Bagi Rusdy, moral itu penting. Dan lagi, Rusdy memecat pemain itu justru ingin menyelamatkan dia. Kalau sampai dia tak dipecat karena ketahuan menyimpang, kariernya akan habis.
Ketika menangani Persebaya, Mitra Surabaya dan Assyabaab Salim Group (ASGS), Rusdy melihat dan menilai dasar pemahaman pemain terhadap agama, khususnya Islam. Itu dianggap sangat penting. Dia yakin, pemain yang kadar imannya kuat, tak mudah goyah semisal diiming-imingi suap.
Di mata Rusdy, kunci sukses membina pemain harus menerapkan tiga hal, yakni menjauhi tangan-tangan kotor, mentalnya baik, dan istikamah.
Selain itu, dalam bertanding Rusdy selalu menanamkan prinsip tak mudah menyerah. Biar waktu sedetik pun tersisa, peluang itu masih terbuka.
"Kalau ingin maju, berusahalah semaksimal mungkin mengikuti instruksi pelatih. Jangan pernah berpikir untuk kalah dalam pertandingan, walaupun lawan yang dihadapi mempunyai kemampuan lebih baik," begitu saran Rusdy.
Gaya kepemimpinan Rusdy memang sangat profetik, yang mencitrakan moral kenabian. Berdakwah dengan lebih mengedepankan etos dan kepedulian terhadap kemanusiaan. Bukan semata-mata mementingkan materialisme dan keglamoran dunia selebritis sepak bola.
Sepak bola profetik adalah yang mencerminkan wajah humanis yang diwujudkan lewat pembaruan sosial dan budaya yang santun dan menjadi setiap tingkah laku sebagai ibadah. Dalam ranah profetik, antara yang benar dan salah terdapat garis tegas, bukan abu-abu.
Rizky Ridho dan Rusdy Bahalwan memang beda generasi. Tapi soal moralitas dan ketaatan, mereka punya komitmen sama. Menginsyafi ketundukan dan kelemahan manusia, serta menjauhi kepongahan. Karena tak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H