Mohon tunggu...
Ahmad Ainun Naim
Ahmad Ainun Naim Mohon Tunggu... -

Pencari kutub-kutub, alumni Alternative University of MPO-Jogja Barat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Proyek X [Mimpi Perjalanan2]

21 April 2012   04:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:20 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kau yang memaksaku mengatakan hal itu!"  "Aku tak memaksamu untuk melibatkan diri dalam obyek pembicaraan kita? Justru kau sendiri yang melempar dirimu dalam pembicaraan kita!" "Tapi, kau keras kepala!"  "Okey, tapi itu bukan urusanmu! Kau bisa saja tak melempar dirimu..." "Sudah, sudah, sudah...," Odin menarik lengan Is. Dan....
Pagi tanggal 12 bulan April. Gemerisik daun di hutan dan angin-angin kecil yang bercanda membaitkan simphoni pendek di ujung desa. Risalah Zart, di bawah judul bab Kejadian Terencana, tanda ke-444, yang juga dirujuk oleh ke-3 risalah yang lain mencatat adanya ketegangan kecil setelah insiden pertemuan Is dan Odin di gubug ujung desa. Beberapa orang desa percaya bahwa keduanya telah berlaku tak senonoh.

Beberapa yang lainnya hanya percaya bahwa mereka hampir saja berciuman. Sebagian kecil percaya bahwa justru Odin atau Is yang sengaja melakukan godaan kotor. Yang jelas, beberapa saksi yang muncul mempunyai kesaksian yang sama-sama tak mengarah pada satu kesimpulan. Akhirnya, Kepala desa menganggap keduanya tak boleh lagi berduaan di gubug ujung desa itu. Gubug itu dibakar dan dimusnahkan. Sejak kejadian itu, sepertinya, Supar tak lagi tertarik melewati jalan setapak hanya agar dapat mengakrabi wangi Is saat orang desa pergi ke pasar di pagi hari.

"Kita tak mungkin lagi melewati jalan setapak itu lagi, Wi," Supar setengah bergumam.  "Ya, tampaknya kita harus melewati jalan yang lain," Parwi menyetujui ide Supar.  "Heh! Bukankah kalian sudah kuperingatkan?," Odin menyungut dengan sinis.

"Kami tak mungkin mengikuti jalan gelapmu, kawan?" Parwi menyergah dengan cepat. Dan secara hampir bersamaan, Supar dan Parwi tertawa terbahak-bahak.  "Betul!", Supar menguatkan sergahan Parwi.  "Kalian jangan salah sangka. Aku tak mempromosikan jalan-ku kepada kalian. Kalianlah yang tampaknya hanya mengikuti jalan orang-orang desa. Bukankah kalian harus menemukan jalan kalian sendiri?"

"Tapi, kami tak punya pilihan lain?," "Hanya Is yang pantas dijadikan gadis pujaan?"  "Memangnya kau mempunyai gadis pujaan yang lain?,""Hahahahahahahhahhaha!!!!"  "Kami akan mencari gadis pujaan yang lain!"

Beberapa pemuda desa yang lain masih melewati jalan setapak sebagaimana saat orang desa pergi pasar pada pagi hari. Mereka masih mencoba mengakrabi wangi Is yang tak lagi sewangi dulu. Tapi, lama kelamaan, tak ada lagi pemuda desa yang melewati jalan setapak itu. Kecuali, seorang pemuda buta yang tak tahu harus mencari jalan selain jalan setapak yang dilalui orang desa saat pergi ke pasar pada pagi hari.  Pemuda buta itu adalah lelaki buta kekasih Is.    (*)
Kembang, April 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun