Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengalaman Lucu Saat Pasarkan Buku di Gramedia

29 Mei 2023   09:30 Diperbarui: 3 Juni 2023   16:16 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toko Buku Gramedia (Kompas.com/ Imam Rosidin) 

Saya selalu senyum-senyum sendiri bila teringat pengalaman yang satu ini. Kejadian tepatnya saya lupa. Sekira pada Mei 2016. Saat memasarkan buku kumpulan cerpen yang saya tulis. Judulnya, Melukis Rumah Di Surga.

Buku tersebut saya cetak secara indie. Kebetulan, ada sponsor yang mau membantu untuk mendanai. Kompensasinya dengan memasang logo  brand-nya di sampul belakang buku tersebut.

Seperti lazimnya penulis, saya giat mempromosikan buku tersebut. Seorang teman yang juga redaktur Jawa Pos, Firzan Syahroni, mengutus wartawannya untuk mewawancarai saya atas "kelahiran" buku itu.

Saya tentu senang dan bangga. Juga berasa bernostalgia, karena selama 15 tahun saya melakoni tugas sebegai jurnalis, sebelum akhirnya resign dari koran Radar Surabaya, 2011.

Dalam wawancara saya menyebutkan jika buku ini sebagai pelunasan "utang" saya kepada Dahlan Iskan. Dia adalah guru jurnalistik yang sangat saya hormati.

Kenapa utang? ceritanya di tahun 2006. Kala itu, saya telah melaunching buku Sketsa Tokoh Suroboyo (2006). Yang memberi kata pengantar, Dahlan Iskan.

Setelah buku itu terbit dan dipajang di toko-toko buku ternama, saya bertemu Dahlan lagi di dalam lift Graha Pena. Dia bertanya kepada saya, kapan saya akan menulis lagi?

Saya menggunakan salah satu penerbit di Jogjakarta untuk mengurus percetakan sekaligus distribusinya.

Pada rentang waktu yang panjang itu sejatinya saya tidak berhenti menulis buku. Namun bukan tunggal. Saya berkolaborasi dengan beberapa penulis di Jawa Timur.

Setidaknya ada 10 buku yang saya tulis keroyokan bersama penulis-penulis lain. Semua buku-buku tersebut dicetak. Ada yang untuk edukasi dengan dibagikan secara cuma-cuma. Ada pula yang dikomersialkan.

Selain di media massa mainstream, saya juga menggunakan media sosial untuk promosi. Di Facebook, Instragam, dan Twitter. Waktu itu, belum ada Tiktok.  

***

Saya menghubungi Agnes Swetta Pandia, kepala biro Kompas Jawa Timur. Minta tolong untuk membantu distribusi buku saya di Gramedia.

Kala itu, buku saya baru bisa titip-jual di toko buku Uranus di Jalan Ngagel Jaya dan Toko Halim di Jalan KH Mas Mansur. Keduanya toko buku lokal yang legend di Surabaya.

Dari Mbak Eta, begitu panggilan karib Agnes Swetta Pandia, saya mendapatkan nomor WA Deddy Prihandoko. Katanya dia bisa membantu memasarkan buku saya.

Saya lantas menghubungi dia. Memperkenalkan diri, sekaligus menyampaikan keinginan untuk memasarkan buku saya agar melalui penjualan di toko-toko Gramedia.    

"Ya, mas. Saya di Gramedia Basuki Rahmat. Ketulan posisi saya sekarang masih di luar kota," begitu jawab dia membalas pesan yang saya kirim via WA seraya menyebutkan tanggal kepulangan.

"Baik, pak. Nanti saya akan kontak lagi. Matur nuwun," ucap saya.

Bungah hati mendengar jawaban Deddy. Saya pun yakin prosesnya bakal lancar. Datang, membawa buku, hingga mengurus proses administratif.

Singkat cerita, saya janjian bertemu dengan Deddy. Dia menyampaikan kantornya di Gramedia Basuki Rahmat. Saya diminta membawa buku sebagai sampel.

Saya lalu mengontak Kurcarsono Prasetyo, rekan kerja yang ikut membantu proses produksi buku. Mengabarkan tanggapan dari Deddy yang mewakili pihak Gramedia.

"Ini kayaknya semesta mendukung kita, Car. Ngerii iki " ucap saya, girang.

"Memang hasil tak akan menghianati proses, Car. Sebentar lagi buku bisa dijual di Gramedia," imbuh saya.

Kuncarsono ikut senang dan bangga. Setidaknya dia berpikiran bisa mendapatkan "tifis-tifis", istilah kami untuk pemberian bonus kalau penjualan buku sukses.

***

Bersama Kuncarsono Prasetyo, saya berangkat ke Gramedia Basuki Rahmat. Berboncengan naik motor. Kami membawa beberapa buku yang dimasukkan amplop cokelat.

Perjalanan tidak kelewat jauh. Kami berangkat dari Jalan Peneleh. Selepas duhur. Untuk menuju ke Gramedia Basuki Rakmat hanya butuh waktu sekitar 12 menit.

Selama perjalanan saya masih melontarkan kegembiraan bila buku ini bisa dipajang di toko-toko buku Gramedia. Bisa dilihat banyak orang. Seperti saat buku Skesa Tokoh Suroboyo, banyak orang yang membeli dari Gramedia.

"Memang kita harus menjalani seperti ini agar sukses. Harus kerja keras. Konsisten," kata saya saat menuju lokasi.

"Ngunu, ya. Mantap wes," ucap Kuncarsono sambil manggut-manggut.

Kami tiba di Gramedia Basuki Rahmat. Kemudian menuju meja resepsionis. Menyampaikan pesan, kalau sudah janjian bertemu dengan Deddy Prihandoko.

Eh, sang resepsionis memandang wajah saya penuh keheranan.

"Pak Deddy siapa, Pak?"

"Saya sudah telepon beliau, janjian bertemu di sini," kata saya sebelum sang resepsional bertanya lebih jauh.

Sang resepsionis masih memandang dengan mimik penuh tanda tanya. Dia lalu menghubungi ruangan lain via telepon kantor. Menanyakan ada yang namanya yang saya sebutkan.

"Tidak ada, Pak."

Saya gak sabar. Saya kontak lagi Deddy. Saya mengabarkan sudah datang ke Gramedia Basuki Rahmat. Deddy merespons, katanya dia berada lantai tiga.

"Saya di lantai tiga. Sebentar, saya tak turun, mas. Kita ketemu di kafe saja, ya," jawab Deddy.

Saya lalu bertanya di mana lokasi kafenya. Sang resepsionis menujukkan pintu keluar, lalu belok kiri. Segera saya menuju lokasi. Saya menunggu di situ bersama Kuncarsono.

Hampir sepuluh menit berlalu, Deddy belum nongol. Saya mengontak dia lagi. Mengabarkan kalau sudah di kafe. Deddy menjawab kalau dia juga di kafe. Dia juga tanya saya berpakaian apa. Lho?

Saya menuju ke meja resepsionis lagi. Menanyakan apakah ada kafe lain. Dijawab tidak ada. Saya juga sampaikan kalau Deddy ada di lantai 3. Sang resepsional malah heran lagi, karena tidak ada lantai tiga di Gramedia Basuki Rahmat.

Beberapa saat kemudian, Deddy gantian mengontak via WA. Saya angkat, lalu saya sampaikan sudah berada di kafe. Saya sampaikan, Toko Buku Gramedia Basuki Rakmat yang dekat Tunjungan Plaza?

Ketika menyebut nama Tunjungan, Deddy mulai paham jika ada miskomunikasi. "Saya di Gramedia Jakarta, Mas," ungkapnya.

Astaghfirullah. Rupanya Gramedia di Jakarta juga berada di Jalan Basuki Rahmat, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.

Saya pun hanya bisa menjawab," Oalahh... Ya, pak kalau begitu. Saya hubungi lagi nanti."

Kuncarsono yang ada di sebelah saya terkekeh-kekeh, lalu berucap, "Tibake (ternyata) nang Jakarta."

Kami pun loyo seketika. Pulang, kami melewati meja resepsionis, ditanya apa sudah ketemu Deddy. Saya tidak menjawab, hanya tersenyum.

Kami menuju warung kopi di basement Gramedia. Mengendapkan pikiran. Saya mengontak Mbak Eta, menceritakan semua kegelian ini. Mbak Eta hanya tersenyum. Seperti halnya Kuncarsono yang menggoda saya sambil manthuk-manthuk.

"Bagaimana, hasil memang tidak akan menghianati proses?" kata dia seraya telapak tangannya menujuk seperti seorang dosesn mengajar mahasiswanya.

Saya tak bisa berkata apa-apa, selain tersenyum kecut dan garuk-garuk kepala. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun