a. persiapan; sebelum upacara dilaksanakan terlebih dahulu diadakan musyawarah oleh pemuka masyarakat, pemuka agama dan para dukun, untuk menentukan hari dan tanggal pelaksanaannya serta siapa dukun yang akan memimpin upacara tersebut.
Perlengkapan upacara berupa; nasi ketan satu piring, ayam panggang satu ekor, satu gelas susu, cerek (teko) berisi air bersih, pedupan dan jeruk nipis serta sebilah pisau dan sebuah pedang.
Dukun mempersiapkan diri dengan mengenakan pakaian kebesaran seperti ikat kepala serta selempang (selendang) berwarna merah putih serta bertuliskan huruf ARAB. Apabila para pembantunya sudah hadir semua, kemudian sang dukun memanterai semua peralatan yang akan dipakai sambil mengasapinya, sesudah itu jeruk yang sudah diasapi lalu diiris dan diremas dicampurkan ke dalam air dalam cerek yang juga di asapi tersebut di atas.
 b. acara inti; tepat jam 00.00 WIB sang dukun beserta/rombongan/pembantunya dengan membawa pedang pusaka, dan cerek berisi air jeruk di bawa oleh anak dukun berangkat menuju tempat upacara pertama yaitu di ujung kampung sebelah barat.Â
Di sini dukun memerintahkan keppada anak buahnya untuk mendengarkan, menyaksikan apa yang akan diperbuat oleh dukun. Kemudian sang dukun menghadap ke arah desa sambil mengucapkan kata-kata ancaman terhadap mahluk halus tersebut sebagai berikut;
"hai iblis yang berada di desa penyak, yang lama, yang baru, yang besar, yang kecil, yang muda, yang laki-laki, yang perempuan, dan yang sedang terikat sekalipun pada malam ini, malam rabu, kamu sekalian harus berangkat dengan segera untuk meninggalkan desa ini. Saya beri waktu satu menit untuk bersiap-siap dan terus berangkat. Barang siapa yang membangkang atau yang ketinggalan, akan saya potong dengan pedang pusaka ini". (mantra ini dibaca 7 (tujuh) kali berturut-turut.
Kemudian salah seorang pembantunya mengumandangkan azan sambil menghadap ke arah desa. Selesai azan sang dukun mengoreskan pedangnya melintang/memotong jalan lalu disiramnya dengan air jeruk yang telah disiapkan, lalu berseru.
"hai iblis kamu tidak boleh masuk lagi ke desa penyak ini karena di sini sudah ada penjaganya yang kuat dengan 22 setrum siang dan malam sampai hari kiamat. Karena bekas goresan dan air ini akan membekas sampai hari kiamat, oleh karena itu yang datang dari arah barat harus kembali ke arah barat, yang datang dari arah selatan harus kembali ke arah selatan. Yang datang dari arah timur harus kembali ke arah timur, dan yang datang dari arah utar harus kembali kearah utara, dan siapa yang berani melanggarnya akan saya potong dengan pedang ini."
Dengan demikian acara di tempat yang pertama ini telah selesai.
Lalu acara serupa dilaksanakan di tempat kedua yaitu di tengah-tengah desa ialah dipersimpangan jalan, disini acaranya sama dengan apa yang dilakukan di tempat yang pertama. Demikian juga di tempat ketiga yaitu di ujung desa sebelah timur, yang berbeda ialah waktu pembacaan azan ditempat yang kedua dengan membelakangi desa.
Selesai acara yang ketiga ini, maka sang dukun lalu membacakan doa selamat, dengan harapan semoga semua yang mereka perbuat pada malam hari itu, diridhoi oleh Yang Maha Kuasa. Selesai pembacaan doa mereka kembali ke tempat memulai upacara yaitu di rumah kediaman sang dukun (CIK MAN).Â