Mohon tunggu...
Ahmad Ainun Naim
Ahmad Ainun Naim Mohon Tunggu... -

Pencari kutub-kutub, alumni Alternative University of MPO-Jogja Barat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Proyek X [Mimpi Perjalanan2]

21 April 2012   04:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:20 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merekayang betul-betul menggemari kecantikan Is secara detail pasti akan kecewa. Mungkin sedikit mengutuk: bagaimana mungkin Is lebih memilih lelaki buta untuk menjadi kekasihnya. Supar dan Parwi (sebelumnya pernah mencoba mengatur agar mereka berdua bisa digosipkan berpacaran dengan Is) merupakan pengikut fanatik Is yang tak habis pikir: atas alasan apa, lelaki buta itu dipilih Is untuk menjadi kekasihnya? Atau, jangan-jangan, memang lelaki buta itu yang mampu memikat hati Is.

Sejarah, bagi Supar dan Parwi, memang ruwet. Dalam risalah Raqk, yang juga merujuk pada tiga risalah yang lain (Zart, Tabr dan Thusl), Qobil, putra anak manusia pertama Adam yang rupawan harus rela berjodoh dengan Labuda, putri yang buruk rupa. Sedang Habil, putra yang buruk rupa justru dijodohkan dengan Iqlima yang rupawan. Dalam konteks "keseimbangan" genetika, perjodohan ini memang masuk akal. Tapi, bukankah kesempurnaan seharusnya justru hanya disandingkan dengan kesempurnaan jua?

Sebagaimana apa yang telah dikatakan risalah kuno Arab yang juga dirujuk oleh keempat risalah tersebut: "lelaki baik akan berjodoh dengan perempuan baik, dan perempuan kafir tidak boleh dinikahkah kepada lelaki yang taat (judul bab: An-Nur, tanda ke-3)". Apakah mungkin, Supar dan Parwi telah tertipu, bahwa kecantikan bukanlah kesempurnaan?

"Ah, pertanyaan bodoh! Memangnya, kalian berdua tidak tahu?", Odin berkata sambil memandang sinis.

"Memangnya kau lebih tahu?," Parwi menyerang dengan ketus. "Nyatanya Aphrodite lebih senang selingkuh dengan Ares!," Supar juga tak mau kalah oleh lelaki yang punya masa kecil yang kelam tadi. Tentu kisahnya tak pantas untuk diceritakan. Jika seseorang mengetahuinya, biarlah karena Odin sendiri yang menceritakannya. "O, jangan salah sangka teman?! Kesempurnaan fisik bukan segalanya!"

"Lalu apa yang bisa kau katakan tentang perselingkuhan Aphrodite dengan Ares? Apa kau mau bilang bahwa Hephaestus yang pincang seharusnya lebih menarik dari pada Ares yang gagah perkasa?", Parwi juga turut menyela.

"Ya..ya..bukannya begitu, sih?". Sekarang Odin tampak malah tampak tak begitu yakin dengan pola pikirnya.
Malam 11, bulan Januari. Ada sejumlah celah metodologis yang bisa Is gunakan untuk menyerang kekasihnya itu. Kekasihnya buta. Mana mungkin ia bisa menceritakan betapa cantik Is? Hal itu mungkin saja terjadi, jika kekasih Is tidak buta sejak lahir. Mungkin dengan perantaraan nasib sial, seseorang bisa menjadi buta. Dan setelah sekian lama akrab dengan konsep-konsep yang lahir dari indra mata, seperti cantik, misalnya, kekasihnya itu tetap bisa menceritakan betapa cantik Is. Tetapi tidak! Kekasih Is bukan tidak buta sejak lahir. Ia betul-betul buta sejak lahir. Is belum bisa menerima: dari mana kekasihnya bisa menceritakan betapa cantik Is?

"Kau hanya harus percaya, kekasihku," kekasih Is setengah meminta pengertian Is.  "Tidak! Kau sendiri yang bilang: jangan terlalu mempercayai seseorang!"

"Tapi, aku jujur, kekasihku," kekasih Is masih mencoba bertahan. "Tidak! Kurasa kau sudah berbohong. Engkau sudah terpedaya oleh tipuan-tipuan orang-orang di sekitarmu. Kau buta. Sejak lahir, lagi. Kau mengatakan apa yang orang-orang katakan tentang diriku, bukan? Dari mana kau bisa mengatakan jika perpaduan alis dan mataku lebih indah dari awan sore yang berarak membentuk bidadari?", Is setengah membentak. Is kesal.

Tiga setengah tahun yang lalu, kekasihnya sudah mengatakan, betapa ia sangat ingin menjadi suami Is. Tetapi, tentu saja, waktu itu, Is bukan bidadari jelek yang tak punya banyak penggemar. Jadi, ketika itu, Is menolak pinangan kekasihnya itu. Tapi, ada skenario lain yang Is ingin mainkan: suatu saat nanti, mungkin dengan perantaraan kebetulan, Is akan menghubungi kekasihnya itu, untuk suatu maksud yang lebih cocok disebut rayuan.

Kita semua, toh, tahu: tak ada yang benar-benar serius dalam sebuah rayuan. Mungkin Is memang ingin melumat tubuh kekasihnya itu, tapi mungkin juga tidak. Is mungkin menginginkan kekasihnya itu menghasrati tubuhnya yang aduhai, tapi mungkin juga tidak. Apa yang akan dikatakan orang-orang nanti, jika mereka mengetahui: Is telah merayu seorang lelaki buta! Iih...!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun