Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kader Muhammadiyah Ini Bikin Gadai Syariah Lantaran Prihatin Korban Pinjol

6 Januari 2025   22:30 Diperbarui: 6 Januari 2025   22:30 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mochammad Agus Suaidi menunjukkan surat pernyatan pinjaman. foto: agus wahyudi

Di usia 59 tahun, Mochammad Agus Suaidi, kader Muhammadiyah yang tinggal di Simolawang, Surabaya, telah memberikan inspirasi besar bagi masyarakat sekitar.

Sejak 2014, ia memulai langkah kecil namun berdampak besar, yakni membantu tetangganya terbebas dari jeratan bank thithil---istilah untuk rentenir yang memberi pinjaman dengan bunga mencekik.

Kisahnya dimulai dari keprihatinan. Agus sering melihat tetangganya terjebak utang berbunga tinggi yang sulit dilunasi. Dari sana, ia mencoba memberikan pinjaman tanpa bunga dan tanpa agunan.

"Saya hanya ingin membantu. Besar pinjaman mulai dari Rp 1 juta sampai Rp 3 juta," ujar Agus saat saya temui pada Senin (6/1/2025) malam.

Namun, tidak semua berjalan mulus. Banyak dari penerima pinjaman yang tidak mengembalikan uangnya.

"Ada sekitar Rp 15 juta yang tidak kembali, tapi saya ikhlaskan. Saya juga sudah lupa," kata Agus sambil tersenyum.

Meski demikian, ia tidak kapok. Prinsipnya jelas: membantu orang-orang agar tidak terjerat pinjaman berbunga tinggi atau bahkan pinjaman online (pinjol) yang marak belakangan ini.

Dua tahun setelahnya, pada 2016, Agus menemukan ide yang lebih terstruktur: mendirikan program gadai syariah. Ide ini muncul dari pengalaman hidupnya sendiri.

Lahir dari keluarga miskin, Agus terbiasa melihat bagaimana orangtuanya harus meminjam uang untuk bertahan hidup.

"Saya dulu sering disuruh antar uang ke yang dipinjam ibu. Uang itu dibungkus kertas seperti surat. Saya dilarang membukanya. Belakangan saya tahu itu uang cicilan utang. Kejadian itu sangat membekas di hati saya," kenangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun