasilkan oleh industri pertahanan ini bermanfaat untuk proyek dalam berbagai skala dengan pemanfaatan SDM yang besar pula.

Tantangan Domestik

Tak dapat dipungkiri, sebagai negara dengan tingkat kompleksitas seperti Indonesia ini, kita dihadapkan dengan berbagai macam tantangan seperti anggaran yang kurang memadai dari, ketersediaan talent pool, kurangnya kualitas SDM, dan tentunya yang paling menentukan, political will dari pemerintah.

Sekitar bulan Agustus-September saya mengikuti webinar yang diadakan oleh PT. Semar Sentinel, sebuah perusahaan konsultan pertahanan-keamanan, politik, bisnis, dan ekonomi yang berbasis di Singapura. Bapak Jan Pieter Ate (2022) selaku Ketua Harian PINHANTANAS (Perhimpunan Industri Swasta Nasional) menyatakan bahwa selama beberapa tahun Indonesia membangun industri pertahanan, pemerintah belum dapat memberikan dukungan finansial, kapital dan insiatif kebijakan yang cukup. Hal ini berbanding terbalik dengan jargon pemerintah agar Indonesia memiliki industri pertahanan yang berdaya saing tinggi. Disisi lain, pelaku industri juga belum memiliki kapabilitas teknologi dan modal yang dibutuhkan sehingga sulit bagi investor untuk berkolaborasi dengan perusahaan pertahanan lokal.

Lebih jauh lagi, bapak Juprianto, selaku dosen Universitas Pertahanan menambahkan (2022) bahwa industri pertahanan nasional Indonesia menghadapi dilema. Singkatnya beliau memaparkan bahwa pemerintah ingin akses daripada teknologi tinggi yang biasanya bersifat sensitif tetapi tidak berkenan membuka keran kepemilikan saham lebih dari 50% untuk investor asing atas alasan keamanan nasional dan kedaulatan. Namun disisi lain,

 pemerintah ingin R&D mandiri, membeli lisensi, atau joint development dengan porsi kerja yang lebih tinggi tapi kenyataanya, anggaran kurang memadai, kualitas SDM kurang, talent pool kurang karena prospek karir di industri pertahanan yang masih dianggap kurang serta anggaran riset dan teknologi nasional di tahun 2019 yang tercatat hanya sebesar 0,08% dari GDP atau tepat dibawah Kamboja (Nua, 2022). Alhasil, kebijakan pengembangan inhan domestik menjadi stagnan.

Alman Helvas Ali (2022), seorang ahli kebijakan industri pertahanan lebih jauh berpendapat bahwa Indonesia membutuhkan suntikan dana asing berupa FDI (Foreign Direct Investment) untuk menanggulangi empat hambatan utama pengembangan industri pertahanan domestik antara lain:

  • Penguasaan teknologi tertinggal. Teknologi yang ada saat ini adalah hasil peninggalan era orde baru
  • Modal dan finansial yang lemah
  • Perusahaan BUMN kurang melakukan ekspansi
  • SDM yang mengalami penurunan karena pasar kerja yang kurang menjanjikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun