Apa itu kesadaran palsu? Tentu ada begitu banyak pengertian. Intinya, apa yang disebut sebagai kesadaran palsu adalah ketika kelas pekerja gagal merealisasikan kesadaran sejatinya sebagai sebuah kelas.Â
Ilmuwan politik Ralph Miliband menulis, apa yang disebut kesadaran palsu adalah kegagalan kelas proletarian dalam merealisasikan tugas-tugas universalnya: class for itself (3).
Lalu, apa kaitannya dalam konteks ini? Apa hubungannya antara unggahan video/foto tersebut dengan konsep kesadaran palsu?Â
Dalam kasus ini, video yang berisi tentang ungkapan rasa terimakasih kepada perusahaan yang masih memberi kita pekerjaan, gaji yang tidak dipotong, tidak di-PHK, bantuan saat terinfeksi COVID-19, dan lain sebagainya, adalah jelas bentuk romantisasi sekaligus dramatisasi yang berlebihan. Kenapa saya bilang demikian?Â
Perusahaan memberikan kita gaji secara utuh, tidak mem-PHK dengan alasan efisiensi, dan lain sebagainya, itu jelas merupakan hal normal sebagai bentuk tanggung jawab yang memang menjadi kewajiban perusahaan. Tidak ada yang khusus dan spesial disana. Semuanya justru adalah hal-hal yang memang seharusnya begitu.
Tentu juga kita perlu kembali ke fakta-fakta awal, bahwa ada begitu banyak pemilik modal yang justru mengeruk untung besar di situasi sekarang ini. Apakah perusahaan si pengupload tadi termasuk? Sudah barang tentu, iya.Â
Jika tidak, jika perusahaan itu terdampak pandemi secara signifikan, sudah pasti anda sekarang sedang berada di rumah sambil bingung dan tidak mungkin mengupload konten seperti itu.Â
Yang berikutnya berbahaya adalah, konten tersebut justru malah viral dan banyak yang mengupload ulang. Mereka larut ke dalam euforia dari unggahan tersebut. Sebuah romantisasi dan dramatisasi yang sukses bukan?
Lantas, apakah saya sedang melarang seseorang mengupload ucapan terimakasih dan ungkapan syukur di sosmed? Tentu tidak sama sekali. Tulisan ini hanya bertujuan untuk memberikan kritik terhadap konten, kritik terhadap ungkapan rasa syukur yang berlebih, apalagi sampai membentuk kesadaran palsu kolektif antar sesama kelas pekerja.Â
Sangat berbahaya bukan? Sekali lagi, tulisan ini hanyalah bentuk keprihatinan, sekaligus refleksi filosofis, terhadap ketidaktahuan seseorang, sekaligus sebagai pengingat untuk diri saya sendiri.Â
Jika konten ucapan syukur tersebut ditujukan kepada pelaku UMKM yang benar-benar berjuang susah payah untuk bertahan, jelas saya menaruh hormat setinggi-tingginya.