Mungkin tidak banyak yang mengetahui terkait apa, bagaimana maupun sejauh apa sebenarnya kebermanfaatan yang dapat diberikan oleh sektor inhan (industri pertahanan) terhadap kemajuan bangsa (selain pemangku kebijakan, akademisi, pengusaha dan pegiat forum militer). Saya sendiri bisa sampai pada kesimpulan ini karena memang yang diketahui oleh umum adalah hanya jargon-jargon semu soal nasionalisme pada produk "karya anak bangsa" atau betapa kuatnya negara kita menurut indeks GFP. Disisi lain pembahasan terkait sektor industri ini masih sangat eksklusif.
Beberapa pihak meragukan bagaimana return of investment (ROI) alias balik modal daripada sektor industri ini dan apakah benar dampak ekonominya sebesar yang dikatakan?. Tentu segala keraguan pihak-pihak tersebut amat sangat dapat dipahami melihat realita yang ada saat ini dan bagaimana sifat sejati suatu proyek industri dengan pencarian keuntungan. Namun saya kira, sesuatu yang besar dan bernilai tinggi tidak akan dapat terlihat wujudnya jika hanya dilihat secara jangka pendek. Dalam essay opini ini saya akan membahas beberapa hal terkait manfaat dari pengembangan industri pertahanan antara lain; dampak ekonomi, penguasaan teknologi dan peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia).
Â
Potensi Industri Pertahanan
Pengembangan inhan domestik memiliki banyak manfaat terhadap ekonomi, peningkatan kualitas SDM dan penguasaan teknologi tinggi. Hal ini disebabkan karena pandangan yang menyatakan bahwa superioritas teknologi dapat menjadi penentu posisi suatu negara dalam hubungan internasional. Oleh karena itu pengembangan alutsista sejak era perang dingin hingga saat ini selalu menjadikan supremasi teknologi sebagai tujuan utama. Proses R&D (riset dan pengembangan) hingga manufaktur tersebut dapat menghasilkan transfer of technology, transfer of knowledge, dan know how yang pada akhirnya dapat menciptakan suatu kondisi pemerataan kesejahteraan ke masyarakat secara lebih luas melalui penciptaan lapangan pekerjaan. Hal tersebut dapat tercapai berkat adanya triple helix.Â
Triple Helix adalah sebuah konsep interaksi antara pemerintah, universitas, dan industri untuk membantu pengembangan ekonomi dan sosial (Leydesdorff, 2012). Pemerintah bertindak sebagai pembuat kebijakan dan regulasi, kelompok akademisi sebagai pusat kreatifitas, dan industri / bisnis sebagai pelaku yang dapat mengubah kreatifitas menjadi sebuah produk dengan nilai ekonomis (Midhio, 2016).
Disisi lain, konsep triple helix juga membantu dalam proses pengembangan kualitas SDM dan bermanfaat secara ekonomi. Dapat kita lihat relasi diantara ketiganya dalam bagan tersebut. Pemerintah dengan industri menghasilkan lapangan pekerjaan di sektor teknologi tinggi dan maju, penerimaan pajak, dan pembangunan infrastruktur. Pemerintah memberikan dukungan anggaran dan input strategis terhadap universitas yang kemudian diproses dalam kolaborasi antara universitas dan industri untuk kepentingan penelitian, pengembangan dan rekayasa (R&D).
Setelah melalui proses R&D industri pertahanan dapat menghasilkan dua jenis produk. Satu untuk kepentingan pertahanan (alutsista) beserta komponen-komponen pendukungnya seperti kapal perang, pesawat militer, kendaraan taktis, senapan serbu dll.
Berikut adalah peluang pasar alutsista dunia di tahun 2020.
Negara kita setidaknya untuk saat ini dapat memproduksi pesawat militer non-tempur, senjata api, kapal perang, dan kendaraan lapis baja. Jika ditotal pangsa pasar tahun 2020 untuk ketiga sistem tersebut mencapai 16 millar dollar. Tentunya ini perkiraan secara umum saja karena masih terdapat sub-kategori dari alutsista tersebut. Tapi intinya, yang ingin saya sampaikan adalah jika pangsa pasar alutsista dunia di tahun 2020, di era pandemi bisa sebesar ini, bayangkan pangsa pasar yang ada saat ini, dimana perang Rusia-Ukraina berkecamuk dan membuat negara-negara diseluruh dunia menjadi lebih waspada terhadap kemungkinan perang terbuka antar negara.
Kedua adalah produk-produk teknologi turunan atau spin-off yang kemudian menjadi sangat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari contohnya antara lain India dimana melalui produk spin-off yang dihasilkan berkontribusi pada sektor agrikultur, kesehatan, dan pengolahan limbah (DRDO, n.d). Amerika Serikat dengan produk turunannya seperti GPS, internet, drone dll atau Indonesia melalui PT. Pindad dengan produk alat beratnya, Excava 200. Mari kita coba telaah satu persatu.
Internet, sebuah inovasi teknologi komunikasi departemen pertahanan Amerika Serikat yang pada awalnya ditujukan untuk kepentingan komunikasi militer, saat ini menjadi salah satu tulang punggung kegiatan ekonomi dan bisnis masyarakat dunia. Nilai transaksi e-commerce yang terjadi di Indonesia pada tahun 2021 adalah 43,4 milliar dollar AS atau sekitar 661 trilliun rupiah dengan kurs 15.290 per tanggal 28 September 2022 (ecommercedb, nd). Melalui internet, kita juga mendapatkan kemudahan akses terhadap GPS untuk keperluan navigasi.
Berikutnya adalah drone. Produk ini yang pada awalnya digunakan untuk keperluan pengintaian dalam operasi militer nyatanya juga turut membuka sektor industri yang lain seperti penerbangan sipil, agrikultur, mitigasi dan pencegahan bencana hingga industri kreatif.
Terakhir produk alat berat excavator. Pemerintah menganggarkan Rp 392,02 triliun untuk pembangunan infrastruktur pada tahun depan mulai dari jalan, pipa gas, hingga bandara. Adapun alokasi anggaran itu tertuang dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2023 (Uly, 2022). Sebuah angka yang besar dan kesempatan yang besar bagi pemasaran maupun penyewaan excavator. Data per tahun 2015, produk ini telah mendapatkan pesanan sebanyak 500 unit dengan kapasitas produksi mencapai 600 unit per tahun (Kompas, 2015).
Dengan kata lain, produk turunan yang dihasilkan oleh industri pertahanan ini bermanfaat untuk proyek dalam berbagai skala dengan pemanfaatan SDM yang besar pula.
Tantangan Domestik
Tak dapat dipungkiri, sebagai negara dengan tingkat kompleksitas seperti Indonesia ini, kita dihadapkan dengan berbagai macam tantangan seperti anggaran yang kurang memadai dari, ketersediaan talent pool, kurangnya kualitas SDM, dan tentunya yang paling menentukan, political will dari pemerintah.
Sekitar bulan Agustus-September saya mengikuti webinar yang diadakan oleh PT. Semar Sentinel, sebuah perusahaan konsultan pertahanan-keamanan, politik, bisnis, dan ekonomi yang berbasis di Singapura. Bapak Jan Pieter Ate (2022) selaku Ketua Harian PINHANTANAS (Perhimpunan Industri Swasta Nasional) menyatakan bahwa selama beberapa tahun Indonesia membangun industri pertahanan, pemerintah belum dapat memberikan dukungan finansial, kapital dan insiatif kebijakan yang cukup. Hal ini berbanding terbalik dengan jargon pemerintah agar Indonesia memiliki industri pertahanan yang berdaya saing tinggi. Disisi lain, pelaku industri juga belum memiliki kapabilitas teknologi dan modal yang dibutuhkan sehingga sulit bagi investor untuk berkolaborasi dengan perusahaan pertahanan lokal.
Lebih jauh lagi, bapak Juprianto, selaku dosen Universitas Pertahanan menambahkan (2022) bahwa industri pertahanan nasional Indonesia menghadapi dilema. Singkatnya beliau memaparkan bahwa pemerintah ingin akses daripada teknologi tinggi yang biasanya bersifat sensitif tetapi tidak berkenan membuka keran kepemilikan saham lebih dari 50% untuk investor asing atas alasan keamanan nasional dan kedaulatan. Namun disisi lain,
 pemerintah ingin R&D mandiri, membeli lisensi, atau joint development dengan porsi kerja yang lebih tinggi tapi kenyataanya, anggaran kurang memadai, kualitas SDM kurang, talent pool kurang karena prospek karir di industri pertahanan yang masih dianggap kurang serta anggaran riset dan teknologi nasional di tahun 2019 yang tercatat hanya sebesar 0,08% dari GDP atau tepat dibawah Kamboja (Nua, 2022). Alhasil, kebijakan pengembangan inhan domestik menjadi stagnan.
Alman Helvas Ali (2022), seorang ahli kebijakan industri pertahanan lebih jauh berpendapat bahwa Indonesia membutuhkan suntikan dana asing berupa FDI (Foreign Direct Investment) untuk menanggulangi empat hambatan utama pengembangan industri pertahanan domestik antara lain:
- Penguasaan teknologi tertinggal. Teknologi yang ada saat ini adalah hasil peninggalan era orde baru
- Modal dan finansial yang lemah
- Perusahaan BUMN kurang melakukan ekspansi
- SDM yang mengalami penurunan karena pasar kerja yang kurang menjanjikan
Bapak Rangga Wargadalam selaku perwakilan dari BAPPENASS juga menyampaikan tantangan-tantangan lain seperti proses perencanaan yang masih bisa ditingkatkan kembali dan merujuk pada capability based, adanya tarik ulur negosiasi antara investor, pemerintah dan user, kurangnya kepastian dan keberlangsungan pesanan dari pemerintah sehingga BUMN seperti PTDI pun mengalami hambatan untuk berkembang lebih lanjut.
Hal lain yang patut saya kira untuk dijadikan sebagai perhatian utama adalah industri komponen yang masih underdeveloped padahal ini justru adalah sektor paling fundamental. Jika yang dikembangkan hanya industri Tier-1 saja, dampak ekonominya masih belum bisa terasa begitu signifikan terhadap GDP negara. Dengan mengembangkan lebih jauh potensi yang ada pada industri Tier 2-4 maka akses akan terbuka lebih luas karena ketersediaan lapangan kerja, transfer of knowledge bisa terjadi dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas SDM Indonesia di sektor industri teknologi tinggi. Untuk tambahan info saja, Tier 1 produksi dan integrasi alutsista, Tier 2 adalah industri komponen utama, Tier 3 memproduksi komponen, dan Tier 4 adalah industri pengolahan bahan baku (Juprianto, 2022).
KesimpulanÂ
Memang tidaklah mudah bagi negara seluas dan sekompleks Indonesia untuk memberikan porsi anggaran yang ideal untuk semua sektor terlebih seperti kondisi saat ini, ditengah krisis ekonomi pasca pandemi COVID-19, krisis pangan, dan perang Rusia-Ukraina. Industri strategis tidak akan mungkin berjalan lancar tanpa modal kapital dan fiskal yang memadai serta political will yang konsisten dari berbagai stakeholder baik dari sang pemain utama, pemerintah maupun user dan industri. Sejatinya kita sudah memiliki semua pondasi awal yang dibutuhkan mulai dari sektor pemerintahan, industri, dan pendidikan serta payung hukum. Satu hal yang perlu ditekankan kembali saya kira adalah pada konsistensi implementasi kebijakannya sehingga dapat tercipta pertumbuhan yang konsisten.
DAFTAR PUSTAKA
        Ali, Alman Helvas, 2022. "Foreign Direct Investment in Defense Sector in Indonesia: Opportunities and Challenges", dalam webinar Attracting More Foreign Investment in Indonesian Defence Industry, 26 Juli. Jakarta. Semar Sentinel Indonesia
       Ate, Jan Pieter, 2022. "Indonesia Must Open Defence Industry Gate for Foreign Investment", dalam webinar Attracting More Foreign Investment in Indonesian Defence Industry, 26 Juli. Jakarta. Semar Sentinel Indonesia
       Ecommercedb, n.d. "The eCommerce market in Indonesia" [online]. Dalam https://ecommercedb.com/en/markets/id/all. Diakses pada 11 Oktober 2022
       Kompas, 2015. "Luncurkan Alat Berat, Pindad Banjir Pesanan" [online]. Dalam https://money.kompas.com/read/2015/09/14/095850726/Luncurkan.Alat.Berat.Pindad.Banjir.Pesanan [diakses pada 10 Oktober 2022].
       Leydesdorff, Loet, 2012. "The Knowledge-Based Economy and the Triple Helix Model", Annual Review of Information Science and Technology 44 (1): 365-417
       Midhio, Wayan I, 2016. "Industri Pertahanan: Peluang & Tantangan Dalam Perspektif Pertahanan Negara", dalam seminar Jakarta International Logistic Summit & Expo, 19 Oktober. Jakarta. JIExpo
       Nua, Faustinus, 2022. "DIKTI-RISTEK: Anggaran Riset Indonesia Sangat Rendah" [online]. Dalam https://mediaindonesia.com/humaniora/470583/dikti-ristek-anggaran-riset-indonesia-sangat-rendah [diakses pada 1o Oktober 2022]
       Wargadalam, Rangga, 2022. "Kebijakan Pengembangan Industri Pertahanan dalam Kerangka Perencanaan Nasional: Menarik Investor Asing Pada Sektor Industri Pertahanan Nasional"
       Uly, Artha Yohana, 2022. "Pemerintah Anggarkan Rp 392 Trilliun Untuk Proyek Infrastruktur 2023" [online]. Dalam https://money.kompas.com/read/2022/09/20/163746526/pemerintah-anggarkan-rp-392-triliun-untuk-proyek-infrastruktur-2023?page=all [diakses pada 10 Oktober 2022]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H